Selasa, 01 Maret 2022

Pendiri TBM Lentera Pustaka Studi Taman Bacaan ke Negeri Jiran

Entah kenapa? Banyak orang dan pihak menganggap enteng taman bacaan atau membaca buku. Sehingga taman bacaan kian terpinggirkan alias kurang mendapat perhatian. Alhasil, tidak sedikit taman bacaan yang dikelola setengah hati. Kurang serius berkiprah di taman bacaan. Mungkin, karena taman bacaan dianggap kegiatan sosial. Tidak ada uangnya, tidak ada untungnya. Itu sangat benar dan pasti.

 

Maka wajar, taman bacaan sering disebut “jalan sunyi literasi”. Tujuannya mulia tapi nyatanya tidak peduli. Lalu banyak pihak menuding, minat baca anak Indonesia rendah. Sementara ikhtiar memperbanyak akses bacaab tidak dilakukan. Kepedulian terhadap taman bacaan pun tidak kunjung datang. Maka ributlah antara minat baca rendah vs akse bacaan yang minin?

 

Berangkat dari itulah, saya selaku Pendiri TBM Lentera Pustaka bertekad kuat untuk “membuka tabir” tentang taman bacaan. Sampai-sampai belajar soal tata kelola taman bacaan ke Malaysia pada tahun 2019, khususnya Kuala Lumpur. Hanya urusan taman bacaan saja, saya rela untuk studi taman bacaan ke Malaysia. Untuk mencari tahu bagaimana tradisi baca anak sekolah di Kuala Lumpur. Bahkan mengunjungi dua kampus utuk cari tahu bagaimana membangun tradisi baca mahasiswanya? Makanya di sana, mahasiswa yang rajin baca dan cukup ilmu akhirnya bisa selesai dalam 3,5 tahun. Karena tingkat literasi-nya memadai.

 

Dari studi taman bacaan ke Malaysia itulah, sebagai pegiat literasi, saya harus berani mencontoh tata kelola perpustakaan atau taman bacaan yang baik. Dan berani pula memperbaiki hal-hal yang kurang di TBM Lentera Pustaka. Agar taman bacaan tidak hanya sebatas tempat membaca buku. Tapi juga mampu jadi tempat yang asyik dan menyenangkan. Bukan tempat “kelas dua”, yang lokasinya bisa di lantai paling atas atau di area yang paling belakang lokasinya.  Di banyak sekolah di Indonesia, perpustakaan itu letaknya tidak lebih strategis dari kantin. Itu simbol dari sikap dan perilaku terhadap tradisi baca orangnya.

 


Saya tidak mempersoalkan survei PISA soal minat baca yang rendah. Tapi saya harus bilang memang kemampuan membaca pelajar Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia. Di Malaysia, ada Gerakan Malaysia Membaca, di mana pemimpin negara hingga masyarakat luas harus punya waktu untuk membaca. Semua orang harus peduli pada soal membaca. PEDULI, itu kata kunci dalam literasi dan taman bacaan. Soal cara memperlakukan buku-buku.

 

Karena itu pula, TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor yang saat ini saya kelola. Memang sudah perpaduan dari studi yang matang, tentang apa-apa yang baik dan tidak baik di taman bacaan. Dan sebagai obatnya, saya membuat model "TBM Edutainment" sebagai model pengembangan dan tata kelola taman bacaan. TBM Edutainment pula yang kini memasuki tahapriset dan analisis untuk keperluan disertasi S3 Manajemen Pendidikan saya di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. Insya Allah, tahun 2022 ini bisa selesai.

 

Hanya untuk urusan taman bacaan,TBM Lentera Pustaka pun sudi menggali dan belajar tata kelola taman bacaan hingga ke negeri jiran. Tentang cara mengoptimalkan tata kelola taman bacaan. Di samping strategi yang dijalankan dalam mengelola taman bacaan. Lalu bagaimana kinerja TBM Lentera Pustaka hingga tahun kelima ini? Silakan simak di:

https://www.republika.co.id/berita/r81l7m374/taman-bacaan-masyarakat-tbm-lentera-pustaka-berawal-dari-garasi-mobil atau

https://bogor-kita.com/evaluasi-kinerja-bersama-relawan-tbm-lentera-pustaka-catat-5-prestasi-tahun-2021/

 

Jadi, taman bacaan dan pengelolanya harus sama-sama serius. Itulah yang saya sebut, taman bacaan butuh 1) komitmen, 2) konsistensi, dan 3) kesepenu-hatian. Karena buku dan bacaan adalah pinjaman terbaik bagi siapapun yang sama sekali tidak perlu dikembalikan. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar