Minggu, 05 Juli 2020

Jalan Terjal Membangun Minat Baca Anak Di Kaki Gunung Salak

Mengubah perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi “dekat” dengan buku tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bukan hanya tekad kuat, keberanian, dan komitmen. Tapi jauh lebih dari itu, sungguh butuh kesabaran dan kemampuan khusus untuk meyakinkan masyarakat dan anak-anak untuk mau membaca secara rutin. Apalagi anak-anak yang ada di kampung seperti di Kampung Warung Loas Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kagi Gunung Salak Bogor. Membangun tradisi baca dan budaya literasi, sungguh tidak semudah yang diseminarkan atau didiskusikan banyak orang.

 

Perjuangan tidak kenal lelah dalam menebar virus membaca, itulah yang dilakukan Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Pria berusia 50 tahun yang berprofesi Dosen Unindra ini, sejak 5 November 2017, telah mengubah anak-anak kampung yang semula polos, pemalu dan cenderung sulit berinteraksi dengan orang “dari luar”. Kini berubah menjadi anak-anak yang terbiasa membaca rutin 3 kali seminggu. Bahkan bisa “menghabiskan” 5-8 buku per minggu per anak Sebuah perilaku dan budaya anak-anak yang tadinya “jauh” dari buku, kini menjadi lebih “dekat” pada buku dalam kesehariannya.

 

Tekad pria kandidat doktor Manajemen Pendidikan Unpak Bogor ini sederhana. Melalui baca dan buku, dianggap mampu menekan angka putus sekolah. Karena anak-anak di Desa Sukaluyu, 81% tingkat pendidikannya hanya SD dan 9% SMP. Itu berarti, angka putus sekolah masih sangat tinggi. Mungkin karena persoalan ekonomi.

 

Berangkat dari tekad menekan angka putus sekolah dan membangun tradisi baca itulah, Syarif begitu panggilannya, lalu mengubah “garasi rumah” menjadi rak-rak buku sebagai cikal bakal berdirinya TBM Lentera Pustaka. Dengan modal seadanya, mulailah disiapkan taman bacaan. Tanpa disangka, bantuan rekan-rekan yang peduli pun mengalir. Mulai dari donasi buku bacaan, bantuan dana untuk fasilitas taman bacaan, hingga perlengkapan taman bacaan. Tanggal 5 November 2017 pun TBM Lentera Pustaka berdiri dan menjadi satu-satunya taman bacaan resmi di Kec. Tamansari Kab. Bogor.

 

Awal berdiri, hanya 18 anak yang mau bergabung untuk membaca tiap Rabu-Jumat-Minggu. Buku yang tersedia pun hanya 700 buku bacaan. Dan hari ini, TBM Lentera Pustaka telah memiliki 5o anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu dengan koleksi buku lebih dari 3.400 buku. Dan kini, anak-anak yang terancam putus sekolah pun berubah menjadi anak-anak yang giat membaca buku. Anak-anak yang “haus” buku bacaan baru.

 

“Saya berpikir sederhana. Buku dan bacaan diharapkan bisa mengubah mind set akan pentingnya sekolah dan belajar. Agar angka putus sekolah bisa ditekan. Karena saya tidak punya uang banyak untuk menyekolahkan mereka. Maka saya memilih menidirikan taman bacaan. Agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah, di samping membangun tradisi baca anak-anak” ujar Syarifudin Yunus yang kini dikenal sebagai salah satu pegiat literasi Indonesia.

 

Lebih dari itu, aparatur pemerintah daerah di manapun harus menaruh perhatian dan kepedulian terhadap gerakan literasi di wilayahnya. Bila tidak membantu secara material, semestinya aparat desa, kecamatan atau kabupaten/kota patut memberi dukungan dan mengimbau anak-anak usia sekolah untuk datang ke taman bacaan. Agar upaya membangun tradisi baca dan budaya literasi tidak “mati suri”.

 

Taman Bacaan Harus Asyik dan Menyenangkan

TBM Lentera Pustaka berawal dari garasi rumah. Bagi Syarifudin Yunus, taman bacaan hanyalah ikhtiar kecil untuk menghidupkan tradisi baca anak-anak usia sekolah; yang sebelumnya jauh dari akses bacaan. Berjuang dengan ikhlas sambil tetap membimbing anak-anak membaca. Tiap Rabu sore, Jumat sore, dan Minggu pagi, anak-anak dari 3 kampung kini terbiasa membaca buku secara gratis.

 

Sadar betul mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tidaklah mudah. Karena faktanya di Indonesia, banyak taman bacaan masyarakat yang “mati suri” akibat tiga hal; 1) buku ada anak tidak ada, 2) anak ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola TBM yang setengah hati, tidak fokus mengelola taman bacaan. Maka di benaknya, taman bacaan harus bisa menjadi arena yang asyik dan menyenangkan anak-anak.

 

Dari bekas garasi rumah yang kini berubah menjadi taman bacaan, Syarif pun menerapkan konsep “TBM Edutainment”, sebuah cara beda dalam mengelola taman bacaan masyarakat. Taman bacaan bukan hanya menjadi tempat membaca anak-anak. Tapi taman bacaan harus bisa menjadi “motor penggerak” aktivitas sosial dan kemasyarakatan. “TBM Edutainment”; sebuah model pengembangan taman bacaan masyarakat yang unik berbasis edukasi dan hiburan

 

Konsep “TBM-edutainment” inilah yang diterapkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Kaki Gn. Salak Bogor yang bertumpu pada aktivitas seperti: 1) salam literasi, 2) doa literasi, 3) senam literasi, 4) membaca secara bersuara, 5) laboratorium baca tiap hari Minggu, 6) event bulanan “tamu dari luar” untuk motivasi, dan 7) tersedia “jajajan kampung” gratis setiap bulan.

 

Bahkan kini, di TBM Lentera Pustaka tersedia fasilitas WiFi gratis tiap Sabtu dan Minggu, pelajaran komputer, dan kebun baca Lentera Pustaka sebagai sarana untuk membaca di ruang terbuka dan bercocok tanam. Dengan mengusung motto #BacaBukanMaen, TBM Lentera Pustaka terus berkomitmen dan konsisten dalam menegakkan tradisi baca dan budaya literasi masyarakat, khususnya di Desa Sukaluyu Kec. Tamanssarai Kab. Bogor.

 

“Konsep TBM-Edutainment saya gagas agar mampu menjadikan taman bacaan sebagai center dari edukasi dan entertainment untuk anak-anak. Hal ini sebagai penyesuaian terhadap era digital dan milenial.  Maka harus ada cara yang kreatif dan beda untuk menghidupkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak. Membaca harus asyik dan menyenangkan” tambah Syarifudin Yunus, alumni peraih UNJ Award 2017 ini.

 

Satu hal yang selalu diperjuangkan Syarifudin Yunus. Bahwa mengelola taman bacaan butuh kolaborasi dengan rekan-rekan yang peduli atau korporasi yang “concern” terhadap tradisi baca dan budaya literasi anak.  Agar kebutuhan pengadaan buku bacaan maupun operasional program taman baca bisa terbantu. Termasuk bekerja sama dengan relawan untuk membimbing anak-anak dalam membaca.

 

Maka ke depan, tradisi baca dan budaya literasi sudah pasti hanya bisa tegak bila didukung oleh banyak pihak; aparatur, masyarakat, kaum yang peduli atau relawan, donatur, dan korporasi. Semua pihak harus peduli tradisi baca dan budaya literasi. Karena kepedulian sosial bukanlah sekadar niat baik tapi harus diwujudkan dalam aksi nyata. Perilaku nyata untuk terjun langsung ke lapangan secara konsisten.

 

“Taman bacaan masyarakat adalah momentum semua pihak untuk ikut berbuat menyiapkan masa depan anak-anak yang lebih baik dari orang tuanya. Maka, semua pihak harus turun tangan dan terlibat. Agar niat baik segera berubah jadi aksi nyata” ujar Syarifudin Yunus.

 

Maka siapapun, jangan pernah menyerah mengelola taman bacaan masyarakat. Karena selalu ada cara yang kreatif dan inovatif untuk menjadikan taman bacaan masyarakat agar lebih asyik dan menyenangkan. Berbekal spirit itulah, sikap optimis untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi anak-anak akan menjadi kenyataan. Kini saatnya, siapapun terlibat. Minimal,  mau mendonasikan buku bacaan. Sebab buku bekas Anda adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya.

 

Aktivitas membangun tradisi baca, di manapun, tidak akan pernah usai. Sekalipun dimulai dari garasi rumah, dari teras rumah atau di halaman beralaskan tikar; tradisi baca dan budaya literasi harus tetap tegak di tengah anak-anak Indonesia Karena taman bacaan adalah sebuah legacy atau warisan untuk umat. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar