Di tengah era digital yang begitu ekspansif, ternyata masih ada kaum buta huruf. Ironis dan memprihatinkan. Sekalipun tren Angka Buta Huruf (ABH) terus menurun sejak 1994, namun Indonesia belum terbebas dari kaum buta huruf. Faktanya, masih ada sebagian penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin, huruf arab, dan huruf lainnnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut masih ada 9,24% penduduk Indonesia berusia 45 tahun ke atas yang buta huruf pada 2021 (Masih Ada 9,24% Penduduk Usia 45 Tahun ke Atas yang Buta Huruf pada 2021 (katadata.co.id)). Sementara secara nasional, ada 3,96% penduduk dewasa Indonesia yang buta huruf pada 2021. (Ada 3,96% Penduduk Dewasa Indonesia yang Buta Huruf pada 2021 (dataindonesia.id)
Buta
huruf merupakan ketidakmampuan membaca dan menulis. Ketidak-berdayaan pendidikan
jadi sebab. Akibat tidak sekolah atau tidak punya akses untuk belajar
baca-tulis. Belum lagi, “kantong-kantong daerah” buta huruf belum terjamah
hingga kini. Sementara program pemberantasan buta aksara pun masih terkendala
dari berbagai sisi. Lalu, siapa yang akan membantu kaum buta huruf di Indonesia
untuk terbebas dari belenggu buta aksara?
Berangkat
dari realitas itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki
Gunung Salak Bogor, sejak 2019, telah melakukan aktivitas Gerakan BERantas BUta
aksaRA (GEBERBURA), sebuha program pemberantasan buta aksara yang diikuti 9
kaum ibu dari keluarga prasejahtera. Selain menjalankan program berbasis
inklusi sosial, TBM Lentera Pustaka berkontribusi secara aktif dalam
pemberantasan buta huruf. Alhasil kini, semua warga belajar buta aksara sudah
melek huruf. Mampu membacawalau kurang lancer dan bisa menulis kalimat yang
sederhana. GEBERBURA, sejatinya menjadi bukti peran taman bacaan secara sosial
dan sebagai implementasi inklusi sosial untuk lebih proaktif dalam membantu
individu yang tidak memiliki akses belajar amupun buku bacaan.
Di
TBM Lentera Pustaka, warga belajar GEBERBURA tingkat pendidikannya 33% tidak
sekolah dan 67% tidak lulus SD. Maka di TBM Lentera Pustaka, mereka secara
rutin seminggu 2 kali belajar baca tulis. Tentu tidak mudah, namun tetap terus
berjalan. Jujur saja, menjaga semangat belajar di kalangan kaum ibu memang
tidak mudah. Apalagi puluhan tahun, mereka tidak punya akses belajar membaca
dan menulis. Mulut dan lidahnya sangat sulit menyebut huruf, bahkan tangannya
pun kaku saat harus menulis di buku. Kegiatan belajar pun bersifat informal,
perlu cara kreatif dan sikap pantang menyerah dalam pemberantasan buta huruf. Di
GEBERBURA TBM Lentera Pustaka, warga belajar pun diberi "hadiah"
berupa seliter beras atau mie instan untuk memotivaai agar tetap rajin datang
belajar baca tulis.
"Alhamdulillah
setelah 3 tahun berjaln, hingga kini aktivitas benrantas buta aksara GEBERBURA TBM
Lentera Pustaka tetap berjalan. Kami proaktif dalam agar kaum ibu warga belajar
benar-benar bisa melek baca dan tulis. Terus terang, aktivitas berantas buta
huruf ini menjadi bagian TBM Lentera Pustaka dalam wujudkan kiprah nyat kepada
masyarakat sekitar. Literasi itu untuk semua " ujar Syarifudin Yunus, Penggagas
GEBERBUTA dan Pendiri TBM Lentera Pustaka di Bogor (13/12/2022).
Melalui
metode "be-nang", aktivitasb belajar GEBERBURA dibuat lebih menyenangkan.
Sambil bermain danrileks. Tujuannya, agar kaum buta huruf tidak minder atau
malu. Tanpa rasa gengsi untuk belajar baca-tulis. Agar mereka terbebas dari
belenggu buta huruf, di samping tetap punya kemauan belajar di usia lanjut.
Setiap Kamis pagi dan Minggu siang, warga belajar buta huruf GEBERBURA diajar oleh
wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka.
Melalui
GEBERBURA, TBM Lentera Pustaka ingin menyampaikan pesan bahwa “tidak ada kata
terlambat untuk belajar”. Maka tidak ada kata terlampat pula untuk memperbaiki
diri bagi siapapun. Selagi masih bisa, maka kerjakanlah yang baik. Salam
literasi. #GEBERBURA #TBMLenteraPustaka
#TamanBacaan
#BerantasButaHuruf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar