Minggu, 03 April 2022

Siapa yang Mengajarimu Benci?

Tepat setahun lalu, saya diminta jadi saksi ahli Bahasa di Polda Metro Jaya terkait kasus ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Akibat chat di grup WA, dua politisi level provinsi bertikai dan saling melaporkan ke polisi. Selain ahli IT dan hukum pidana, tentu dibutuhkan ahli bahasa untuk merekonstruksi makna dari ujaran kebencian yang dimaksud. Maka di situlah, saya lakukan analisis bahasa, baik secara struktural, gramatikal, dan semantik. Itu kasus setahun lalu ya.

 

Tapi dalam setahun belakangan, alhamdulillah, sepertinya tidak banyak kasus ujaran kebencian atau pencemaran nama baik. Kecuali yang level nasional atau tergolong viral. Ini jadi bukti, bahwa masyarakat semakin ber-etika dan hati-hati dalam berbahasa. Lebih baik walau belum sepenuhnya santun. Semoga saja, bulan puasa ini jadi ajang introspeksi diri. Bukan hanya memohon maaf lahir batin saat mau puasa. Tapi setelah sebulan puasa, kembali ke habitat dan sifat aslinya. Lalu menyalahkan bulan puasa, seolah gagal memperbaiki diri orang yang berpuasa.

 

Kenapa ada ujaran kebencian atau pencematran nama baik?

Tentu karena adanya sifat benci atau iri pada diri seseorang. Seperti Mr. Putin di Rusia yang kemudian membenci Zelenskyy di Ukraina hingga terjadilah perang. Putin mungkin emosi atau lupa. Bahwa perang bukanlah jawaban untuk menyelesaikan masalah. Maka solusinya bukan perang atau invasi. Tapi hanya cinta yang bisa mengalahkan kebencian.

 

Sangat salah bila masih ada benci hari ini. Apalagi membenci karena agama. Benci kepada negara. Apalagi benci karena warna kulit atau suku. Sama sekali tidak boleh ada kebencian atas nama apa pun. Maka harus ada spirit baru untuk menghentikan kebencian di ranah apa pun. Lebih baik menebarkan cinta dan kebaikan di mana pun. Karena baik saja belum tentu mendapat surga-Nya, apalagi benci.

 


Di bulan suci Ramadhan ini, jangan lupa. Benci itu emosi negatif terkuat yang dimiliki seseorang. Sama sekali benci itu tidak ada manfaatnya, selain membebani diri orang yang membenci itu sendiri. Benci itu tidak pernah meninggalkan kebaikan sedikit pun. Apalagin kebencian yang dibangun atas subjektivitas, benci tanpa alasan. Sungguh tindakan yang keliru bila ada orang yang membenci orang lain. Kenapa tidak membenci diri sendiri?

 

Benci itu penyakit hati. Sekali saja Anda membenci satu atau dua orang, bisa jadi sulit dihentikan. Karena sebentar lagi, Anda akan membenci puluhan atau ratusan orang. Orang-orang di dunia maya harus hati-hati. Jangan terjebak pada kebencian. Bila tidak mampu mencintai, maka cukup untuk tidak membenci. Sederhana sekali.

 

Seperti pegiat literasi di taman bacaan. Untuk selalu membuang jauh-jauh rasa benci, iri, dan dengki. Karena tanpa benci saja harus bersusah payah untuk tetap eksis. Agar anak-anak tetap mau membaca di sela waktu senggangnya. Lah apa jadinya bila taman bacaan dibesarkan dengan kebencian? Boro-boro maju, yang ada bisa “mati suri”, seperti ada tapi tiada.

 

Ketahuilah, menyimpan kebencian dalam diri, kepada siapa pun dan terhadap apa pun sama sekali tidak baik. Tidak ada manfaatnya pula. Sangat lucu, bila ada orang ingin hidup tenang dan bahagai tapi bermodalkan rasa benci. Karena kebencian adalah beban yang terlalu berat untuk ditanggung, baik untuk si pembenci maupun yang dibenci. Benci itu tidak akan mampu menghadirkan minyak goreng yang langka dan mahal.

 

Maka hikmah di bulan Ramadhan, sedikitkanlah benci perbanyaklah cinta. Karena tidak ada hal yang selesai bila dilandasi rasa benci. Dan bertanyalah, siapa yang mengajari Anda untuk membenci? Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar