Belajarlah dari lebah. Di mana pun lebah hinggap, dia tidak akan merusak yang ada. Bahkan lebah, selalu membawa manfaat. Selalu bermanfaat. Lihatlah lebah, dia menjadi lebah pohon atau bunga apapun, di kebun bahkan di hutan lebat nan terpencil sekalipun, lebah tetap fokus pada fungsinya: menghasilkan kebaikan, menyajikan madu.
Semalam, Ketua KPK sudah ditetapkan sebagai
tersangka. Atas dugaan pemerasan SYL dan gratifikasi. Agak miris, karena KPK
yang harusnya jadi “pendekar” antikorupsi justru menjadi sebaliknya. Wamenkumham
yang harusnya jadi contoh penegakan hukum, justru terlena dengan gratifikasi
hingga jadi tersangka. Pejabat, bisa jadi, makin tidak literat. Galau dan
gelisah cuma urusan harta. Mana contoh baik itu?
Literasi itu jadi penting. Karena orang yang literat
itu berani dan mau menerima realitas. Bukan tergiur oleh jabatan atau mengejar
kekayaan yang menumpuk tanpa memberi manfaat kepada banyak orang. Untuk apa
main badminton atau main golf hanya untuk lobby-lobby. Saling memengaruhi,
saling memperjuangkan kepentingan masing-masing. Kaum yang tidak literat,
selalu resah dan gelisah pada dirinya sendiri.
Jadilah manusia literat. Agar tidak resah, tidak gelisah
pada diri sendiri. Tidak terbuai gaya hidup atau nafsu kekayaan yang
menyimpang. Selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Tidak gampang tergila oleh
jabatan atau relasi. Karena manusia yang literat setidaknya punya 3 (tiga) ciri
kuat, yaitu:
1.
Selalu punya arah
dan tujuan yang jelas, paham dirinya dari mana dan mau ke mana di dunia ini?
Apa sih sebenarnya yang dicari di dunia ini? Maka titik tuju dalam hidup jadi
penting. Agar tetap tenang menjalaninya dan kian jelas peta kehidupannya.
2.
Selalu menerima
realitas dengan lapang hati. Berani menerima kenyataan, bahwa pendapat bisa
berbeda, rezeki pun berbeda. Agar tidak membandingkan diri dengan orang lain. Menerima
kenyataan itu butuh baik sangka dan cara pandang yang positif. Semuanya
diterima lapang hati. Agar tidak stress, tidak rusak mentalitas dan pikirannya.
3.
Selalu merasa cukup
dan bersyukur atas apa yang dimiliki. Tidak hidup dalm banyak angan-angan, pengen
ini pengen itu. Terlalu sibuk memikirkan apa yang belum ada hingga lupa
mensyukuri apa yang sudah ada.
Ketua KPK jadi tersangka, akibat pembangkangan literasi. Literasi di mana pun selalu memberi pelajaran. Ikat dengan
syukur yang kuat, jika bentuknya kebaikan. Ikat dengan ridho yang benar, jika merasa
ada keburukan yang menyesakan. Karena kita “nanti”, sangat bergantung pada penerimaan
kita akan saat ini dan masa lalu. Tetaplah berprasangka baik pada-Nya, kuatnya
tekad dan gigihnya ikhtiar serta kokohnya ikatan dalam doa yang selalu dipanjatkan
pada-Nya. Jangan gubris orang lain, apalagi yang tidak sejalan dan tidak
bermanfaat pula.
Seperti di Taman Bacaan Masyarakat (TBM)
Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, saya selalu dilatih untuk selalu bersyukur
dan merasa cukup. Bahwa apa yang saya miliki memang sudah pantas dan sesuai
dengan apa yang saya lakukan. Taman bacaan yang bukan hanya tempat membaca
buku. Tapi lebih dari itu, sebagai tempat bercengkrama dengan hati, pikiran, dan
perilaku yang bersyukur. Sambil menambah “ladang amal” kebaikan kepada
sesama-Nya. Agar esok, tetap menikmati karunia yang telah ada dan l;apang hati dengan
segala pemberian-Nya.
Karena literasi, lebih baik memilih untuk “selalu
merasa beruntung” daripada “mengeluhkan” keadaan. Sebab itu, tanda kita pandai bersyukur
dan berterima kasih pada-Nya. Salam literasi! #TamanBacaan #BacaBukanMaen
#TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar