Di era digital begini, gaya hidup bisa dibilang “cetar membahana”. Tidak sedikit orang berlomba-lomba untuk mengumbar gaya hidup atau lifestyle. Gaya hidup dianggap sebagai simbol status sosial seseorang. Makanya, tidak sedikit orang mempertontonkan gaya hidupnya. Sebut saja, flexing atau pamer terhadap harta dan kekayaan yang dimiliki.
Gaya hidup, sejatinya konsep “lebih baru” yang lebih mudah
diukur dari kepribadian. Karena gaya hidup bicara soal bagaimana seseorang menggunakan
uang dan waktunya. Tentang cara membelanjakan
uangnya dan memanfaatkan waktunya. Dari sekian banyak gaya hidup, smartphone
(gawai canggih) dan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) juga termasuk gaya
hidup. Bedanya, smartphone jadi gaya hidup bisa dilihat langsung hasilnya hari
ini. Sementara DPLK hanya sebuah gaya hidup yang baru bisa dinikmati hasilnya
saat usia pensiun tiba.
Nah, mungkin publik harus tahu. Apa bedanya smartphone dan
DPLK sebagai gaya hidup. Agar dapat menjadi bahan perenungan, tentang gaya
hidup mana yang mau dipilih. Setidaknya ada 5 (lima) perbedaaan utama antara
smartphone dan DPLK sebagai gaya hidup, antara lain:
1.
Smartphone sebagai gaya hidup
“tidak perlu edukasi” sudah banyak yang membeli, sementara DPLK sekalipun aktif
memberi edukasi belum tentu dibeli.
2.
Smartphone bisa dibawa
kemana-mana dan terlihat secara fisik, sementara DPLK hanya bisa dibawa untuk
hari tua atau masa pensiun dan belum terlihat fisiknya di masa sekarang.
3.
Smartphone manfaatnya
dirasakan langsung saat sekarang tanpa mengenal pensiun, sementara DPLK manfaatnya
baru bisa dirasakan seseorang saat pensiun alias berhenti bekerja.
4.
Smartphone bisa diakses
di mana-mana (toko maupun online), sementara DPLK belum bisa diakses di mana-mana,
masih terbatas.
5.
Smartphone di Indonesia penggunanya
mencapai 202,6 juta orang, sementara DPLK baru
mencapai 4,6 juta orang.
Memang perbandingan smartphone dan DPLK “terkesan” dipaksakan.
Tapi pasti bisa jadi pembelajaran. Bahwa ada dua gaya hidup yang realitasnya “jauh
berbeda”. Namun begitu, smartphone dan DPLK sebagai gaya hidup punya kesamaan
yang substansial. Yaitu keduanya sama-sama berguna untuk “mengirimkan pesan”, pesan
untuk hari ini dan pesan untuk masa pensiun. Dan keduanya, baik smarphone maupun
DPLK, sama-sama membutuhkan teknologi yang semakin canggih untuk memudahkan komunikasi
para penggunanya.
Khusus soal DPLK, sayangnya 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama
sekali tidak siap untuk pensiun. Hal ini terjadi karena tidak adanya
perencanaan masa pensiun. Banyak pekerja tidak mengalokasikan tabungan untuk
hari tua. Maka konsekuensinya, saat ini 70% pensiunan di Indonesia mengalami
masalah keuangan. Padahal, DPLK harusnya mampu menjadi “alat komunikasi” paling
utama untuk mempersiapkan masa pensiun yang nyaman dan sejahtera. Karena
siapapun, bila mempunyai DPLK, akan
memperoleh 5 (lima) manfaat penting di masa depan, yaitu: 1) adanya jaminan
kesinambungan penghasilan di masa pensiun, 2) tersedianya dana yang “pasti”
untuk hari tua, 3) ada hasil investasi yang optimal, 4) mendapat insentif perpajakan,
dan 5) bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan siapapun.
Smartphone
dan DPLK itu sebenarnya sama-sama gaya hidup. Bedanya, smartphone untuk hari
ini, sedangkan DPLK untuk hari tua. Maka kini, siapapun yang sudah menggunakan
smartphone canggih sudah saatnya beralih untuk memanfaatkan DPLK untuk mempersiapkan
kondisi keuangan yang ideal di masa pensiun, untuk hari tua saat tidak bekerja
lagi.
Sebagai gaya hidup, smartphone penting banget, Tapi DPLK juga
tidak kalah penting untuk hari tua. Bila kita berani “mengganti” smartphone tiap
ada keluaran baru yang lebih canggih, kenapa kita tidak berani untuk punya DPLK
yang dirasakan langsung manfaat canggihnya di masa pensiun. Maka ada baiknya, jangan
tunda lagi untuk segera mempersiapkan masa pensiun yang nyaman dan sejahtera. Karena
kalau bukan kita, mau siapa lagi? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK
#EdukatorDanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar