Saat
memesan kerak telor, saya bertanya ke si abang, "apa sih hebatnya kerak
telor Bang?"
Sambil
ngelayanin, si abang pun menjawab, "Yah, makan itu jangan cuma kenyang
Pak. Harus nikmat, sehat, dan kenal filosofinya” ujar di abang. Luar biasa si
Abang, pikir saya.
Makanya
saya sebut literasi kerak telor. Kuliner legendaris khas Betawi atau Jakarta.
Terbuat beras ketan dan telor, plus bumbu tambahan seperti cabai, bawang,
kencur, jahe, dan merica. Makannya dilengkapi serundeng. Wow ajib banget
rasanya.
Literasinya
di mana? Setelah melihat proses masaknya, ternyata di kerak telor memberi
banyak pelajaran. Diantaranya: 1) beras ketan dan bumbunya dikuatkan dengan
kehadiran telor, ilmu dan wawasan sejatinya harus dikuatkan agar tidak tercecer
dan terlepas dari tujuannya. 2) Saat kerak telor ditelungkupkan (di balik) pun
harus sesuai waktunya, pemimpin pun harus sesuai waktunya. Bila belum sia
jangan dijadikan pemimpin atau tiap pemimpin harus tahu batasan waktu dalam
memimpin. Kalau kelamaan bisa gosong, hangus dan tidak enak lagi. Pemimpin
harus tahu diri. Dan 3) Bumbu di kerak telor mengajarkan omong apa adanya,
kalau pedas teriaklah yang keras bila gurih bilang enak banget. Jangan
mencla-mencle, pagi di depan bilang baik tapi di belakang bilang buruk.
Lebih
dalam lagi dari kerak telor, ternyata tidak ada makanan yang enak bila tidak
dimasak. Di situ ada peran "tukang masak" atau "chef".
Begitu pula manusia, tidak ada yang hebat selain ada yang memghebatkan. Tidak
ada yang mampu selain ada yang memampukan. Tidak ada yang bisa apa-apa selain
ada yang membiasakan. Karena manusia hanya seorang hamba, maka ada Tuhan tempat
menghambakan diri.
Jadi
siapapun, tidak usah merasa hebat merasa mampu apalagi merasa bisa segalanya.
Tidak, manusia sama sekali tidak hebat tidak mampu dan tidak bisa kecuali
mendapat Rahmat dan karunia-Nya. Maka tidak usah sombong apalagi meremehkan
orang lain. Semua yang dimiliki manusia itu adalah "cara Tuhan"
mengasihi dan menyayangi hamba-Nya.
Makanya,
saat membuat kerak telor harus pakai hati bukan hanya otak. Otak hanya menyuruh
kerja keras tapi hati menyuruh untuk menyenangi apapun yang dikerjakan dan
memberi manfaat untuk orang lain. Otak memerintah untuk ikhtiar tapi hati
mengharuskan berdoa. Agar seimbang, agar memberi berkah atas apapun yang
dilakukan, termasuk berkiprah secara sosial di taman bacaan.
Dan
saat berhadapan dengan si Abang kerak telor, kita diingatkan. Jangan angkuh di
hadapan orang yang rendah hati. Tapi jangan merendah di hadapan orang yang
angkuh. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar