Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025 menyebut tingkat literasi dana pensiun di Indonesia mencapai 27,79%, menurun dibandingkan SNLIK tahun 2022 yangg 30,46%. Bila dibandingkan dengan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia pada umumnya yang mencapai 66,46%, tentu tingkat literasi dana pensiun masih tergolong rendah. Melalui tingkat literasi danapensiun dapat dikatakan, hanya 2,7 orang yang paham akan dana pensiun. Berarti sebagian besar orang di Indonesia tidak tahu tentang dana pensiun. Sementara dari tingkat inklusi atau kepemilikan dana pensiun pasti lebih kecil lagi, saat ini hanya 0,5 orang (tidak sampai 1 orang) yang punya dana pensiun.
Industri
dana pensiun di Indonesia,suka tidak suka, saat ini dihadapkan oleh tantangan
besar akan adanya kesenjangan literasi dana pensiun di masyarakat. Literasi
dana pensiun adalah kemampuan
individu untuk memahami dan menerapkan informasi serta konsep dana pensiun untuk
membuat keputusan yang tepat dalam mempersiapkan masa pensiun. Rendahnya tingkat
literasi dana pensiun menjadi cermin belum optimalnya edukasi dan sosialisasi akan
pentingnya dana pensiun di kalangan pekerja atau masyarakat.
Beberapa contoh
konkret kesenjangan literasi dana pensiun
yang terjadi di masyarakat antara lain:
1.
Tidak paham pentingnya dana pensiun.
Banyak orang cenderung memprioritaskan kebutuhan dan keinginan jangka pendek
(konsumsi, hiburan, gaya hidup) daripada memikirkan masa depan pensiun yang
dianggap masih lama. Wajar, masyarakat tidak paham pentingnya dana pensiun dan
berpotensi mengalami masalah finansial di hari tua akibat tidak adanya
kesinambungan penghasilan di masa pensiun sebagai pengganti gaji bulanan.
2.
Tidak mengerti mekanisme dana pensiun.
Saat ini banyak pekerja tidak tahu cara kerja dana pensiun. Dana pensiun
disamakan dengan asuransi jiwa, ada pula yang menganggap sama dengan reksa dana
atau tabungan di bank. Bingung apa sih dana pensiun, apalagi konsep iuran dan investasi
di dana pensiun. Tidak ada yang memberi tahu manfaat dan biaya yang terjadi di
dana pensiun?
3.
Tidak tahu cara menjadi peserta dana
pensiun. Tidak sedikit masyarakat yang memberi komentar rumitnya proses
pendaftaran dana pensiun, bahkan tidak tahu cara mendaftar ke program dana
pensiun seperti DPLK (masih manual dan hurufnya kecil-kecil). Bila berminat
pun, tidak tahu berapa banyak iuran yang harus disisihkan secara teratur untuk
masa pensiun?
4.
Minimnya edukasi dan sumber informasi
yang mudah diakses. Tidak banyak edukasi yang dilakukan tentang dana pensiun,
termasuk langkanya informasi tentang dana pensiun yang dapat diakses masyarakat.
Ke mana masyarakat belajar dan bisa lebih paham tentang dana pensiun? Website,
iklan, atau artikel tentang dana pensiun? Kurangnya edukasi dana pensiun yang komprehensif
dan berkelanjutan menjadi kendala tersendiri di dana pensiun.
5.
Salah persepsi tentang dana pensiun. Tidak
sedikit masyarakat yang menganggap dana pensiun dapat dicairkan secara “sekaligus”
padahal dana pensiun spiritnya dalah menyediakan kesinambungan penghasilan di hari
tua, seperti “gaji bulanan” saat masih bekerja. Siapa yang harus memengertukan
hal ini?
Sebagai
bukti tantangan literasi dana pensiun di Indonesia, seperti Survei Dana Pensiun
terhadap 100 pekerja milenial yang dilakukan Syarifudin Yunus, Edukator Dana
Pensiun DPLK SAM pada Maret 2025 yeng menyimpulkan 1) 54% pekerja milenial
tidak pernah mendapat informasi secara langsung tentang pentingnya
mempersiapkan masa pensiun dan 2) 61% pekerja milenial tidak tahu DPLK (Dana
Pensiun Lembaga Keuangan), tahunya bank, reksa dana, atau asuransi jiwa.
Bercermin
dari kondisi tersebut, sangat jelas literasi dana pensiun dihadapkan pada
tantangan yang besar. Tentang bagaimana meningkatkan literasi dana pensiun
yangsejalan dengan peningkatan inklusi dana pensiun. Membuat banyak orang “makin
paham” dana pensiun dan akhirnya “mau memiliki” dana pensiun. Inilah “pekerjaan
rumah” industri dana pensiun yang harus dioptimalkan. Salam #YukSiapkanPensiun#EdukasiDanaPensiun
#DPLKSAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar