Idul Fitri telah tiba, suasana lebaran menyelimuti seluruh aktivitas umat muslim di Indonesia. Selain merayakan “kemenangan” sebulan penuh berpuasa, lebaran sangat identik dengan silaturahim. Saling kunjung-mengunjungi ke sanak saudara dan kerabat. Saling bermaaf-maafan sambil bercengkrama menikmati hidangan lebaran.
Tapi sayang, nyatanya, tidak sedikit orang
yang merasa tidak nyaman saat silaturahim lebaran. Akibat masih adanya omongan
atau kata-kata yang terkadang menyakitkna, menyindir, atau menyinggung orang
lain. Entah, apa sebabnya? Akibat kesalahan yang tidak termaafkan atau sakit
hati. Atau bahkan memang ada orang-orang yang memang saat bicara selalu
mengedapankan “sentimen” personal. Kultur negatif yang melekat pada diri
seseorang. Nah, begitulah faktanya di sekitar kita.
Meminta maaf dilakukan atau diminta memaafkan pun diterima.
Tapi di saat yang sama, masih saja berkata-kata yang negatif atau membuat orang
lain tidak nyaman. Berkata-kata yang lebih banyak negatif-nya daripada positif.
Bertanya yang membuat orang lain tidak senang, memamerkan harta dan dirinya, berbicara
sombong, bahkan berkata-kata yang menyakitkan orang lain. Bila itu terjadi,
maka suasana silaturahim dan lebaran pun dikotori oleh lisan yang tidak terjaga.
Lisan atau ucapan itu nakhoda. Maka dalam
suasana lebaran penting untuk menjaga lisan. Sebagai salah satu
akhlak yang baik dan menjadi perilaku yang perlu
untuk dibiasakan. Agar lisan
tidak menjadi pisau yang dapat melukai orang lain dan diri sendiri. Lagi pula sayang kan. Bila sebulan penuh saat berpuasa,
lisan sudah dilatih untuk tadarus, zikir, hingga berdoa yang baik-baik. Tapi
akhirnya dikotori saat silaturahim lebaran.
Saatnya
menjaga lisan di momen lebaran. Hadist Nabi Muhammad SAW menyebut, “Keselamatan
manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (H.R. Al-Bukhari). Maka
penting menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang kotor atau menyakitkan. Karena
lisan yang terjaga dengan baik, insya Allah akan menjadi “jembatan” hidup yang
baik, tubuh yang selamat, dan mendatangkan rezeki yang berkah. Lisan yang baik pun
menjadi penenang hati, penentram jiwa.
Jangan kotori suasana lebaran dengan lisan yang tidak
baik, tidak sepantasnya. Sehingga membuat orang lain tersinggung, apalagi
tersakiti. Patut diketahui, setidaknya ada 5 (lima) keutamaan pentingnya
seseorang menjaga lisan, yaitu:
1. Mendapatkan derajat
mulia sebagai orang muslim. Seperti ditegaskan “Orang yang bisa menjaga lisan dan
tangannya dari berbuat buruk kepada orang lain.” (HR. Bukhari).
2.
Menjadi bukti kadar ketakwaan yang meningkat. Karenan
kuat-lemahnya kualitas takwa seseorang tercermian dari apa yang
diucapkan. Maka penting, tutur kata dijaga setiap saat.
3.
Menjadi amalan yang berpahala.
Lisan yang baik dan terjaga sejatinya menjadi amalan yang
memberikan keberkahan dan berselimutkan pahala yang melimpah.
4.
Menyelamatkan di akhirat. Siapapun yang
tidak mampu menjaga lisannya selama di dunia, maka binasalah di akhirat.
5.
Mendapat ganjaran surga. Selain
dijauhkan dari neraka, lisan yang terjaga “dijanjikan” mendapat ganjaran surga.
Maka siapapun, jadikanlah momen lebaran
untuk melatih menjaga lisan. Lebaran memakai baju baru boleh, memakai sandal
baru boleh. Tapi jauh lebih penting menjaga lisan dan berperilaku yang baik.
Untuk saling menghargai dan saling memaafkan dengan ikhlas dan tulus.
Karena sebaik-baik
manusia adalah mereka mampu menjaga lisannya. Agar tidak membuat orang lain bisa tersinggung. Menjaga lisan dari
ucapan-ucapan
kotor karena sejatinya Allah SWT tidak menyukai perkataan yang
kotor dan buruk. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar