Program pensiun tambahan bersifat wajib, akhirnya mengundang pro kontra. Karena yang dipahami, gaji pekerja akan dipotong untuk tambahan iuran program pensiun “baru” tersebut (berita: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240909065042-78-1142370/gaji-pekerja-akan-dipotong-lagi-untuk-program-pensiun-baru). Apa iya program pensiun tambahan bersifat wajib hanya soal potong gaji?
Pertama
kali, patut dimengerti. Sebagai mandat dari UU No. 4/2023 tentang Pengembangan
dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pasal 189 ayat 4 ditegaskan bahwa “Selain program
jaminan hari tua dan jaminan pensiun, Pemerintah dapat melaksanakan Program Pensiun
tambahan yang bersifat wajib yang diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja
dengan penghasilan tertentu dalam rangka mengharmonisasikan seluruh Program Pensiun
sebagai upaya peningkatan perlindungan hari
tua dan memajukan kesejahteraan umum”. Jadi, tujuannya untuk meningkatkan perlindungan
hari tua. Agar nantinya, setiap pekerja saat pensiun dapat meningkatkan manfaat
pensiun yang diterimanya saat pensiun.
Kenapa
perlu program pensiun tambahaan bersifat wajib? Secara objektif, harus diakui
bersama. Bahwa kondisi aktual saat ini adalah 1) kepesertaan program pensiun
sangat rendah (pekerja formal kurang dari 40%, pekerja informal kurang dari
1%), 2) manfaat pensiun yang diterima pekerja pun sangat rendah (rata-rata
setara 10% dari penghasilan terakhir), 3) program yang ada saat ini dianggap terlalu
mudah menarik dana di usia muda, 4) maka ketahanan dananya jadi terbatas, 5)
dana jangka Panjang untuk hari tua sedikit, dan 6) kebijakan investasi belum
optimal. Maka melalui program pensiun tambahan bersifat wajib, idealnya diharapkan 1) kepesertaan program
pensiun menjadi tinggi, 2) manfaat pensiun yang diterima menjadi layak (40%
dari penghasilan terakhir, sesuai rekomendasi ILO), 3) sebagian besar dana
hanya dapat diambil saat berhenti bekerja, 4) ketahanan dana yang kokoh, 5)
tersedianya dana jangka panjang dalam jumlah yang besar, dan 6) kebijakan
investasi yang optimal.
Sejatinya,
program pensiun tambahan bersifat wajib semestinya diperlukan. Apalagi survei
menyebut, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia pada akhirnya mengalami masalah
keuangan atau menggantungkan hidup kepada anak-anaknya. Di sisi lain, 9 dari 10
pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap pensiun atau berhenti bekerja.
Dikarenakan tidak tersedianya dana yang cukup untuk membiayai hidupnya saat
tidak lagi bekerja. Bila Demikian, solusinya apa? Dibiarkan saja merana di hari
tua atau negara perlu “sedikit” mengatur program pensiun untuk mencapai taraf “layak”?
Lalu,
apa iya program pensiun tambahan bersifat wajib dipandang akan memotong gaji
pekerja? Tentu jawabya, bisa iya dan bisa tidak. Iya dipotong gajinya, bila mau
meningkatkan manfaat pensiun di hari tua. Untuk mencapai tingkat penghasilan
pensiun 40% dari gaji terakhir (mencapai Rp. 4 juta bila gaji terakhirnya Rp. 10
juta). Itu pun tambahan iurannya pasti diatur “secara berkala dan sesuai
kondisi” pekerja. Agar tidak memberatkan pekerja tentunya, itu pasti. Bila
tidak mau membayar iuran (tidak dipotong gaji), tentu akan ada aturannya dan
yang pasti tidak akan dapat meningkatkan manfaat pensiun di hari tua. Alias masa
pensiunnya ya begitu-begitu saja, tidak ada yang berubah.
Urusan
masa pensiun atau hari tua memang sulit dan kompleks. Kita disuruh menabung
sendiri untuk hari tua, sering tidak mau. Alasannya, gaji habis untuk kebutuhan
hidup sehari-hari. Tapi saat ditanya, kenapa tidak menabung untuk hari tua? Jawabnya
enteng, tidak ada yang kasih tahu pentingnya manubung untuk hari tua. Tapi
giliran membeli “paket internet” sebulan Rp. 150.000 secara rutin mampu. Bahkan
perilaku konsumtif yang tidak diperlukan pun bisa dilakukan. Memang antara
menabung untuk hari tua dan perilaku konsumtif, selalu tumpang tindih. Kompleks
dan selalu jadi bahan perdebatan.
Bila
saya sebagai pekerja, tentu program pensiun tambahan bersifat wajib sangat
diperlukan. Agar saya bisa tetap nyaman dan mampu memenuhi kebutuhan hidup di
hari tua. Tapi mungkin, pekerja yang lain “tidak setuju” karena tidak mau menabung
untuk hari tuanya sendiri. Tidak apa-apa dan tidak masalah, selalu ada pro dan
kontra kan. Namun bila ada yang tidak setuju, bukan berarti tidak ada yang
setuju kan? Karena ini soal hari tua, soal masa pensiun. Mau seperti apa
keadaan kita di masa pensiun? Pasti, jawabannya sangat subjektif.
Sekadar
saran saja, semestinya kita tidak buru-buru “menolak” bila belum tahu detail, akan
seperti apa program pensiun tambahan bersifat wajib itu? Saya sendiri pun
belum tahu sepenuhnya. Tapi saya percaya, bila diatur, pasti tujuannya baik dan
untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di hari tua. Agar di masa pensiun,
kita tidak menyusahkan anak atau bergantung kepada orang lain. Istilahnya kerja
yes pensiun oke, gitulah. Dan siapa lagi yang mau peduli untuk mempersiapkan
masa pensiun yang layak, selain diri kita sendiri.
Program
pensiun tambahan bersifat wajib itu, seharusnya tidak dilihat hanya sebatas “potong
gaji”. Karena bisa iya dipotong, bisa juga tidak dipotong. Tergantung skemanya.
Bila untuk pesangon pensiun kan itu urusannya pemberi kerja. Tapi bila untuk
pekerja yang sadar mau tetap sejahtera di masa pensiun, ya pasti bersedia
dipotong gajinya “sedikit” untuk hari tua.
Kalau
Ibu Rieke Dyah Pitaloka, anggota DPR, tidak setuju tidak apa-apa. Mungkin bisa
diskusi soal urusan hari tua pekerja di Indonesia. Pilihannya, merana atau bahagia
di hari tua? Tapi bagi saya, negara harus hadir untuk menyejahterakan pekerja
dan rakyatnya, utamanya pekerja di sektor informal yang tidak tahu bagaimana
cara harus menabung untuk hari tua? Karena itu, program pensiun tambahan
bersifat wajib diamanatkan mekalui UU No. 4/2023.
Dan
satu yang pasti, bila ada program pensiun tambahan bersifat wajib. Apapun
alasannya, harus berjalan dan tetap berorientasi pada 1) kepentingan peserta,
2) tata kelola yang baik, dan 3) manajemen risiko yang efektif. Itu wajib dan
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Agar uang pensiun pekerja aman! Salam
#YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukatorDanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar