Tentu, ada duka yang mendalam bagi keluarga 62 orang korban musibah hilang kontaknya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu. Isak tangis, sedih, emosi, dan trauma menjadi lumrah. Keluarga pasti sulit menerima kenyataan ini. Kita patut bersimpati dan ikut berduka atas musibah yang menimpa Sriwijaya Air.
Esok, dan mungkin seterusnya. Berapa
banyak rumah yang tidak ada lagi canda tawa anak-anak mereka. Berapa banyak
rumah kosong yang pemiliknya tidak kembali lagi. Berapa banyak keluarga yang
berduka, menangis karena saudara atau anaknya tidak lagi hadir di tengah-tengah
mereka. Inilah masa-masa sulit bagi keluarga korban SJ 182. Sungguh sulit, buat
siapapun yang mengalaminya.
Lalu, apa hikmah musibah Sriwijaya
Aiar?
Hikmahnya, sungguh tidak ada yang
abadi di dunia ini. Hanya Allah SWT yang abadi. Semuanya titipan Allah. Segala
yang dimiliki terlalu mudah untuk lepas dari genggaman. Cepat atau lambat,
orang-orang yang dicintai, harta kekayaan, dan segala yang dimiliki akan
berkurang atau hilang.
Siapa yang sangka. Tiba-tiba salah
satu anggota keluarga yang kita hilang kontak dan meninggal dunia. Apalagi
pangkat dan jabatan yang disandang, terlalu mudah untuk hilang. Itulah misteri
hidup dan dapat menimpa siapa saja. Manusia
hanya dapat membatin, “mengapa terlalu cepat mereka pergi?”. Itulah hidup di
dunia. Tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan. Ujian dan cobaan bisa
datang silih berganti tanpa mengenal waktu.
Jadi, memang tidak ada yang abadi
di dunia ini. Semuanya titipan Allah. Termasuk anak, istri, suami. Begitu pula
harta, pangkat dan jabatan. Sekadar titipan sekaligus amanah untuk kita.
Seperti Afwan, sang pilot Sriwijaya Air SJ 182,
membuat status WA terakhir seperti gambar ini. “Setinggi apapun aku terbang tidak
akan mencapai surga, bila tidak sholat lima waktu". Seperti ada sinyal pada diriya
sebelum hilang kontak.
Lain lagi dengan Rachmawati,
perempuan 35th asal Mempawah Kalbar. Sabtu siang itu, ia sudah bersiap menuju
bandara dan hendak terbang ke Pontianak. Tiket Sriwijaya Air SJ-182 pun sudah
dipesan. Hanya saja, hasil tes PCR-Swabnya telat keluar. Rachmawati pasrah. Ia
memilih membatalkan keberangkatan, dan memesan tiket maskapai lain untuk
terbang pada hari Minggu kemarin. Gara-gara hasil PCR-nya telat keluar, ia
terhindar dari tragedi itu.
Hidup memang penuh
warna-warni, Ada suka, ada duka. Ada tawa, ada tangis. Tidak satu pun manusia
di dunia ini yang merasa bahagia melulu tanpa sedih. Begitu juga sebaliknya.
Karena semua sudah menjadi hukum Allah. Dan setiap manusia sudah punya episode
kehidupan yang telah digariskan-Nya. Jadi apapun, bukan terletak pada
masalahnya. Tapi soal sikap kita terhadap masalah. Tragedi Sriwijaya Air bisa
jadi masalah bagi penumpangnya. Tapi memjadi puji syukur bagi penumpang yang
tidak jadi berangkat saat itu. Begitulah kehidupan...
Hikmahnya, “apa yang
menjadi jatah kita pasti Allah berikan. Tapi apa yang memang bukan jatah kita,
Allah pasti tidak akan berikan”. Meski kita mati-matian memperjuangkannya, percayalah
ia tidak akan bisa dimiliki jika memang bukan jatah kita.
Maka, tetaplah selalu
mengingat kematian. Agar kita tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Selalu gembira
untuk menebar kebaikan, sambil memperbaiki diri dari waktu ke waktu."Biar
kita kehilangan sesuatu karena Allah, asal kita tidak kehilangan Allah karena sesuatu"…
Salam literasi #TBMLenteraPustaka #LiterasiMusibah #TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar