Setelah Idul Fitri kali ini, salah satu hikmah yang saya peroleh adalah ibadah itu bukan hanya ritual tapi juga sosial. Ibadah sosial sama pentingnya dengan ibadah ritual kepada Allah SWT. Berbuat baik kepada sesama manusia selama di dunia tidak kalah penting dibandingkan kepatuhan terhadap perintah-Nya untuk akhirat. Maka, kualitas ibadah siapa pun harus terus-menerus diperbaiki, baik ritual maupun sosial.
Menjaga hubungan
dengan sesama manusia itu sama pentingnya dengan memelihara hubungan dengan
Allah SWT. Ibadah tidak cukup hanya ritual. Menjalankan sholat 5 waktu, menjadi
hafizh, bahkan pandai ilmu agama. Namun, kesalehan ritual yang dimilikinya
tidak bermanfaat dan berdampak baik kepada sesama umat. Orang lain tetap terpuruk
dan tidak beranjak menjadi lebih baik dalam hidupnya. Sekali lagi, ibadah itu
bukan hanya ritual tapi juga sosial.
Mungkin
hari ini, kian banyak orang-orang yang belajar agama dan jago dalam urusan
ibadah ritual. Tapi sayang secara sosial, tetap gemar mengumpat atau mencela
pemimpin atau orang lain dengan segala cara. Hobi bergibah atau berbicara
banyak atas hal-hal yang tidak manfaat untuk dirinya, bahkan untuk orang yang
dibicarakannya. Jadi percuma, ahli ibadah ritual namun mengabaikan ibadah sosial.
Hidup tidak cukup hanya kesalehan ritual tanpa diimbangi kesalehan sosial.
Ibadah apa pun bentuknya, ritual maupun sosial, sejatinya bukan
karena ingin mendapat pahala. Agama yang dipahami sebatas mengganjar ibadah dengan pahala patut
diperbaiki. Ibadah, tentu dilakukan bukan untuk membayar "utang budi"
pada siapa pun, bukan pula meminta upah pahala sebagai balasan. Ibadah kok egois.
Bukti bahwa ibadah sosial pun lebih bernilai daripada
ibadah ritual. Ibadah apa pun bukan karena ingin pahala atau dipuji, terlalu
egois. Tapi ibadah adalah wujud rasa cinta kepada sesama dan bukti syukur atas
segala nikmat dan anugerah Allah SWT. Karena sejatinya, ibadah di agama apa pun
memiliki misi untuk menggerakkan ekonomi
rakyat, memeratakan kesejahteraan, memberdayakan kalangan tidak mampu, bahkan membaguskan
akhlak dalam berpolitik atau bermasyarakat.
Maka salah, bila hari ini ibadah dijalankan
seperti agamanya pedagang yang hanya mikirin untung (surga). Salah pula bila
ibadah dikerjakan seperti agamanya para budak yang hanya takut disiksa majikan
(neraka). Apalagi menjadikan ibadah sebagai agitasi personal. Sebagai luapan
rasa gelisah, benci, dan amarah yang tiada pernah berhenti. Ibadah-lah
seperti hamba yang bebas. Ibadah untuk mencintai dengan penuh kesadaran, mensyukuri dengan penuh
ketakwaan. Ibadah yang berdaulat dan tetap enjoy menjalankannya. Seperti
riwayat Aisyah yang heran, kenapa Rasulullah masih sangat rajin beribadah
kepada Allah walau surganya sudah dijamin? Maka Rasulullah pun bersabda, bahwa “beliau
beribadah atas rasa terima kasih dan syukur kepada Allah SWT, karena terlalu
banyak nikmat yang dilimpahkan-Nya”.
Banyak kisah menyebutkan, bahwa ibadah
sosial sangat bernilai di mata Allah SWT, bahkan mungkin jauh lebih bernilai
dari ibadah ritual. Karena Allah SWT berada di antara orang-orang yang
kesusahan. Maka salah satu cara untuk menemui Allah SWT adalah dengan membantu
orang-orang yang susah. Membantu sesama akan hal apa pun yang bernilai ibadah.
Dalam kitab “Mukasyafatm al-Qulub”, suatu
kali Nabi Musa berdialog dengan Allah, lalu bertanya, “Wahai Allah, aku sudah
melaksanakan ibadah yang engkau perintahkan. Manakah di antara ibadahku yang
engkau senangi, apakah sholatku? Allah menjawab, “Sholatmu itu hanya untukmu
sendiri, karena shalat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan
mungkar.” Lalu ibadah apa yang membuat engkau senang? tanya Nabi Musa lagi.
Maka jawabnya, “Memasukkan rasa bahagia ke dalam diri orang lain”. Menyenangkan
hati orang lain pun ibadah. Menjaga hubungan baik dengan orang lain justru
lebih dari ibadah ritual.
Ibadah sosial pun terjadi di taman bacaan.
Walau hanya menyediakan akses bacaan kepada anak-anak. Memberantas buka aksara,
mengajari anak-anak prasekolah. Bahkan membina anak-anak yatim dan kaum jompo. Termasuk
membebaskan kaum ibu dari jeratan rentenir dan utang berbunga tinggi melalui
koperasi simpan pinjam. Hal itulah yang dilakukan di Taman Bacaan Masyarakat
(TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, sebagai wujud ibadah sosial. Ibadah
yang tidak hanya sebatas ritual.
Ibadah sosial sama pentingnya dengan
ibadah ritual. Maka berhati-hatilah terhadap dosa-dosa sosial. Seperti
menyakiti hati manusia, bergibah, berprasangka buruk, berkata kotor,
menghakimi, apalagi menzolimi dan mengambil hak orang lain. Jangan sepelekan
dosa sosial sekecil apa pun. Itulah pentingnya silaturahim dan saling memaafkan.
Dosa kepada Allah SWT, siapa pun bisa memohon ampunan-Nya. Karena ampunan Allah SWT jauh lebih luas
daripada murka-Nya. Tapi dosa kepada manusia, Allah SWT tidak akan mengampuni
sebelum manusia yang dizolimi itu ridho. Korupsi, mencuri, menjual hak orang
lain tidak bisa diampuni dosanya dengan banyak sholat. Karena di situ, ada dosa
sosial dan kezoliman terhadap orang lain.
Jadi,
ibadah sosial dan ritual itu penting. Sebagai wujud cinta kepada sesama dan
syukur kepada Allah SWT. Bukan karena merasa jadi orang penting atau disebut
dermawan atau dipuji orang. Karena bukankah segala yang ada di langit dan bumi
adalah milik-Nya.
Lalu, kenapa berani
mengambil milik Allah? Selalu ada jalan untuk memperbaiki ibadah sosial. Salam
literasi #IbdahaSosial #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar