Saat liputan dokumenter DAAI TV hari ke-3 (15/7/2022), Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka ditanya, kenapa berkiprah di taman bacaan? Pertanyaan sederhana yang tidak mudah untuk dijawab. Berkutat dengan urusan membaca buku, membimbing anak-anak yang bukan anak kandungnya untuk dekta dengan buku bacaan. Sementara di luar sana, banyak orang sibuk dengan gaya hidup, status sosial, dan asyik dengan gawai. Kenapa masih mau berkiprah di taman bacaan?
Maka
jawabnya, berkiprah di taman bacaan adalah jalan pengabdian. Untuk membangun
tradisi baca dan budaya literasi. Agar tidak ada lagi anak-anak putus seklah,
pernikahan dini, atau terlibat pada aktivitas yang tidak bermanfaat. Maka realitas
itu harus diubah melalui buku-buku bacaan. Apalagi di era digital begini, kok
masih ada daerah yang tingkat pendidikannya 81% di SD dan 9% di SMP. Mau bagaimana
ke depannya?
Atas
panggilan hati nurani, Pendiri TBM Lentera Pustaka, Syarifudin Yunus, yang
berprofesi keseharian sebagai dosen Universitas Indraprasta PGRI dan Direktur
Eksekutif Asosiasi DPLK Indonesia pun bertekad menekan angka putus sekolah
melalui taman bacaan. Sejak didirikan 5 tahun lalu, kini TBM Lentera Pustaka
pun terus berkembang dan melayani 130 anak pembaca aktif dari awalnya hanya 14
anak. Bahkan program literasinya terus berkembang menjadi 14 program saat ini,
dari yang tadinya hanya 1 program yaitu taman bacaan.
Jadi,
kenapa berkiprah di taman bacaan? Karena taman bacaan adalah ladang amal
sekaligus “legacy’ yang dapat ditinggalkan kepada orang banyak. Taman bacaan
pun sebagai jalan pengabdian. Sebuah orientasi hidup yang tidak lagi sebatas mengejar
kebutuhan dan kepentingan pribadi. Tapi lebih dari itu, mampu berbuat nyata dan
menebar kebaikan tanpa pamrih dalam memberi manfaat nyata untuk orang lain dan masyarakat
melalui taman bacaan.
Berkiprah di taman bacaan adalah jalan hidup. Untuk membangun kegemaran
membaca anak-anak di tengah gempuran era digital, di samping mengajarkan akhlak
dan karakter anak yang kian tergerus oleh tayangan TV dan mainan gawai. Sebagai
pengabdian sosial, berkiprah taman bacaan tentu tidak bisa diukur dari material
apalagi status. Tapi berada di taman bacaan adalah kemewahan tidak ternilai bagi
sebagian kecil orang.
Banyak orang lupa, berkiprah di taman bacaan memang terkesan sederhana
dan kecil. Tapi sejatinya, agak sulit bagi siapa pun. Untuk berkiprah di taman
bacaan apabila “belum kelar dengan dirinya sendiri”. Salam literasi
#PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar