Orang zaman sekarang sering lupa. Selain lengket sama gawai, banyak pula yang akrab dengan sifat kepo. Orang-orang yang mau tahu urusan orang lain. Namanya kepo, pengen tahu saja segala urusan yang bukan urusannya. Kenapa sih harus kepo?
Kepo, sifat pengen tahu apa saja. KEPO, knowing
every particular object. Pengen tahu ini, pengen tahu itu. Pengen tahu si ini,
si itu. Dalihnya, atas nama perhatian sekalian update. Tanpa terasa akhirnya membolehkan perbuatan ngomongin
alias bergunjing. Lalu ditambah analisis sedikit, akhirnya jadi prasangka yang
belum tentu benar. Apakah cukup sampai di situ? Ternyata belum. Setelah itu,
lanjut ngobrol untuk omong sana omong sini. Ujung-ujungnya jadi gibah. Sambil
mencari-cari kesalahan orang lain pus nambahin dosa sendiri. Itulah cara kerja orang-orang
kepo.
Lupa ya, kepo itu sebab awal mula orang
senang bergunjing. Ngumpul bareng atas nama silaturahim. Tapi akhirnya bergosip
dan mencari-cari aib orang lain. Bilangnya fakta tapi niatnya gosip. Itulah
yang disebut ber-tajassus. Perilaku orang yang suka ngomongin orang di
belakang. Dengan tujuan membongkar aib atau noda seseorang. Senang ngobrol yang
tidak ada manfaatnya. Atau bertanya-tanya tentang hal yang membuat orang lain
tidak nyaman. Kepo itu berbahaya.
Orang kepo sering tidak sadar. Kalau ditanya
inginnya masuk surga. Tapi perbuatannya justru sebaliknya, lebih banyak mudharat-nya.
Akibat terlalu ingin tahu banyak urusan orang lain. Hidup orang lain diurusin,
sementara hidup sendiri dilupakan. Orang kepo, memang tidak pernah kelar dengan
dirinya sendiri. Atau mungkin, frustrasi dan tidak punya kerjaan. Jadi sok peduli pada urusan orang lain. Begitu nggak
sih?
Hebatnya orang kepo. Hanya bisa menilai
orang lain dengan standar dirinya sendiri. Tapi gagal, menilai dirinya sendiri
dengan standar orang lain. Merasa hidupnya sudah sempurna, sementara hidup
orang lain dianggap tidak sempurna. Orang kepo itu nyata dan ada di dekat kita.
Sayang, orang kepo itu lupa peljaran tentang moral dan akhlak.
Kenapa kepo? Karena orang kepo sejatinya jarang
baca buku apalagi ngaji. Orang kepo lupa, bahwa "Allah itu membenci tiga
perkara, yaitu 1) bergosip, 2) menyia-nyiakan harta, dan 3) banyak bertanya“,
begitu kata hadist Nabi Muhammad SAW. Maka hindari sifat kepo. Soal apa pun dan
tentang apa pun. Apalagi yang tidak ada manfaatnya.
Orang kepo sering lupa. Dia tidak kasih
makan tidak orang yang di-kepo-in. Dia juga tidak biayain sekolah orang yang
di-kepo-in. Boro-boro membantu, menjaga lisan yang baik pun tidak dilakukan. Lalu
kenapa terus bertahan jadi manusia kepo?
Karena itu, pegiat literasi di mana pun “dilarang”
kepo. Karena kepo perbuatan sia-sia. Bahkan malah menambah dosa. Pergiat
literasi hanya boleh peduli untuk urusan anak-anak yang membaca buku. Menambah
koleksi buku bacaan. Hingga menjadikan taman bacaan yang dikelolanya tetap
eksis dan bertahan di era digital. Pegiat literasi boleh kepo. Asal untuk
hal-hal yang positif dan manfaat.
Jadi, hati-hati dan tidak usah kepo. Lebih
baik introspeksi diri. Karena memang tidak ada manusia yang sempurna. Tapi tetap
harus ikhtiar dan berbuat yang lebih baik. Lebih bermanfaat untuk orang lain,
anfa’uhum linnas. Tidak usah kepo, karena siapa punbelum tentu lebih bari dari
orang lain yang di-kepo-in. Dilarang kepo!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar