Jelang Hari Aksara Internasional 2020, crew CNN TV Indonesia melakukan liputan ke Taman Bacaan Masyaralat (TBM) Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak Bogor, Setelah menempuh perjalanan 1,5 jam dari Jakarta, CNN TV tiba untuk menengok kisah geliat baca dan melek huruf anak-anak kampung yang terancam putus sekolah dan ibu-ibu buta huruf. Mereka yang berjuang untuk tetap bertahan membaca di tengah gempuran era digital dan terbebas dari belenggu buta aksara. Tentu, dengan menerapkan protokol kesehatan di tengah wabah Covid-19.
Masih adakah geliat
baca dan melek huruf?
Nyata dan
terbukti di TBM Lentera Pustaka. Sekalipun di tenga wabah Covid-19 dan saat
sekolah-sekolah masih “belajar dari rumah”, justru taman bacaan di Kaki Gunung Salak Bogor menjadi pilihan 60 anak-anak
usia sekolah untuk belajar sekaligus membaca 3 kali seminggu. Beragam buku
pengetahuan, ensiklopedia, komik, cerita rakyat, sejarah, dan akhlak menjadi
santapan anak-anak yang terancam putus sekolah akibat kondisi ekonomi dan
berasal dari kelaurga prasjehatera ini. Tidak hanya itu, sekitar 12 ibu-ibu
buta huruf yang tergabung dalam GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) pun
secara rutin seminggu 2 kali belajar baca-tulis. Agar terbeas dari belenggu buat
aksara.
Maka pada Minggu, 6 September 2020, crew CNN
Indonesia TV menengok secara langsung aktivitas geliat baca dan melek huruf di TBM
Lentera Pustaka. Meliput aktivitas anak-anak kampung yang sedang membaca di
taman bacaan, bertanya kepada orang tua yang menemani anaknya saat membaca, meng-cover
suasana dan antusiasme anak-anak membaca dan ibu-ibu yang belajar baca dan
tulis. Termasuk mewawancarai Zahwa (kelas IV SD) dan Nazriel (lkelas V SD)
tentang pengalaman membaca di taman bacaan, mewawancari Ibu Eusi yang menemani
anak membaca dan Ibu Arniati yang menjadi warga belajar buta huruf.
Saat diwawancarai crew CNN Indonesia TV,
Syarifudin Yunus selaku Pendiri & Kepala Program TBM Lentera Pustaka
menegaskan pentingnya memelihata tradisi membaca buku di kalangan anak-anak di tengah
godaan era digital. Agar anak-anak terbiasa dengan buku bacaan dan mampu
membentuk karakter yang berbasis kearifan lokal wilayahnya. Ibu-ibu buta huruf
pun harus dibantu dan dibimbing dengan sepenuh hati. Agar terbebas dari buta
aksara di zaman yang kayanya supermodern seperti sekarang.
“Kegiatan membaca buku dan melek huruf di
TBM Lentera Pustaka sudah berjalan 3 tahun ini. Saya pun setiap week end datang
khusus dari Jakarta untuk menemani anak-anak membaca di Minggu pagi dan
mengajar ibu-ibu buta huruf di Minggu siang. Maka aktivitas literasi harus
dilakukan dengan sepenuh hati dan konsisten. Ini semua saya lakukan sebagai
warisan untuk umat, agar masyarakat di Desa Sukaluyu ini lebih berdaya” ujar
Syarifudin Yunus saat diwawancarai CNN TV.
Crew CNN TV pun menyaksikan langsung, sekitar
60 anak pembaca aktif datang ke TBM Lentera Pustaka dengan memakai masker dan
duduk berjarak. Sambil membaca buku dan memegang celengan kaleng sebagai bagian
literasi finansial. Karena memang setiap hari Minggu, anak-anak TBM Lentera
Pustaka diajarkan untuk menabung. Selain terviasa menjalakan “ritual” senam
literasi, salam literasi, dan doa lietrasi, anak-anak TBM Lentera Pustaka pun
dibiasaka membaca secara bersuara atau membaca nyaring. Untuk melatihvokal dan
konsentrasi saat membaca.
Berbekal koleksi lebih dari 3.800 buku
bacaan dan menerapkan model “TBM Edutainment”, TBM Lentera Pustaka hadir di Desa
Sukaluyu sejak tiga tahun lalu untuk menekan angka putus sekolah. Karena
faktanya di wilayah ini, 81% tingkat pendidikan masyarakatnya sebatas SD dan 9%
SMP. Maka cara yang dipilih agar tidak ada anak putus sekolah harus mengubah
mind set atau cara pandangnya melalui buku bacaan, sekaligus membangun
kesadaran orang tua akan pentingnya sekolah atau pendidikan. Dan alhamdulillah
hingga kini, tidak ada anak-anak TBM Lentera Pustaka yang putus sekolah.
“Tjuan besar saya adalah jangan ada lagi
anak putus sekolah. Maka untuk tetap sekolah, saya memilih mengubah mind set anak
melalui buku-buku bacaan. Itulah alasan berdirinya TBM Lentera Pustaka. Karena
putus sekolah adalah sumber kemiskinan, kebodohan, bahkan narkoba dan
pernikahan dini” tamabh Syarifudin Yunus yang juga kandidat doctor taman bacaan
dari S3 Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak.
Karena itu, Syarifudin Yunus menyampaikan
harapan agar pemerintah daerah memberi perhatian yang lebih besar atas keberadaan
dan eksistensi taman bacaan. Pendidikan itu bukan hanya formal saja di sekolah.
Tapi ada pendidikan masyarakat yang sifatnya informal dan nonformal seperti
taman bacaan. Maka pemerintah harus peduli, siapapun harus peduli kepada taman
bacaan. Caranya pedulinya adalah temani dan perhatikan aktivitas di taman
bacaan. Karena taman bacaan memang bukan “panggung’ untuk mencari popularitas.
Maka liputan
CNN TV ke TBM Lentera Pustaka dalam rangka Hari Aksara Internasioanl tahun 2020
pun pautu diacungi jempil. Sebagai wujud kepedulian media tellevisi dalam
mengangkat realitas dan problematika geliat baca dan melek huruf yangterjadi di
masyarakat Indonesia, yang selama ini tidak terperhatikan.
Karena sungguh, huruf A dan kata-kata
indah sama sekali tidak bermakna. Ketika masih ada anak-anak yang terancam
putus sekolah dan ibu-ibu yang masih buta huruf. Salam Aksara ! #TBMLenteraPustaka
#GeberBura #TamanBacaan #BudayaLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar