Ada orang suka makan gado-gado, ada yang suka bakso. Ada yang doyan makanan jepang, ada pula yang doyan makanan asli Indonesia, ramesan. Begitu pula, keindahan alam. Ada yang suka gunung, ada yang suka laut, Ada yang healing ke tempat ramai seperti car free day, ada yang healing-nya ke tempat sepi. Ada yang kerjanya berbuat, ada yang hobinya menuntut. Itulah yang disebut selera.
Selera secara sempat
diartikan nafsu makan. Tapi bila diluaskan, selera berkaitan erat dengan kesukaan
atau gairah akan sesuatu, dalam hal apapun. Selera setiap orang itu
berbeda-beda. Saya saja punya selera bereda dengan anak saya, apalagi dengan
orang lain. Setiap
orang bebas menentukan seleranya masing-masing. Tapi sayangnya, tidak sedikit
orang yang memaksakan seleranya kepada orang lain. Ujung-ujungnya, akibat perbedaann
selera seseorang merasa boleh merendahkan orang lain. Sangat salah dalam
menafsirkan selera.
Menulis dan berkiprah di taman bacaan adalah
selera saya. Sementara orang lain, mungkin seleranya nongkrong di kafe, bermain
sama teman-temannya. Ada orang yang seleranya berbuat baik terus-menerus setiap
waktu. Ada selera orang yang berbuat jahat dari waktu ke waktu. Menjual barang
yang bukan hak-nya, mencuri uang melalui m-banking. Lalu berkoar-koar cerita ke
orang lain bahwa dia orang baik. Ada yang seleranya menebar hoaks dan aib orang
lain, sementara ada orang yang hanya berdiam diri saja apapuyn yang terjadi. Yah
begitulah, selera orang, selalu berbeda-beda. Biarkan waktu yang akan
membuktikan, “selera” siapa yang baik dan tidak baik.
Sangat penting hari ini untuk
menghargai selera masing-masing orang. Karena basisnya, persepsi dan pemahaman
setiap orang memang berbeda. Jangan karena perbedaaan selera lalu menghakimi orang
lain. Atau karena ada orang lain yang merasa seleranya lebih baik, mudah sekali
baginya menjatuhkan harga diri orang lain. Selera atau sust pandang setiap
orang itu berbeda, maka cukup tahu saja. Siapapun sama sekali tidak bisa menyeragamkan
pikiran dan perbuatannya dengan orang lain. Masing-masing orang punya seleranya
sendiri. Seperti keinginan dan kebutuhan tiap orang pun tak sama. Jadi, cukup
hargai tiap perbedaan selera yang terjadi. Berbeda itu realitas dan manusia
kok.
Di media sosial, di kehidupan sehari-hari.
Selera banyak orang pasti berbeda. Termasuk selera terhadap capres-nya pun
berbada. Lalu untuk apa mencibir atas selera pemimpin yang berbeda. Rileks
saja, tidak usah gundah gulana atas perbefdaan selera. Untuk apa merendahkan
orang lain karena beda selera. Nggak apa-apa kok beda
selera dan beda pendapat. Yang terpenting adalah tetap berusaha saling
menghargai atas perbedaaan selera.
Tetaplah jadi orang baik di mana pun berada. Sekalipun kita
selalu buruk dalam cerita orang lain. Itu terjadi karena beda selera. Tidak
masalah, karena memang tugas orang lain adalah membenci. Tugas kita cukup mencintai
diri sendiri. Jangan pernah meremehkan orang lain karena beda selera. Untuk
apa berdebat pada orang yang percaya dengan kebohongannya sendiri. Akibat beda
selera yang ingin dipaksakannya. Seolah-olah, apapun yang diperbuat orang lain
selalu salah sementara dirinya pun belum tentu benar. Selera itu subjektif dan
tidak ajeg untuk orang lain.
Selera itu demokratis. Agar siapapun berlatih untuk hidup
merdeka, tanpa paksaan dan intimidasi orang lain. Silakan pengen begini pengen
begitu, asal tidak memaksakannya kepada orang lain. Karena selera tiap orang
berbeda-beda. Rileks saja dalam hal apapun. Tetap santai dalam kesibukan, tetap tenang sekalipun
di bawah tekanan. Tapi tetap optimis di setiap tantangan dan perbuatan. Agar
tetap berpikir jernih dalam menatap masa
depan yang lebih baik. Salam
literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #PegiatLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar