Jumat, 05 September 2025

Pemimpin Organisasi Silent Killer Itu Nyata Ada!

 

Tadinya, kita hanya mengenal penyakit “silent killer”. Seperti hipertensi, diabetes, kanker, atau jantung. Secara tiba-tiba menyerang dan mematikan. Ternyata, tidak hanya di penyakit. Pemimpin atau atasan yang “silent killer” pun ada. Sebut saja, pemimpin yang arogan dan bersikap subjektif dalam menjalin hubungan kerja. Gejaa awalnya tidak jelas, sudah dikenali pada tahap awal jadi pemimpin. Tapi seiring perjalanan, akhirnya jadi penyebab kerusakan serius pada organisasi kerja. Sebut saja, pemimpin “silent killer”, yang pada akhirnya akan merusak organisasi kerja yang mewadahinya. Hati-hati dan patut dicermati.

 

Pemimpin "silent killer" dalam konteks sosial jarang bergaul. Biasanya muncul belakangan untuk meng-aktualisasikan diri sambil merebut simpati orang lain. Tapi begitu diberi “jabatan” langsung berubah perilakunya jadi manipulatif. Pikirannya buruk, sikapknya subjektif dan gemar menjustifikasi apapun. Biasanya karena kurang wawasan dan kurang pergaulan. Tidak luas pergaulan sebelumnya. Dalihnya untuk memajukan organisasi, tapi nyatanya “jalan di tempat”. Bila ada yang dilakukan hanya sebatas “membayar” janji yang digebar-gemborkan sebelum punya jabatan. Pemimpin “silent killer” biasanya targetnya memusuhi orang yang tidak sepaham dan dengan segala cara berusaha menyingkirkan orang lain (sekalipun awalnya meminta dukungan untuknya). Jadi, hati-hati dengan pemimpin “silent killer atau pembunuh senyap.

 

Pemimpin buruk alias “silent killer” biasanya berusaha untuk mengendalikan orang lain. Tanpa diketahui niat jahatnya secara langsung. Seringkali membangun narasi atau argumen subjektif, untuk menyatakan “harusnya begini, harusnya begitu”. Untuk menyatakan secara “halus” orang lain salah. Padahal, narasi dan argument yang dibangunnya hanya akal-akalan alias berangkat dari subjektivitas tinggi. Tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan nyata-nyata, pemimpin “silent killer” ngomongnya di depan publik “manis” tapi perilaku konkretnya”pahit”. Dikasih kepercayaan memegang organisasi, justru jadi momen untuk mencari popularitas semu!

 

Ternyata, pemimpin “silent killer” itu ada dan nyata. Orang begini biasanya jarang bergaul, wawasannya pun sempit. Ditambah sikap arogan dan subjektif, maka jadilah prinsip kerjanya “kaca mata kuda”. Sok tahu dan sok merasa benar. Pemimpin model begini, pengen maju tapi harus menyingkirkan orang lain. Pengen “naik daun” tapi harus menjatuhkan orang lain. Pengen dibilang baik tapi caranya menjelekkan orang lain. Dan pengen dibilang benar tapi harus menyalahkan orang lain. Jadi, hati-hatti bila ketemu dengan pemimpin model begini. Diam dan pergi!


Pemimpin “silent killer”, bekerja dalam senyap untuk memperjuangkan arogansi dan subjektivitasnya. Ilmunya belum tentu banyak tapi merasa tahu segalanya. Kerjanya elegan dan halus tapi niatnya untuk menyingkirkan orang lain tanpa terlihat jahat. Dia lupa, bahwa pangkat jabatan dan sejenisnya itu cuma semu. Dia rela bermusuhan dengan orang lain hanya untuk menyebut dirinya benar. Padahal bila si-survei pakai google form tentang dirinya, mungkin skor-nya biasa-biasa saja.

 


Hati-hati bila bertemu pemimpin “silent killer” di tempat kerja, di organisasi profesi. Biasanya pura-pura mendukung, tapi diam-diam menjatuhkan. Di depan orang banyak seolah setuju atau ramah, tapi di belakang memberi info negatif, gosip, atau framing buruk tentang orang lain. Terlalu gampang memanipulasi informasi sekalipun ada bukti otentik. Lalu membangun narasi dan argumen yang seolah-olah dia baik. Dan biasanya, dia tidak bisa kerja. Jadi harus menggunakan orang ketiga – pihak lain untuk eksekusi pikiran buruknya. Anehnya, ada pula orang-orang yang sama buruknya dengan si pemimpin “silent iller”.

 

Kata-kata pemimpin “silent killer” deliknya bisa kelihatan. Bilangnya “wahh idenya bagus tapi saya maunya begini …”. Kesannya mendukung orang lain padahal sedang memaksa “pikirannya” untuk di-iya-kan orang lain. Begitulah seterusnya dan seterusnya. Tidak jadi tapi mampu “bersandiwara” dengan mulut manisnya. Tentu, tujuannya untuk memoles citra diri sambil mengecilkan orang lain. Kalau lagi sendiri, kira-kira dia akan menepuk dadanya sendiri sambil berkata dalam hati, “tuh kan, gue mampu …”. Begituah adanya si “silent killer”.

 

Maka hati-hati, bahwa pemimpin buruk yang “silent killer” itu ada di dekat kita.Kata-katanya “manis” untuk menutupi hatinya yang “busuk”. Omongannya keren untuk memanipulasi niat jahatnya. Permainannya halus tapi terstruktur jeleknya. Hingga jelas pembeda anta pemimpin “silent killer” vs pemimpin sehat yang demokratis.

 

Pemimpin buruk “silent killer” nyata-nyata lebih senang membicarakan orang, sementara pemimpin sehat lebih gemar membahas ide dan gagasan. Pemimpin buruk lebih senang menengok masa lampau, sementara pemimpin sehat lebih bicara visi ke depan dan apa yang mau dikerjakan. Selamat mencermati dan berhati-hatilah dengan pemimpin!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar