Di era media sosial begini, hati-hati memilih pergaulan. Karena banyak tempat pergaulan hanya berisi orang-orang yang melemahkan. Hari-harinya hanya dipenuhi pikiran dan kata-kata negatif. Teman di grup WA atau medsos yang kerjanya prasangka, pikiran buruk, dan ocehan tidak penting. Tanpa aksi nyata, hanya besar di media sosial. Maka, hati-hati memilih teman di zaman begini.
Bulan puasa itu untuk
muhasabah diri. Introspeksi diri, agar mampu membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk? Termasuk untuk “berhitung kembali”, siapa yang pantas jadi teman
dan siapa yang tidak lagi pantas? Apalagi orang-orang yang jadi toxic alias racun,
sebaiknya dijauhkan. Bersikap tegas dalam pergaulan itu penting di zaman begini.
Sebelum mengambil sikap
dalam pergaulan, mungkin 4 (empat) peribahasa ini bisa jadi inspirasi akan pentingnya
memilih pergaulan. Peribahasa tentang pergaulan di era kekininan yang patut
dijadikan bahan renungan.
1. Birds of a feather flock together.
Burung-burung itu hanya akan berkawan
dengan jenis yang sama. Itu berarti, seseorang akan memiliki sifat yang sama dengan
sifat teman-temannya dalam satu kelompok di mana ia berada. Maka, bila kelompok
bergaul itu sudah tidak banyak manfaatnya, sudah saatnya mengambil sikap untuk “pergi”.
2. Cang ying bu ding wu feng dan.
Lalat tidak pernah hinggap
pada telur yang tidak retak. Artinya, seseorang yang tidak baik cenderung
mengundang teman-teman yang tidak baik pula. Jadi, sudah saatnya “menjauh” dari
pergaulan yang tidak baik apapun konsekuensinya.
3. Suul Khuluqi Yu’di
Perangai jelek itu menular
kepada kawannya. Itu berarti, setiap perbuatan buruk yang dilakukan seoarang
teman maka berpotensi menular kepada temannya. Maka, berhati-hatilah dalam
memilih teman. Karena sifat teman kita lambat laun akan menjadi sifat kita juga. Harus ada keberanian untuk “menyetop”
pergaulan yang buruk, sekalipun ada di teman dekat kita.
4. Ojo cedhak kebo gupak.
Jangan dekat-dekat dengan
kerbau yang kotor. Artinya, jangan coba-coba masuk dalam kelompok pergaulan yang
kurang berbudi pekerti. Karena akan mempengaruhi diri kita sendiri. Ketika
pergaulan sudah mengarah maksiat dan mudarat, tidak ada manfaatnya maka saatnya
menjauhinya. Agar tidak terpengaruh dari pergaulan buruk tersebut.
Semua itu memang hanya peribahasa. Tapi
bila dicermati, mungkin fenomena pergaulan seperti itu ada di dekat kita. Maka ilihlah
pergaulan yang bermanfaat, yang menjunjung tinggi kebaikan. Karena baik atau
buruk seseorang sangat bergantung pada pergaulannya.
Maka sebagai hikmah puasa, kasihanilah
diri kita sendiri. Untuk tidak terlalu banyak bergaul dengan orang-orang yang
hanya melemahkan. Kan katanya, kita dibentuk oleh lingkungan di mana kita
berada. Maka saatnya memilih lingkungan pergaulan yang buruk. Dan harus lebih
hati-hati. Terkadang atas nama pertemanan, teman-teman dekat itulah yang sering
“menikam” selalu tepat sasaran. Banyak orang tertipu dengan senyum teman dekatnya sendiri saat berjumpa.
Harus ada prinsip dalam
pergaulan. Jauhi pergaulan yang banyak mudaratnya, dekati pergaulan yang banyak
maslahatnya. Bijalha dalam pergaulan, di mana pun dan kapan pun. Jadi, untuk
apa masih bertahan pada pergaulan yang
lebih banyak buruknya? Salam literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar