Anda sedang marah? Atau dirundung rasa kecewa? Tidak apa dan boleh-beleh saja. Apalagi melihat tingkah orang yang menyebalkan. Marasa dizalimi atau direndahkan orang lain. Marah bahkan kecewa sangat lumrah terjadi. Marah itu manusiawi, kecewa pun lazim. Tapi di balik marah dan kecewa, tentu harus ada kemauan untuk mengendalikan diri. Agar mampu menahan marah lagi kecewa.
Di dekat
kita, selalu saja ada orang-orang membuat marah. Orang yang perilakunya aneh.
Tutur katanya menyakitkan. Bahkan menjadi “biang masalah”. Hingga jadi sebab
permusuhan, perselisihan, bahkan kebencian. Semuanya berujung pada kemarahan,
kekecewaan. Marah pasti ada dan terjadi. Kecewa pun pasti menghampiri. Bahkan,
membaca tulisan orang yang dibenci pun bisa kok membuat Anda marah. Wajar saja
dan tidak masalah. Tapi lagi-lagi, mampukah kita tetap sabar dan tenang di tengah
suasana kemarahan?
Siapapun
pasti punya masalah. Urusan apapun, pekerjaan, pendidikan atau pergaulan yang
Anda “tuhankan” itu. Masalah pasti ada saja. Memang siapa sih di muka bumi yang
tidak punya masalah? Silakan tunjuk tangan. Apalagi masalah yang sama sekali
tidak diinginkan terjadi, pasti membuat marah dan kecewa. Selalu ada gejolak dalam
hati dan pikiran, hingga dilampiaskan jadi kemarahan dan kekecewaan. Marah
silakan, kecewa pun silakan.
Seperti
yang dialami pegiat literasi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka
di kaki Gunung Salak pun tidak luput dari rasa marah dan kecewa. Gimana tidak? Sekalipun
taman bacaan tempat perbuatan baik, tiba-tiba ada orang yang memusuhi. Menebar
titnah, bahkan membuat karangan cerita yang bukan fakta. Hingga mengganggu
dengan “menjual tanah fasilitas taman bacaan”. Nggak ada angon nggak ada hujan, taman bacaan
dibeni. Apa salahnya taman bacaan? Mau marah nggak sih, emang Anda saja yang
bsia marah.
Marah
itu sebuah keniscayaan. Selalu ada marah di mana pun, dengan siapapun. Sangat
wajar Anda marah. Sangat lazim Anda kecewa. Apalagi akibat perbuatan dan ulah
orang lain. Tapi selagi tidak bisa dikendalikan, maka marah dan kecewa akan
selalu bermukim di hati dan pikiran. Hati yang kotor, pikiran yang keruh.
Akibat marah dan kecewa. Bahkan sering kali marah dan kecewa jadi penyakit.
Menggerogoti hati dan pikiran, hingga terkena serangan jantung yang meregang nyawa.
Hidup selalu terganggu. Sulit untuk realistis dan bahagia. Sungguh mengerikan marah
itu!
Literasi
marah dan kecewa. Belajarlah sesuatu yang baik dari setiap masalah yang terjadi.
Berpikirlah positif dari ulah bobrok orang lain. Jagalah hati dari kebencian
dan sikap permusuhan orang lain. Hilangkan marah dan kecewa di dalam diri. Tumbuhkan
kesadaran untuk selalu menghadirkan rasa tenang dan damai. Pada jiwa dan raga
kita. Fokuslah pada solusi, bukan masalah. Tetap sabar saat diperlakukan seperti
apapun. Tetap jernih berpikir saat dimusuhi orang lain. Mungkin menurut Anda
klise. Tapi cobalah, kendalikan marah an kecewa. Sebagai tanda kita mau rendah hati dan menerima
realitas. Sudah pasti, selalu ada yang membuat marah. Karena tidak semua orang
pasti senang kepada kita. Biarkanlah yang benci, biarkan yang memusuhi. Karena
itu bukan urusan kita tapi urusan mereka.
Meredam
marah, kendalikan kecewa itu balasannya sangatlah luar biasa. Dan ketahuilah,
bukan kita saja yang pernah sakit. Bukan kita doang yang punya masalah. Bahkan bukan
hanya kita yang disinggahi musibah. Semua orang pun sama. Hanya caranya
berbeda-beda. Maka kabarkan pada diri kita sendiri. Bahwa sebelum Bahagia itu
ada derita yang harus dibayar. Sebelum gembira itu ada duka yang harus
dinikmati. Ketika masa sulit datang jangan melihat ke depan apalagi membandingkan.
Tapi sebaliknya, saat sulit tengoklah ke belakang, sebanyak apa nikmat dan
anugerah yang sudah kita gapai.
Jadi,
jangan terlalu banyak marah. Jangan terlalu sering kecewa. Karena marah dan
kecewa tidak pernah menyelesaikan masalah. Apalagi emosi yang meluap-lupa
setiap waktu. Hukumnya sederhana, hanya orang yang selalu marah-marah yang akan
merugi. Kendalikan marah pada diri, jangan biarkan orang membuat marah hingga
kita menjelma jadi orang yang tidak mengenali dirinya sendiri.
Lebih
baik menangis dalam diam daripada marah. Karena dapat membersihkan hati. Lagi
pula bertanyalah, “nggak capek apa marah-marah tiap hari?”. Nggak capek apa kecewa
melulu? Lalu, kapan berbuat baik dan menambah amal ibadah? Salam
literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar