Lagi banyak nih beritanya. Istri pejabat atau pejabat yang flexing alias pamer harta kekayaan. Kaum hedon yang rajin pamer di media sosial. Dari mulai istri Sekda Riau, istri Kepala BPN Jaktim, hingga istri Kasubag di Setneg RI. Akhirnya, para suami berurusan dengan KPK. Harus mempertanggungjawabkan harta kekayaannya, atas yang dilaporkan dan dari mana asalnya itu kekayaan? Maka wajar, pelaku flexing di media sosial jadi ngibrit alias lari tunggang langgang. Minimal, segera menghapus foto-foto flexing-nya di medsos. Kasihan banget pelaku flexing.
Pamer
harta kekayaan kok di media sosial. Niatnya apa sih? Pakaian bagus, mobil
mewah, rumah megah, plus gaya hidup untuk apa dipamerkan. Mau unjuk kekuatan
ekonomi atau mau merendahkan orang lain? Atau biar dibilang orang kaya gitu? Pelaku
flexing lupa ya. Justru pamer kekayaan di media sosial itu hanya terjadi
pada orang kaya baru alias OKB. Kaget, punya harta dan kekayaan
melimpah. Dari mana coba, bila suaminya cuma ASN? Pelaku
flexing lupa, orang yang sudah
kaya dari orok mah tidak akan pernah memamerkan harta yang dimilikinya.
Kenapa
sih orang berani pamer alias flexing? Jawabnya sederhana. Karena oramg
yang pamer itu mencari perhatian publik, tapi utamanya dari orang yang
dijadikan target pamer. Pamer juga biasanya terjadi pada orang yang punya
masalah kepribadian, utamanya orang yang tidak percaya diri sehingga butuh
pengakuan dari orang lain. Sejatinya, orang yang pamer itu justru perasaannya
insecure alias bingung. Pada akhirnya, orang yang pamer itu merasa dalam tekanan
sosial. Sehingga cara untuk melampiaskannya ya dengan flexing. Jadi,
orang-orang yang flexing itu justru bermasalah dengan dirinya sendiri.
Orang
yang suka pamer itu lupa. Bahwa bersikap pamer, bergaya hidup mewah, atau
sejenisnya itu tergolong perilaku yang menjengkelkan. Apalagi bila diketahui
pekerjaan suaminya yang ASN. Wajar jadi bikin publik curiga, dari mana asal
kekayaannya? Memang berapa gajinya sampai bisa punya aset puluhan miliar? Jadi
jelas, pamer itu membahayakan pelakunya sendiri. Di samping menyakitkan untuk
orang miskin atau orang yang tidak punya apa-apa.
Maka
stop pamer, hentikan flexing. Sama sekali tidak ada gunanya pamer
kecuali mengundang kecemburuan sosial dan menyakitkan orang lain yang sedang
kesulitan ekonomi. Lagi pula, untuk apa pamer di media sosial. Bila mau pamer
itu membagi-bagikan harta dan kekayaan ke orang-orang miskin atau anak-anak
yatim. Kalau berani, pamer itu untuk menyenangkan orang lain yang membutuhkan.
Bukan pamer untuk kesenangan diri sendiri sambil berniat merendahkan orang lain
lewat harta dan kekayaan. Jangan ada lagi pamer atau flexing. Batasi
media sosial hanya untuk aktivitas yang bermanfaat dan menginspirasi orang
banyak. Bukan untuk mempertontonkan harta atau kekayaan.
Kasihan
sama orang-orang yang suka pamer. Kok merasa perlu untuk mendapat pengakuan
dari orang lain? Kenapa tidak minta pengakuan dari sang pencipta ya? Jadi,
berhentilah untuk mencari validasi orang lain. Jadilah diri sendiri tanpa perlu
mendapat pujian dari orang lain. Jangan pernah berharap untuk memenuhi
ekspektasi orang lain, karena memang beda dan tidak pernah sama. Untuk apa
berjuang keras memenuhi harapan orang lain.
Pamer
itu bukan unjuk kekayaan. Tapi pamerkanlah sikap peduli dan keuanan berbagi
kepada orang yang membutuhkan. Pamer di medsos mah bukan kaya tapi banyak gaya.
Lupa ya, pamer atau flexing itu perbuatan orang bodoh untuk mencapai
kemenangan. Salam literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar