Rabu, 16 Desember 2020

LITERASI ITU PERJUANGAN

Siapapun, selagi masih ada di dunia memang harus berjuang. Berjuang untuk menggapai ridho-Nya sekaligus “berteman dengan hari akhir”. Maka perjuangan bahkan pengorbanan jadi hal yang pasti melekat dalam kehidupan seseorang. Tidak ada ikhtiar yang digapai dengan mudah, Apalagi mimpi atau cita-cita. Termasuk tegaknya tradisi baca dan budaya literasi, di mana pun, butuh perjuangan. Semua butuh perjuangan. Bahkan tidak jarang harus berkorban untuk mewujudkannya. Agar tidak menyerah di tengah jalan.

 

Seperti Nabi Muhammad SAW. Betapa hebatnya perjuangan beliau saat menyebarkan agama Islam. Tidak pernah menyerah, dicemooh, dimusuhi, bahkan segudang rintangan tetap dihadapinya. Kenapa? Karena beliau percaya, apa yang dilakukannya kelak akan memberikan manfaat untuk umatnya. Jadi, perjuangan itu memang pilihan dengan segaka konsekuensinya. Tentu.

 

Sementara di luar sana. Tidak sedikit orang yang hanya mengeluh dalam hidup. Nestapa dan merasa jadi “korban”. Apa saja dikeluhkan. Hingga lupa untuk bersyukur. Bahwa apa yang ada dan diperoleh hari ini pun, “buah” dari perjuangannya.

 

Bergerak di literasi adalah perjuangan.

Membaca itu berjuang. Menulis itu berjuang. Bahkan mengelola taman bacaan pun jelas suatu perjuangan. Berjuang untuk memberi akses bacaan kepada anak-anak. Berjuang untuk berantas buat aksara, pun berjuang agar jangan ada anak putus sekolah.

 

Berjuang untuk literasi adalah bagian perjalanan hidup. Dan belum tentu banyak orang bisa mengalaminya. Menebar kebaikan kecil dengan cara sederhana. Asal dilakukan, bukan hanya diomongin atau didiskusikan. Ketika literasi itu mudah muncul, kapanpun dan dimanapun. Maka ujungnya, hanya tinggal dijalani dan dilakukan. Itu sudah lebih dari cukup.

 

Ibarat menonton film. Kadang, daya tarik film itu bukan berasal dari pemainnya. Bukan pula dari tempat shootingnya. Tapi film itu berkesan justru dari “cerita perjuangannya”. Cerita orang-orang kalah yang akhirnya menang, cerita pahit yang berakhir manis. Itulah perjuangan.

 


Perjuangan itu bisa pahit bisa manis. Persis seperti anak sekolah.  Ada pelajaran yang sudah ada pelajaran gampang.  Karena itu semua proses dalam berjuang. Tapi yang paling penting adalah apapun keadaannya harus dihadapi. Berani berhadapan dengan realitas, tetap tegak berjuang dalam kondisi apapun.

 

Pejuang literasi, pernggerak literasi dan penggiat literasi. Semua tentang literasi itu perjuangan. Untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Untuk menebar kebaikan yang tidak banyak orang mau melakukannya.

 

Maka pesan penting, berjuang untuk literasi. Adalah harus punya “daya tahan” saat menghadapi impitan persoalan dan tekanan yang bertubi-tubi. Dari segala penjuru dari segala arah. Pekuang literasi, tentunya tidak boleh kompromi dengan gangguan apalagi cibiran. Agar budaya literasi tetap tegak, tetap bertahan.  Untuk terus berteriak lantang menyuarakan pentingnya tradisi baca dan budaya kebaikan. Sebut saja, literasi yang tidak mudah menyerah.

 

Sungguh untuk siapapun. Berjuang untuk literasi tidak ada kesendirian. Apalagi bila Allah SWT telah risho.  Karena kesendirian itu hanya di mata manusia. Tapi Allah selalu hadir dan mendamping pejuang literasi. "Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama dengan orang-orang yang berbuat baik."

 

Percayalah, Allah menghibur siapa pun yang menebarkan kebaikan bagi makhluk-Nya. Termasuk untuk tradisi baca dan budaya literasi.  Maka ubah niat baik jadi aksi nyata. Berkontirbusi dan berkiprah di taman bacaaan sekalipun. "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (Muhammad:7)

 

Dan Allah, tidak pernah mengingkari janji-Nya. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #PejuangLiterasi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar