Siapapun, selagi masih ada di dunia memang harus berjuang. Berjuang untuk menggapai ridho-Nya sekaligus “berteman dengan hari akhir”. Maka perjuangan bahkan pengorbanan jadi hal yang pasti melekat dalam kehidupan seseorang. Tidak ada ikhtiar yang digapai dengan mudah, Apalagi mimpi atau cita-cita. Termasuk tegaknya tradisi baca dan budaya literasi, di mana pun, butuh perjuangan. Semua butuh perjuangan. Bahkan tidak jarang harus berkorban untuk mewujudkannya. Agar tidak menyerah di tengah jalan.
Seperti
Nabi Muhammad SAW. Betapa hebatnya perjuangan beliau saat menyebarkan agama
Islam. Tidak pernah menyerah, dicemooh, dimusuhi, bahkan segudang rintangan
tetap dihadapinya. Kenapa? Karena beliau percaya, apa yang dilakukannya kelak
akan memberikan manfaat untuk umatnya. Jadi, perjuangan itu memang pilihan
dengan segaka konsekuensinya. Tentu.
Sementara
di luar sana. Tidak sedikit orang yang hanya mengeluh dalam hidup. Nestapa dan merasa
jadi “korban”. Apa saja dikeluhkan. Hingga lupa untuk bersyukur. Bahwa apa yang
ada dan diperoleh hari ini pun, “buah” dari perjuangannya.
Bergerak di literasi adalah perjuangan.
Membaca itu berjuang. Menulis itu berjuang. Bahkan
mengelola taman bacaan pun jelas suatu perjuangan. Berjuang untuk memberi akses
bacaan kepada anak-anak. Berjuang untuk berantas buat aksara, pun berjuang agar
jangan ada anak putus sekolah.
Berjuang untuk literasi adalah bagian perjalanan
hidup. Dan belum tentu banyak orang bisa mengalaminya. Menebar kebaikan kecil
dengan cara sederhana. Asal dilakukan, bukan hanya diomongin atau didiskusikan.
Ketika literasi itu mudah muncul, kapanpun dan dimanapun. Maka ujungnya, hanya
tinggal dijalani dan dilakukan. Itu sudah lebih dari cukup.
Ibarat menonton film. Kadang, daya tarik film itu
bukan berasal dari pemainnya. Bukan pula dari tempat shootingnya. Tapi film itu
berkesan justru dari “cerita perjuangannya”. Cerita orang-orang kalah yang
akhirnya menang, cerita pahit yang berakhir manis. Itulah perjuangan.
Perjuangan itu bisa pahit bisa manis. Persis seperti
anak sekolah. Ada pelajaran yang sudah
ada pelajaran gampang. Karena itu semua
proses dalam berjuang. Tapi yang paling penting adalah apapun keadaannya harus
dihadapi. Berani berhadapan dengan realitas, tetap tegak berjuang dalam kondisi
apapun.
Pejuang literasi, pernggerak literasi dan penggiat
literasi. Semua tentang literasi itu perjuangan. Untuk mengubah keadaan menjadi
lebih baik. Untuk menebar kebaikan yang tidak banyak orang mau melakukannya.
Maka
pesan penting, berjuang untuk literasi. Adalah harus punya “daya tahan” saat menghadapi
impitan persoalan dan tekanan yang bertubi-tubi. Dari segala penjuru dari
segala arah. Pekuang literasi, tentunya tidak boleh kompromi dengan gangguan apalagi
cibiran. Agar budaya literasi tetap tegak, tetap bertahan. Untuk terus berteriak lantang menyuarakan pentingnya
tradisi baca dan budaya kebaikan. Sebut saja, literasi yang tidak mudah
menyerah.
Sungguh
untuk siapapun. Berjuang untuk literasi tidak ada kesendirian. Apalagi bila
Allah SWT telah risho. Karena kesendirian
itu hanya di mata manusia. Tapi Allah selalu hadir dan mendamping pejuang
literasi. "Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama dengan orang-orang
yang berbuat baik."
Percayalah,
Allah menghibur siapa pun yang menebarkan kebaikan bagi makhluk-Nya. Termasuk
untuk tradisi baca dan budaya literasi. Maka ubah niat baik jadi aksi nyata.
Berkontirbusi dan berkiprah di taman bacaaan sekalipun. "Hai orang-orang
yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu." (Muhammad:7)
Dan
Allah, tidak pernah mengingkari janji-Nya. Salam literasi #TBMLenteraPustaka
#TamanBacaan #PejuangLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar