Rabu, 22 November 2023

Ketua KPK Tersangka, Akibat Pembangkangan Literasi

Belajarlah dari lebah. Di mana pun lebah hinggap, dia tidak akan merusak yang ada. Bahkan lebah, selalu membawa manfaat. Selalu bermanfaat. Lihatlah lebah, dia menjadi lebah pohon atau bunga apapun, di kebun bahkan di hutan lebat nan terpencil sekalipun, lebah tetap fokus pada fungsinya: menghasilkan kebaikan, menyajikan madu.

 

Semalam, Ketua KPK sudah ditetapkan sebagai tersangka. Atas dugaan pemerasan SYL dan gratifikasi. Agak miris, karena KPK yang harusnya jadi “pendekar” antikorupsi justru menjadi sebaliknya. Wamenkumham yang harusnya jadi contoh penegakan hukum, justru terlena dengan gratifikasi hingga jadi tersangka. Pejabat, bisa jadi, makin tidak literat. Galau dan gelisah cuma urusan harta. Mana contoh baik itu?

 

Literasi itu jadi penting. Karena orang yang literat itu berani dan mau menerima realitas. Bukan tergiur oleh jabatan atau mengejar kekayaan yang menumpuk tanpa memberi manfaat kepada banyak orang. Untuk apa main badminton atau main golf hanya untuk lobby-lobby. Saling memengaruhi, saling memperjuangkan kepentingan masing-masing. Kaum yang tidak literat, selalu resah dan gelisah pada dirinya sendiri.

 

Jadilah manusia literat. Agar tidak resah, tidak gelisah pada diri sendiri. Tidak terbuai gaya hidup atau nafsu kekayaan yang menyimpang. Selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Tidak gampang tergila oleh jabatan atau relasi. Karena manusia yang literat setidaknya punya 3 (tiga) ciri kuat, yaitu:

1.     Selalu punya arah dan tujuan yang jelas, paham dirinya dari mana dan mau ke mana di dunia ini? Apa sih sebenarnya yang dicari di dunia ini? Maka titik tuju dalam hidup jadi penting. Agar tetap tenang menjalaninya dan kian jelas peta kehidupannya.

2.     Selalu menerima realitas dengan lapang hati. Berani menerima kenyataan, bahwa pendapat bisa berbeda, rezeki pun berbeda. Agar tidak membandingkan diri dengan orang lain. Menerima kenyataan itu butuh baik sangka dan cara pandang yang positif. Semuanya diterima lapang hati. Agar tidak stress, tidak rusak mentalitas dan pikirannya.

3.     Selalu merasa cukup dan bersyukur atas apa yang dimiliki. Tidak hidup dalm banyak angan-angan, pengen ini pengen itu. Terlalu sibuk memikirkan apa yang belum ada hingga lupa mensyukuri apa yang sudah ada.

 

Ketua KPK jadi tersangka, akibat pembangkangan literasi. Literasi di mana pun selalu memberi pelajaran. Ikat dengan syukur yang kuat, jika bentuknya kebaikan. Ikat dengan ridho yang benar, jika merasa ada keburukan yang menyesakan. Karena kita “nanti”, sangat bergantung pada penerimaan kita akan saat ini dan masa lalu. Tetaplah berprasangka baik pada-Nya, kuatnya tekad dan gigihnya ikhtiar serta kokohnya ikatan dalam doa yang selalu dipanjatkan pada-Nya. Jangan gubris orang lain, apalagi yang tidak sejalan dan tidak bermanfaat pula.

 


Seperti di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, saya selalu dilatih untuk selalu bersyukur dan merasa cukup. Bahwa apa yang saya miliki memang sudah pantas dan sesuai dengan apa yang saya lakukan. Taman bacaan yang bukan hanya tempat membaca buku. Tapi lebih dari itu, sebagai tempat bercengkrama dengan hati, pikiran, dan perilaku yang bersyukur. Sambil menambah “ladang amal” kebaikan kepada sesama-Nya. Agar esok, tetap menikmati karunia yang telah ada dan l;apang hati dengan segala pemberian-Nya.

 

Karena literasi, lebih baik memilih untuk “selalu merasa beruntung” daripada “mengeluhkan” keadaan. Sebab itu, tanda kita pandai bersyukur dan berterima kasih pada-Nya. Salam literasi! #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar