Sabtu, 27 Agustus 2022

Babad Tanah Modern Desa Sukaluyu di Kaki Gunung Salak

Sukaluyu, nyaéta salah sahiji ngaran désa di kaki Gunung Salak. Memang teu aya hubungan langsung antara penamaan Gunung Salak jeung Désa Sukaluyu. Tapi, ku ngagunakeun silsilah babad modérn, Gunung Salak nu mindeng kasaput “halimun”, dina harti nu hartina, teu mustahil Désa Sukaluyu ogé ngalaman “halimun” nu terus neunggeul, utamana ti wewengkon. tingkat atikan anu kawilang handap sarta mata pencaharian masarakat anu kagolongkeun turun-tumurun teu stabil.- turun temurun ti ratusan taun nepi ka kiwari.

 

Selain memiliki pesona alam dan suasana pegunungan yang indah, ternyata Gunung Salak di Bogor pun menyimpan misteri yang sangat kental di masyarakat. Bahkan di kalangan pendaki, Gunung Salak dikenal sebagai gunung yang angker.  Saking maraknya cerita mistis-nya, tidak jarang masyarakat menyebut Gunung Salak sebagai Gunung terangker di Jawa Barat.

 

Kisah mistis seputar Gunung Salak, suka tidak suka, sering dikait-kaitkan dengan Mbak Salak sebagai penunggu Gunung Salak. Bila ada pendaki yang tersesat lalu hilang atau wisatawan yang tertimpa musibah di Gunung Salak, selalu muncul cerita mistis Mbah Salak. Bahkan di dunia penerbangan, tidak sedikit pesawat jatuh di lereng Gunung Salak.

 

Selain menyimpan segudang misteri, Gunung Salak pun punya banyak versi silsilah. Kenapa dinamakan Gunung Salak? Versi pertama, ada yang menyebut, Gunung Salak diambil dari bahasa sansekerta “Salaka” yang berarti perak. Maka Gunung Salak dapat dimaknakan sebagai 'Gunung Perak'. Versi kedua, ada yang menyebut pernah pernah berdiri sebuah kerajaan di lereng gunung bernama Salakanagara pada abad ke-4 masehi. Sehingga nama Gunung Salak diduga berasal dari kata “salaka”, nama depan kerajaan tersebut. Dan versi ketiga yang terakhir, Gunung Salak dianggap gunung yang sering diselimuti “kabut” sehingga mengganggu penglihatan. Mungkin suasana alam inilah yang sering jadi sebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang di sekitar Gunung Salak, di samping tempat adem untuk bersemedi. Maka banyak sekali petilasan atau tempat bersemedi para raja dan pengikut kerajaan Pajajaran, Prabu Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi di kaki Gunung Salak di daerah Bogor.

 


Sukaluyu, adalah salah satu nama desa di kaki Gunung Salak. Apa kaitannya dengan silsilah Gunung Salak. Memang tidak ada hubungan langsung penamaan Gunung Salak dengan Desa Sukaluyu. Tapi dengan menggunakan silsilah versi ketiga, sebut saja babad modern, Gunung Salak yang sering diselimuti “kabut” secara pemaknaan bukan tidak mungkin Desa Sukaluyu pun mengalami “kabut” yang masih terus melanda, khususnya dari tingkat pendidikan yang relatif rendah dan mata pencaharian masyarakat yang tergolong tidak tetap secara turun-temurun dari ratusan tahun hingga kini.

 

Dari sepuluh survei ke penduduk lokal dan sesepuh kampung (15-20 Agustus 2022), sebagian besar dari mereka sama sekali tidak tahu silsilah asal muasal nama Desa Sukaluyu. Namun bila dikaji dari sisi etimologis, “sukaluyu” dapat diartikan “kegaiban”. Gaib yang berarti sesuatu yang tidak mampu dijangkau dengan indra dan tidak diketahui hakikatnya. Di sisi lain, bila mengacu pada terminology “kabut” Gunung Salak, maka Desa Sukaluyu pun bisa dikategorikan salah satu desa yang “berkabut”. Sebuah realitas masyarakat yang masih suram akan masa depan akibat tingkat pendidikan masyarakat yang masih minin, di samping mata pencaharian yang tidak menentu. Ada “kabut” di Sukaluyu, sekalipun zaman sudah berkembang ke era digital.

 

Babad tanah Sukaluyu, begitulah kisahannya.  Ada “kabut” di Desa Sukaluyu. Sebuah kondisi masyarakat yang masih dinaungi “awan yang turun” ke daratan. Kabut yang bisa tebal bisa tipis. Bila tebal dapat menghalangi jarak pandang, bila tipis pun mengganggu penglihatan. Kabut yang jadi sebab “tidak nyata”, kondisi kelam yang siap menghadang kehidupan manusia. Sukaluyu, kabut yang masih melanda hingga kini.

 

Salah satu indikator “kabut” yang masih melanda adalah tingkat pendidikan masyarakat-nya. Di Desa Sukaluyu, tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya 82% di SD, 9% di SMP, dan 8% SMA. Bahkan dari total 10.407 populasi penduduk Desa Sukaluyu, data menyebutkan 71% penduduknya tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan tetap.  Masyarakat yang tergolong prasejahtera. Bahkan lebih dari itu, dengan populasi anak-anak usia sekolah mencapai 3.035 anak yang terdiri dari 1) rentang usia 0-6 tahun mencapai 22%, 2) usia 7-12 tahun mencapai 37,5%, dan 3) usia SMP-SMA mencapai 40% selama ini tidak punya akses bacaan, baik berbentuk taman bacaan atau perpustakaan umum.

 

Maka babad tanah Sukaluyu, menegaskan kehadiran taman bacaan menjadi penting sebagai ikhtiar untuk memecah “kabut” turun-temurun sehingga apa yang tampak di depan menjadi lebih mudah terlihat, lebih jelas dalam menatap masa depan melalui buku-buku bacaan. Desa Sukaluyu adalah sinyal kuat untuk kaum berdaya dan peduli untuk membangun “cara pandang” baru di masyarakat akan pentingnya Pendidikan setinggi mungkin bagi anak-anak. Agar tidak mudah putus sekolah, di samping pendidikan yang mampu menekan angka pernikahan dini dan pengangguran terbuka.  Taman bacaan harus mampu menjadi inkobator dalam mempersiapkan generasi muda ke depan yang lebih berdaya, lebih berpengetahuan, Untuk menciptakan kualitas hidup masyarakat Desa Sukaluyu yang lebih baik, dari waktu ke waktu.

 

Tentu, babad tanah Sukaluyu ini hanya pengantar awal untuk memulai diskusi dan obrolan sejarah tentang silsilah Desa Sukaluyu agar lebih terang-benderang. Diskursus analitis di awal yang siap bergerak menjadi “bungkusan” pemikiran sintesis dari berbagai fakta dan realitas masyarakat dari tahun ke tahun, sebagai bukti perjalanan sejarah yang dapat dibaca kembali oleh anak-cucu di kemudian hari.

 

Harus diakui, sejujurnya hingga detik ini. Sejarah tentang asal muasal Desa Sukaluyu di kaki Gunung Salak Bogor belum diketahui secara pasti. Karena memang, belum pernah ditemui “babad tanah leluhur” tentang Desa Sukaluyu yang terdokumentasi. Namun, ikhtiar untuk menelusuri dan mengungkap fakta sejarah Desa Sukaluyu memang harus dimulai dan ditindaklanjuti. Maka di situlah, peran sesepuh desa dan tokoh masyarakat dapat berbagi kisah dan cerita “masa lalu” agar dapat dikisahkan dan didokumentasikan secara lebih paripurna. Ke depan, siapa pun harus punya kepedulian untuk mengungkap kisah babad tanah Desa Sukaluyu.

 

Agar esok, “kabut” pun berubah menjadi “sinar terang” cahaya yang menyelimuti tanah desa dan masyarakat Desa Sukaluyu. Sehingga jangan ada lagi pertanyaaan, kenapa masih ada “kabut” di Desa Sukaluyu? Salam literasi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar