Di Kaki Gunung Salak, saya terdampar dengan
sengaja dalam tiga tahun terakhir.
Meninggalkan kegaduhan yang luar biasa kota
besar. Menjauhi ruang-ruang yang terlalu banyak celoteh tanpa ada yang
diperbuat. Melepaskan segala benci dan prasangka buruk yang telah merasuki hati
nurani kaum terdidik. Tentang apapun yang diributkan. Karena itu semua sudah
tidak menarik lagi untuk diperbincangkan.
Di Kaki Gunung Salak ini, saya mendirikan Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Sebuah taman bacaan sebagai tempat
bernaung anak-anak kampung yang selama ini jauh dari akses buku bacaan, bahkan
terancam putus sekolah. Akibat soal ekonomi. Dan kini, tidak kurang dari 50
anak usia sekolah SD-SMP telah menjadi pembaca aktif di taman bacaan. Anak-anak
yang rutin 3 kali seminggu membaca buku dan mampu “melahap” 5-8 buku per
minggu. Ada pula 10 ibu-ibu buta huruf yang secara rutin belajar bacatulis
dalam GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) Lentera Pustaka. Jauh
sebelumnya, saya secara pribadi pun mengadakan pengajian yatim binaan setiap
bulan. Ada sekitar 10 anak yatim yang secara rutin tiap bulan mengaji. Agar 1)
tetap bisa sekolah dan 2) menasehati anak yatim yang telah lama kehilangan
sosok ayah. Semuanya berlangsung hingga kini, atas nama cinta dan berpijak pada
pengabdian serta kepedulian.
Maka hari ini, bila ada kaum
yang telah belajar di sekolah hingga ke perguruan tinggi. Lalu menganggap
dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur sambil mengabdikan diri kepada
masyarakat. Sungguh di benak saya, lebih baik pendidikan itu tidak ada sama
sekali. Untuk apa sekolah? Bila hanya untuk memperbesar ego dan hawa nafsu.
Sekolah sama sekali tidak diperlukan. Bila
tujuannya:
1.
Agar bertambah pengetahuan tapi tidak ada manfaatnya untuk orang lain.
2.
Agar bisa meraih karier atau pekerjaan tanpa adanya empati untuk berbagi pada
kaum yang membutuhkan.
3.
Agar memperkuat karakter hanya sebatas teori tanpa pernah diimplementasikan.
4.
Agar memperoleh pencerahan tanpa bisa mencerahkan orang lain.
5.
Agar ikut membantu kemajuan bangsa walau hanya sebatas narasi, faktanya tidak
ada.
Di Kaki Gunung Salak Bogor ini, masyarakatnya
81% tingkat pendidikannya hanya SD. Bahkan mata pencahariannya pun 72% tidak
tetap alias peladang atau petani. Mereka hanya punya cangkul tanpa pernah tahu
artinya virus corona, apalagi masker. Mereka yang hanya punya cita-cita
sederhana. Agar hidupnya esok, bisa lebih baik dari sekarang.
Maka saya bertanya, apa arti pengabdian itu?
Pengabdian bukan hanya kepedulian. Tapi sebuah
komitmen untuk berbuat kepada masyarakat secara konsisten. Bukan “hit and run”
sebatas promosi atau kegiatan parsial, tanpa ada keberlanjutan. Buat kalangan
terdidik, pengabdian itu bukanlah secarik kertas berstempel. Apalagi dibuat
ketika administrasinya pengabdian masyarakat diperlukan. Pengabdian adalah
sebuah kepedulian yang dijalani secara istiqomah.
Kadang kita lupa. Ternyata di
dunia ini, yang paling tinggi itu bukan gunung; yang paling luas pun bukan
lautan. Tapi hawa nafsu dan ego akibat tingginya sekolah dan luasnya
pengetahuan. Tapi kemudian "membunuh" kepedulian terhadap mereka yang
membutuhkan.
Bagi kaum yang membutuhkan. Mungkin,
dunia ini suatu kali sangat berbahaya untuk terus ditinggali. Bukan karena
orang-orangnya jahat. Tapi karena orang-orangnya tidak peduli.
Tabikk, salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi
Numpang promo ya gan
BalasHapuskami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*