UU Cipta Kerja sudah disahkan. Tapi faktanya, masih banyak pekerja yang tidak tahu apa itu uang pesangon? Apa pula uang pensiun? Lalu, bagaimana membedakan uang pesangon dan uang pensiun menurut UU Cipta Kerja? Mungkin, para pekerja terlalu sibuk dalam bekerja. Atau sibuk terhadap gaya hidupnya sendiri. Hingga lupa, suatu saat akan berhenti bekerja. Suatu saat akan pensiun dari pekerjaan. Cepat atau lambat, pasti berhenti bekerja.
Lalu,
kapan seorang pekerja akan mendapat uang pesangon? Kapan pula uang pensiun?
UU Cipta Kerja
klaster ketenagakerjaan, Pasal 156 ayat (1) dinyatakan “Dalam hal terjadi
pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima”. Sampai di sini, yang ditegaskan kata “uang pesangon” bukan “uang
pensiun” ya. Paham?
Itu berarti, saat terjadi
pemutusan hubungan kerja (PHK) maka pengusaha wajib membayar a) uang pesangon (ayat
2 Pasal 156 UU Cipta Kerja), b) uang penghargaan masa kerja (UPMK) (ayat 3), dan
c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti tahunan dan biaya ongkos pekerja
(ayat 4). Sampai di sini pun, masih
disebut “uang pesangon” bukan “uang pensiun”.
Lalu, kapan uang pensiun
diperoleh?
Nah
patut disimak, pada UU Cipta Kerja Pasal 154A disebutkan pemutusan hubungan kerja
(PHK) dapat dilakukan pengusaha atau pemberi kerja atas 14 alasan,
yaitu: 1) penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan, 2) efisiensi, 3) tutup akibat kerugian,
4) tutup akibat force majeur, 5) ada kewajiban pembayaran utang,
6) pailit, 7) melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh, 8) pekerja/buruh
mengundurkan diri atas kemauan sendiri, 9) pekerja/buruh mangkir, 10) pekerja/buruh
melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, 11) pekerja/buruh ditahan
pihak yang berwajib, 12) pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat
akibat kecelakaan kerja, 13) pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
14) pekerja/buruh meninggal dunia. Alasan-alasan tersebut, boleh disebut sebah
terjadinya PHK.
Dengan demikian, uang
pesangon dapat diartikan “uang yang diberikan sebagai bekal kepada pekerja
saat diberhentikan dari pekerjaan atas alasan apapun, termasuk salah satunya
akibat memasuki usia pensiun”. Sedangkan uang pensiun berarti uang yang
diterima pekerja karena masa
tugasnya/kerjanya sudah selesai atau uang tunjangan yang diterima
tiap-tiap bulan oleh pekerja sesudah ia berhenti bekerja”. Jadi bolehlah
dikatakan, uang pesangon diberikan saat pekerja diberhentikan dari pekerjaan
atas sebab alasan apapun. Sedangkan uang pensiun diberikan sebagai hak pekerja karena
masa tigas berakhir dan dikaitkan dengan pencapaian usia pensiun. Dan pensiun
adalah salah satu sebab terjadinya pemutusan hubungan kerja akibat memasuki
usia pensiun.
Hakikatnya,
tentu syarat, mekanisme, dan kompensasi
PHK akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) sesuai amanat Pasal 156 ayat
(5) UU Cipta Kerja, “Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah”. Maka sambil menunggu PP sebagai aturan turunan UU Cipta
Kerja, bagaimana perhitungan uang pesangon atau uang pensiun versi UU Cipta Kerja?
Bila mengacu pada
besaran uang pesangon (pasal 156 ayat 2), uang penghargaan masa kerja (ayat 3),
dan uang penggantian hak (ayat 4) pada UU Cipta Kerja tentu uang pesangon atau
pensiun dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Misal
seorang pekerja swasta. Sebut saja Si Kuple memiliki masa kerja 10 tahun dan
upah terakhirnya Rp. 15 juta. Maka saat pensiun menurut UU Cipta Kerja uang
pensiun atau kompensasi pesangon yang diperoleh terdiri dari:
- UP =
9 kali upah X Rp. 15 juta = 135 juta
- UPMK
= 4 kali upah X Rp. 15 juta = 60 juta
- UPH
= 1 (anggap belum diambil) X Rp. 15 juta = 15 juta
Maka,
uang pensiun atau uang pesangon yang diterima adalah Rp. 210 juta. Bagaimana
dengan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan)? Silakan saja dipikirkan, apakah
pekerja yang pensiun perlu mendapat JKP?
Apakah cukup sampai di situ?
Tentu belum. Karena dalam hal
pembayarannya pun ada mekanisme yang mengaturnya. Dalam PP No. 68/2009 tentang Tarif Pajak
Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus ada aturan mainnya. Intinya, tarif pajak uang pesangon dan uang
pensiun berbeda.
Tarif Pajak Uang
Pesangon (Pasal 4 – PP 68/2009) |
Tarif Pajak Uang Pensiun (Pasal 5 – PP 68/2009) |
||
Jumlah Uang |
Tarif Pajak |
Jumlah Uang |
Tarif Pajak |
< 50 juta |
0% |
< 50 juta |
0% |
50 s.d 100
juta |
5% |
> 50 juta |
5% |
Di atas 100
juta s.d 500 juta |
15% |
|
|
> 500 juta |
25% |
||
Mengacu pada tarif
pajak ini, maka ilustrasi Si Kuple pun menjadi berbeda jumlah uang yang
diterimanya dengan rincinan sebagai berikut: |
|||
Pajak uang pesangon adalah: 15% X Rp. 210 juta = Rp. 31,5 juta Maka, uang pesangon yang diterima setelah potong
pajak menjadi: Rp, 178,5 juta |
Pajak uang pensiun (dari dana pensiun) adalah: -
0%
untuk 50 juta pertama -
5%
X Rp. 160 juta = Rp. 8 juta Maka, uang pensiuan yang diterima setelah potong
pajak menjadi: Rp, 202 juta |
||
Uang
Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi
pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak. |
Uang
Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan
kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi
Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan. |
Maka jelas, uang pesangon dan uang
pensiun berbeda. Baik syarat, mekanisme dan besarannya terutama berkaitan
dengan tarif pajak. Oleh karena itu, soal uang pesangon maupun uang pensiun
memiliki 2 (dua) isu penting, yaitu: 1) perlunya pendanaan sejak dini agar
tersedia saat dibutuhkan dan 2) pendanaan diserahkan lembaga dana pensiun yang
memang kompeten dalam mengelolanya.
Jadi soal uang pesangon dan uang pensiun,
bukan hanya soal regulasi seperti diatur dalam UU Cipta kerja. Tapi soal
pendanaan yang harus dilakukan dan kepatuhan dalam implementasi peraturan yang
berlaku. Karena faktanya, saat ini hanya 7% pengusaha atau pemberi
kerja yang patuh memberikan uang pesangon sesuai ketentuan yang berlaku. Jadi,
apa masalahnya? #UUCiptaKerja
#PesangonPekerja #EdukasiDanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar