Jumat, 24 Juli 2020

Mengenang Sapardi Djoko Damono (SDD), Jangan Terkecoh Makna

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana …

 

Sapardi Djoko Damono (SDD) telah pergi 19 Juli 2020 lalu, di usia 80 tahun. Kepergiannya menjadi trending topik sekaligus menjadi “mendung di bulan Juli” bagi para pecintanya di dunia sastra. Sebagai penghormatan kepada beliau, Ikatan Alumni Bahasa dan Sastra Indonesia (IKA BINDO) FBS UNJ menggelar diskusi daring ke-3 bertajuk "Mengenang SDD" melalui zoom video conference (24/07/20). Tampil sebagai narasumber: 1) Zen Hae (Penyair – Bindo 88) dan 2) Gilang Saputro (Pengkaji Sastra – Bindo 05), Madin Tyasawan (Bindo 85) sebagai pembaca karya SDD dan Syarifudin Yunus (Ketua IKA BINDO – 89) sebagai moderator. Acara ini diikuti 26 peserta, baik kalangan sastrawan seperti Nirwan Dewanto, guru, dosen, dan pemerhati sastra.

 

Zen Hae mengupas tentang karya-karya SDD. Bahwa karya-karya SDD tidak sesedrhana kata-kata yang digunakan. Tampak luar yang mengecoh itulah yang menjadikan karya SDD memberi kenikmatan ber-prosa. SDD telah berhasil mengenalkan prinsip “melingkar” dalam puisi-puisinya. Benda-benda yang dianggap mampu berbicara dalam puisinya menjadi ciri penciptaan baru dalam Sastra Indonesia Modern. Maka pantas, karya-karya SDD bisa disebut sebagai “karya yang belum ada namanya” akaibat nalar prosa yang terkesan surealis. Banyak penikmat SDD yang terkecoh dari sisi makna.

 

Sementara Gilang Saputro menyoroti sosok SDD yang dapat dilihat dari 3 unsur yaitu 1) sebagai intelektiual, 2) sebagai penyair, dan 3) sebagai mitor. Untuk itu, penikmat karya SDD seharusnya dapat “menunda makna” dari karya-karyanya. Ada campur aduk rasa dalam membaca karya-karya SDD.

 

Sementara Nirwan Dewanto pun memberi komentar bahwa SDD selalu berproses dalam mencari bentuk terbaik puisinya. Ada pengaruh Chairil Anwar di dalamnya dan mengemas dimensi filsafat ke dalam kata-katanya. Setidaknya, SDD telah berhasil merebut kata-kata dalam puisinya menjadi liriknya sendiri. Poin penting dari SDD adalah menjadikan kalimat sebagai unit paling dasar dalam puisi, bukan frase.

 

Maka, mengenang SDD berarti menjadikan SDD sebagai realitas sastra yang ada di bumi Indonesia. Terlepas dari mudah atau tidaknya memaknai setiap karya SDD, justru kian menegaskan eksistensi dan kepeloporan SDD di dunia sastra.

 

Sebagai wadah alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKA BINDO FBS UNJ bertekad untuk terus menggelar kegiatan diskusi seputar bahasa dan sastra Indonesia sebagai bagian dari “refreshment” keilmuan. Karena di tengah dinamika peradaban, ilmu dan pengetahuan terus mengalami metamorfose agar tidak perhan habis untuk dipelajari diperbarui. Maka IKA BINDO FBS UNJ mengajak para alumni bahasa dan sastra Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas dan kompetensinya melalui diskusi atau kajian secara reguler.

 

“Sebagai alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKA BINDO FBS UNJ akan lebih intensif  melakukan diskusi daring soal bahasa dan sastra. Sebagai ajang bertukar pikiran di antara pembelajar dan pemerhati bahasa dan sastra. Karena peradaban telah berubah, maka kita pun harus ber-adaptasi” ujar Syarifudin Yunus, Ketua IKA BINDO UNJ.

 

Rencananya, kepengurusan IKA BINDO FBS UNJ periode 2017-2021 akan berakhir. Beragam kegiatan yang dilakukan pun sekaligus untuk mengajak anggota muda-nya ikut mengurusi organisasi IKA BINDO. Sebagai bentuk regenerasi … Salam IKA BINDO #MengenangSDD #IKABINDO

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar