Literasi, sejatinya bukan hanya soal membaca, menulis, atau berhitung. Tapi literasi menyangkut kemampuan memahami dan memecahkan masalah sesuai dengan keahliannya. Maka, literasi adalah cara bersikap. Sikap itulah yang akhirnya membedakan orang literat dengan yang tidak literat.
Banyak
orang gagal dalam bersikap. Hanya peduli terhadap fakta. Lalu memperbesar
celotehan dan pikiran subjektifnya. Hingga gemar menyalahkan orang lain.
Menggiring pikiran subjektif. Sebuah arogansi individual. Mereka lupa, fakta itu
bisa terjadi pada siapapun. Tapi yang penting, bagaimana menyikapinya? Itulah
yang disebut “sikap lebih penting daripada fakta”.
Apalagi di masa Covid-19 begini. Ternyata makin banyak orang yang “kehilangan”
sikap. Katanya sehat itu penting tapi perilakunya melalaikan protokol kesehatan.
Katanya jaga jarak, tapi nyatanya tetap berkerumun. Katanya tidak perlu keluar
rumah bila tidak perlu, nyatanya ngelayap kemana-mana.
Sikap jauh lebih penting daripada fakta.
Hari-hari sekarang emang makin banyak orang yang tidak bisa menerima
keadaan dirinya sendiri. Makin banyak media sosial, makin banyak orang galau. Ia kecewa pada dirinya sendiri. Lalu dilampiaskan
kepada banyak orang. Kerjanya menyalahkah atau cari kesalahan. Bahkan, hidup
dan dunianya sempit. Merasa punya banyak kekurangan. Sampai akhirnya, ia mulai
“bermimpi kosong”. Lalu, dalam hatinya bertanya, “mengapa aku tak bisa seperti
dia?”
Apa yang sebenarnya yang terjadi?
Yang terjadi, orang-orang itu bisa
dibilang tidak punya SIKAP. Orang yang tidak punya SIKAP adalah orang yang
“membenarkan” pikirannya sendiri. Tapi di saat yang sama “menyalahkan”
perilakunya. Agak lucu.
Memang, tidak banyak orang yang bisa menerima
keadaan dirinya. Ini bukan soal kurang atau lebih. Ini soal SIKAP. Tidak jarang
orang yang merasa “tidak lebih baik” dari segala yang sudah dia miliki. Lantas,
dia berpikir untuk “menjadi orang lain”. Di situlah, ia mulai berperilaku
seperti orang lain dan kemudian ia sadar dan menyalahkannya.
Nyata sudah, banyak dari kita yang sudah
“kehilangan” SIKAP.
Jadi, saat ini penting
kita mempersoalkan SIKAP kita sendiri. Sikap menghargai diri sendiri, sikap
optimis, bahkan sikap percaya diri. SIKAP pula yang menentukan cara kita dalam
menerima kegagalan atau kekecewaan. Maka bila kita ingin dihargai orang lain,
maka kita harus menghargai diri kita sendiri? Dan itu ada di SIKAP.
Menurut saya, SIKAP itu jauh lebih penting daripada FAKTA.
Banyak orang yang faktanya pintar,
tapi sikapnya tidak. Fakta, sekolahnya tinggi tapi sikapnya tidak. SIKAP kita
hari ini lebih penting dari masa lalu kita. Bahkan SIKAP jauh lebih penting
daripada pendidikan, uang, pangkat, harta, keberhasilan, kegagalan, kekecewaan
atau penilaian orang lain sekalipun. Hancur atau tidaknya hidup manusia,
sungguh bersumber dari SIKAP-nya. Ingat kita tidak bisa mengubah masa lalu,
tidak pula bisa mengubah fakta. Bahkan kita tidak akan mampu mengubah orang
lain. Tapi satu yang pasti bisa kita ubah, hanya SIKAP.
Kenapa penting bersikap dalalm hidup? Ini 5 (lima) alasan pentingnya bersikap:
1. Sikap itu cermin kualitas diri dan jadi pemicu untuk memperbaiki diri
2. Sikap itu sumber motivasi untuk tetap focus pada tujuan
3. Sikap itu lebih membahagiakan diri sendiri dan menyingkirkan omongan orang lain
4. Sikap itu menambah percaya diri untuk terus bergerak
5. Sikap itu menyehatkan pikiran dan perasaan hingga mampu bertindak positif
Misalnya saja, kita bilang teks bacaan ini terlalu
kecil. Hurufnya tidak normal. Terlihat buram Agak sulit dibaca. Kita tidak
sadar bahwa mungkin mata kita yang sudah tidak normal. Maklum faktor usia, mata
sudah plus. Setelah kita pakai kaca mata plus, ternyata teks ini terbaca dengan
jelas. Kita kira bacaannya yang rusak, ternyata mata kita yang sudah rusak.
Jadi, sikap kita yang harus diubah.
Sikap ibarat kaca mata. Terasa gelap bila pakai
kaca mata hitam. Terasa terang bila pakai kaca mata bening. Itulah sikap,
terserah kita mau memilih sikap yang seperti apa? Sikap positif atau sikap
negatif ...?? Tapi ingat, kita jangan mau memakai kaca mata tanpa mau
membelinya. Kaca mata juga ada harganya. Harga kaca mata yang harus dibayar
itulah “kemauan” kita. Ada atau tidak kemauan kita untuk mengubah sikap ?
Karena banyak orang yang ingin hidup lebih baik, tetapi tidak punya
"kemauan" untuk berubah menjadi lebih baik. Uhh...berat !!
Yuk, mendingan perbaiki lagi sikap kita. Daripada
mencari kesalahan orang lain. Mungkin kemarin ada yang salah dari sikap kita.
Ingat, sikap kitalah yang bisa “membaikkan” atau “menghancurkan”. Kita pasti
punya potensi, punya keberanian, punya kemauan untuk mengubah atau setidaknya
meninjau ulang SIKAP kita. Sikap kita di hari ini dan esok ... !
Jadi, literasi itu soal cara bersikap.
Memperbaiki sikap bukan hanya bertumpu pada fakta. Karena hidup kita, hanya 10%
tergantung pada apa yang terjadi dan 90% tergantung pada cara kita
menyikapinya. Kitalah yang menentukan SIKAP kita .... Terus mau tunggu apa
lagi?
Mulailah bersikap, agar tidak terengap-engap
… #TamanBacaan #BudayaLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar