Entah kenapa? Banyak orang dan pihak menganggap enteng taman bacaan atau membaca buku. Sehingga taman bacaan kian terpinggirkan alias kurang mendapat perhatian. Alhasil, tidak sedikit taman bacaan yang dikelola setengah hati. Kurang serius berkiprah di taman bacaan. Mungkin, karena taman bacaan dianggap kegiatan sosial. Tidak ada uangnya, tidak ada untungnya. Itu sangat benar dan pasti.
Maka wajar, taman
bacaan sering disebut “jalan sunyi literasi”. Tujuannya mulia tapi nyatanya tidak
peduli. Lalu banyak pihak menuding, minat baca anak Indonesia rendah. Sementara
ikhtiar memperbanyak akses bacaab tidak dilakukan. Kepedulian terhadap taman
bacaan pun tidak kunjung datang. Maka ributlah antara minat baca rendah vs akse
bacaan yang minin?
Berangkat dari itulah, saya
selaku Pendiri TBM Lentera Pustaka bertekad kuat untuk “membuka tabir” tentang
taman bacaan. Sampai-sampai belajar soal tata kelola taman bacaan ke Malaysia
pada tahun 2019, khususnya Kuala Lumpur. Hanya urusan taman bacaan saja, saya
rela untuk studi taman bacaan ke Malaysia. Untuk mencari tahu bagaimana tradisi
baca anak sekolah di Kuala Lumpur. Bahkan mengunjungi dua kampus utuk cari tahu
bagaimana membangun tradisi baca mahasiswanya? Makanya di sana, mahasiswa yang
rajin baca dan cukup ilmu akhirnya bisa selesai dalam 3,5 tahun. Karena tingkat
literasi-nya memadai.
Dari studi taman bacaan
ke Malaysia itulah, sebagai pegiat literasi, saya harus berani mencontoh tata
kelola perpustakaan atau taman bacaan yang baik. Dan berani pula memperbaiki
hal-hal yang kurang di TBM Lentera Pustaka. Agar taman bacaan tidak hanya
sebatas tempat membaca buku. Tapi juga mampu jadi tempat yang asyik dan
menyenangkan. Bukan tempat “kelas dua”, yang lokasinya bisa di lantai paling
atas atau di area yang paling belakang lokasinya. Di banyak sekolah di Indonesia, perpustakaan
itu letaknya tidak lebih strategis dari kantin. Itu simbol dari sikap dan
perilaku terhadap tradisi baca orangnya.
Saya tidak
mempersoalkan survei PISA soal minat baca yang rendah. Tapi saya harus bilang
memang kemampuan membaca pelajar Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia.
Di Malaysia, ada Gerakan Malaysia Membaca, di mana pemimpin negara hingga
masyarakat luas harus punya waktu untuk membaca. Semua orang harus peduli pada
soal membaca. PEDULI, itu kata kunci dalam literasi dan taman bacaan. Soal cara
memperlakukan buku-buku.
Karena itu pula, TBM
Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor yang saat ini saya kelola. Memang
sudah perpaduan dari studi yang matang, tentang apa-apa yang baik dan tidak
baik di taman bacaan. Dan sebagai obatnya, saya membuat model "TBM
Edutainment" sebagai model pengembangan dan tata kelola taman bacaan. TBM
Edutainment pula yang kini memasuki tahapriset dan analisis untuk keperluan
disertasi S3 Manajemen Pendidikan saya di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.
Insya Allah, tahun 2022 ini bisa selesai.
Hanya untuk urusan
taman bacaan,TBM Lentera Pustaka pun sudi menggali dan belajar tata kelola taman
bacaan hingga ke negeri jiran. Tentang cara mengoptimalkan tata kelola taman
bacaan. Di samping strategi yang dijalankan dalam mengelola taman bacaan. Lalu
bagaimana kinerja TBM Lentera Pustaka hingga tahun kelima ini? Silakan simak di:
Jadi, taman bacaan dan pengelolanya harus sama-sama serius.
Itulah yang saya sebut, taman bacaan butuh 1) komitmen, 2) konsistensi, dan 3)
kesepenu-hatian. Karena buku dan bacaan adalah pinjaman terbaik bagi siapapun yang sama
sekali tidak perlu dikembalikan. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar