Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif telah pergi. Jujur, beliau adalah sosok yang saya kagumi. Bukan hanya seorang cendekiawan, beliau adalah guru kesederhanaan. Orangnya sangat bersahaja. Beberapa kali ikut seminarnya dan mencermati gayanya, saya sebut beliau "guru yang sederhana".
Tidak
diragukan, figur dan pemikirannya kaliber internasional. Otaknya pun luar
biasa. Tapi satu hal langka yang tidak dimiliki banyak orang. Buya sangat
sangat sederhana. Dan patut jadi teladan dan contoh banyak orang di zaman
begini. Apalagi bagi mereka yang gemar berlomba dalam kemewahan. Sombong dalam
penampilan, untuk apa?
Buya,
sekalipun eks petinggi Muhammadiyah, dia rela antre berobat di RSU
Muhammadiyah. Pergi jadi narasumber seminar nasional hanya naik sepeda. Naik
KRL ekonomi dari Tebet ke Bogor untuk pertemuan BPIP ke Istana Presiden,
sekalipun ada jemputan untuknya. Lagi-lagi, sederhana-nya keterlaluan.
Belajar
sederhana dari Buya Syafii Maarif. Itulah pelajaran sepeninggal beliau. Beli
sabun cuci ke warung sendiri. Makan sendiri
di angkringan. Naik sepeda ke mana pun dia pergi. Ahh, langkanya teladan
Buya di hari ini. Terima kasih Buya atas ilmu kesederhanaannya.
Buya
seorang profesor, seorang pemikir jempolan. Tapi dia tetap sederhana. Tidak
bergaya dalam hidup sekalipun dia punya. Hidupnya tidak mengejar materi apalagi
harta dan kekuasaan. Buya, darimu saya banyak belajar arti hidup dan
kesederhanaan.
Di mata
Buya, sederhana itu bukan miskin. Sederhana adalah sikap dan pilihan hidup.
Sementara di luar sana, ada banyak orang mempertontonkan kemewahan. Bahkan
tidak sedikit orang miskin yang hidup tidak sederhana.
Hari ini
banyak orang menjauhi hidup sederhana. Tapi Buya justru menikmati hidup
sederhana. Dan terus menyederhanakan hidupnya, di mana pun dia berada.
Sementara yang lain, terus berjuang hingga hari ini untuk terlihat mewah. Agar
tidak dibilang sederhana.
Dari
Buya, lagi-lagi, siapa pun bisa belajar. Bahwa hidup itu sederhana tapi sayang
pikiran yang bikin rumit. Hidup itu sederhana tapi justru gengsi yang bikin
mahal. Lalu kenapa kita tidak berani hidup sederhana? Termasuk TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogro pun meneladani Buya Syafii Maarif. Untuk selalu mengedepankan kesederhanaan pada setiap tindakan. Tetap menjadi apa adanya.
Terima
kasih Buya atas kesederhanaannya. Karena sederhana itu di dalamnya ada sabar,
syukur, dan ikhlas. Semoga almarhum Buya mendapat tempat terbaik di sisi Allah
SWT. Dan kami tetap bertahan untuk hidup sederhana. Selamat jalan Buya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar