Minggu, 10 Januari 2021

Literasi Musibah Di Balik Tragedi Sriwijaya Air SJ-182

Tentu, ada duka yang mendalam bagi keluarga 62 orang korban musibah hilang kontaknya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu. Isak tangis, sedih, emosi, dan trauma menjadi lumrah. Keluarga pasti sulit menerima kenyataan ini. Kita patut bersimpati dan ikut berduka atas musibah yang menimpa Sriwijaya Air.

 

Esok, dan mungkin seterusnya. Berapa banyak rumah yang tidak ada lagi canda tawa anak-anak mereka. Berapa banyak rumah kosong yang pemiliknya tidak kembali lagi. Berapa banyak keluarga yang berduka, menangis karena saudara atau anaknya tidak lagi hadir di tengah-tengah mereka. Inilah masa-masa sulit bagi keluarga korban SJ 182. Sungguh sulit, buat siapapun yang mengalaminya.

 

Lalu, apa hikmah musibah Sriwijaya Aiar?

Hikmahnya, sungguh tidak ada yang abadi di dunia ini. Hanya Allah SWT yang abadi. Semuanya titipan Allah. Segala yang dimiliki terlalu mudah untuk lepas dari genggaman. Cepat atau lambat, orang-orang yang dicintai, harta kekayaan, dan segala yang dimiliki akan berkurang atau hilang.

 

Siapa yang sangka. Tiba-tiba salah satu anggota keluarga yang kita hilang kontak dan meninggal dunia. Apalagi pangkat dan jabatan yang disandang, terlalu mudah untuk hilang. Itulah misteri hidup dan dapat menimpa siapa saja. Manusia hanya dapat membatin, “mengapa terlalu cepat mereka pergi?”. Itulah hidup di dunia. Tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan. Ujian dan cobaan bisa datang silih berganti tanpa mengenal waktu.

 

Jadi, memang  tidak ada yang abadi di dunia ini. Semuanya titipan Allah. Termasuk anak, istri, suami. Begitu pula harta, pangkat dan jabatan. Sekadar titipan sekaligus amanah untuk kita.

 


Seperti Afwan, sang pilot Sriwijaya Air SJ 182, membuat status WA terakhir seperti gambar ini. “Setinggi apapun aku terbang tidak akan mencapai surga, bila tidak sholat lima waktu". Seperti ada sinyal pada diriya sebelum hilang kontak.

 

Lain lagi dengan Rachmawati, perempuan 35th asal Mempawah Kalbar. Sabtu siang itu, ia sudah bersiap menuju bandara dan hendak terbang ke Pontianak. Tiket Sriwijaya Air SJ-182 pun sudah dipesan. Hanya saja, hasil tes PCR-Swabnya telat keluar. Rachmawati pasrah. Ia memilih membatalkan keberangkatan, dan memesan tiket maskapai lain untuk terbang pada hari Minggu kemarin. Gara-gara hasil PCR-nya telat keluar, ia terhindar dari tragedi itu.

 

Hidup memang penuh warna-warni, Ada suka, ada duka. Ada tawa, ada tangis. Tidak satu pun manusia di dunia ini yang merasa bahagia melulu tanpa sedih. Begitu juga sebaliknya. Karena semua sudah menjadi hukum Allah. Dan setiap manusia sudah punya episode kehidupan yang telah digariskan-Nya. Jadi apapun, bukan terletak pada masalahnya. Tapi soal sikap kita terhadap masalah. Tragedi Sriwijaya Air bisa jadi masalah bagi penumpangnya. Tapi memjadi puji syukur bagi penumpang yang tidak jadi berangkat saat itu. Begitulah kehidupan...

 

Hikmahnya, “apa yang menjadi jatah kita pasti Allah berikan. Tapi apa yang memang bukan jatah kita, Allah pasti tidak akan berikan”. Meski kita mati-matian memperjuangkannya, percayalah ia tidak akan bisa dimiliki jika memang bukan jatah kita.

 

Maka, tetaplah selalu mengingat kematian. Agar kita tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Selalu gembira untuk menebar kebaikan, sambil memperbaiki diri dari waktu ke waktu."Biar kita kehilangan sesuatu karena Allah, asal kita tidak kehilangan Allah karena sesuatu"… Salam literasi #TBMLenteraPustaka #LiterasiMusibah #TamanBacaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar