Presisi itu berarti tepat dan teliti. Dalam persfektif lebih luas, presisi bisa dikatakan adanya kesamaan antara kualitas dan kuantitas. Adanya kesesuaian arah antara harapan dan kenyataan. Maka presisi, bagi organisasi atau program apa pun, adalah keadaan yang ideal. Ada akurasi dan ketepata dalam pengukuran suatu program, itulah presisi. Ada nilai yang sama antara “nilai” yang diharapkan dengan aksi yang dilakukan. Lagi-lagi, presisi. Sebuah kondisi ideal yang diharapkan banyak orang.
Nah, apakah presisi
bisa diterapkan di taman bacaan masyarakat (TBM)? Sebutlah “taman bacaan yang
presisi”, taman bacaan yang kehadirannya ideal dan mampu memberi manfaat nyata
kepada masyarakat sekitarnya. Aktivitas taman bacaan dan program literasi yang
dijalankan sesuai dengan kebutuhan masyarakat-nya. Seberapa baik taman bacqan
dikelola dan seberapa manfaat taman bacaan hadir di masyarakat? Bila jawabannya
idela, maka itulah taman bacaan yang presisi.
Ibarat timbangan,
bila taman bacaan bekerja dengan baik dan setara dengan tujuan yang diharapkan
maka layak disebut taman bacaan yang presisi. Taman bacaan yang penuh komitmen
dan konsisten dalam menjalankan program literasi yang seharusnya dilakukan.
Bukan hanya jadi tempat membaca buku semata. Karena taman bacaan, target
besarnya adalah menjadi sentra pemberdayaan masyarakat. Sebagai solusi bukan
hanya sensasi.
Tentu, ada banyak indikator
untuk menyatakan taman bacaan yang presisi. Ideal atau tidak idealnya sebuah taman
bacaan hadir di tengah masyarakat. Bahkan level presisi suatu taman bacaan pun
dapat diperdebatkan. Tapi sebagai acuan dan ukuran standar untuk menilai
keberadaan taman bacaan, maka indikator-indikator presisi-nya sangat penting
diformulasikan. Agar eksistensi taman bacaan benar-benar bermanfaat dan
memiliki nilai tambah untuk masyarakat.
Setelah berkiprah
selama 5 tahun, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka pun mencoba untuk
memformulasikan presisi atau tidaknya suatu taman bacaan. Agar ada ukuran
standar terkait tata kelola dan eksistensi taman bacaan di mana pun. Untuk itu,
taman bacaan yang presisi, setidaknya dapat dilihat dari 5 (lima) aspek penting
sebagai berikut:
1. Presisi secara eksistensi,
mencakup 1) ada anak, 2) ada buku, dan 3) ada komitmen sepenuh hati dari
pengelola. Bila satu dari tiga indikator itu tidak terpenuhi, maka eksistensi
taman bacaan pasti terancam. Bisa jadi “mati suri” atau terkesan “ada tapi
tiada”.
2. Presisi secara program, taman bacaan yang memiliki
1) program rutin dan 2) program tidak rutin. Program rutin seperti jam baca
yang terjadwal, laboratorium baca seminggu sekali, event bulanan, dan
sebagainya. Sementara program yang tidak rutin bisa dilakukan dengan mendatangkan
“tamu dari luar” ke taman bacaan untuk memotivasi, panggung kreasi taman bacaan
setahun sekali, dan sebagainya. Tanpa adanya program rutin dan nonrutin, bisa
jadi aktivitas di taman bacaan berlangsung monoton, tidak asyik bahkan tidak
menyenangkan. Taman bacaan adalah ruang kreasi, bukan hanya tempat membaca.
3. Presisi secara manfaat, taman bacaan yang tidak
hanya bersandar pada aktivitas membaca semata. Tapi dapat dikembangkan ke
aktivitas lain yang bermanfaat besar untuk masyarakat sekitar, seperti 1) pemberantasan
buta aksara, 2) kelas prasekolah/PAUD, 3) koperasi, 4) yatim binaan, 5) jompo
binaan, 6) literasi finansial melalui celengan, 6) literasi budaya kearifan local,
7) literasi digital dan lainnya. Tentu aktivitas non taman bacaan dapat
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
4. Presisi secara tata kelola, taman bacaan yang memiliki
tata kelola secara profesional dan transparan seperti: 1) legalitas lembaga dan
operasional taman bacaan sudah terpenuhi, 2) sistem manajemen organisasi yang jelas,
3) administrasi taman bacaan yang rapi dan tertib, 4) selalu ada rencana
tahunan, 5) melibatkan berbagai pihak (relawan, individu, kroporasi), dan 6) punya
promosi dan publikasi yang konsisten.
5. Presisi secara
kemandirian, taman bacaan yang mandiri secara organisasi dan finansial. Taman bacaan
yang mampu “menghidupi” dirinya sendiri. Tentu dengan bantuan para korporasi
yang mau ber-CSR, donatur buku, orang-orang baik yang peduli, dan masyarakat sekitar.
Jadi, taman bacaan yang presisi mungkinkah? Jawabnya sangat mungkin.
Bila taman bacaan mampu memenuhi indikator eksistensi, program, manfaat, tata kelola,
dan kemandirian. Karena taman bacaan yang ideal tidak hanya sebatas “ada” tapi
harus “bermakna”. Nah, kata kunci taman bacaan yang presisi terletak pada
pengelola, pada pegiat literasi dan relawan yang terlibat di dalamnya.
Harus diakui,
aktivitas taman bacaan hari ini kemungkinannya hanya empat, yaitu: 1) tepat
dan manfaat, 2) tepat tapi tidak manfaat, 3) tidak tepat tapi manfaat, dan 4)
tidak tepat tapi tidak manfaat. Maka taman bacaan yang presisi adalah taman
bacaan yang “tepat dan manfaat”. Di luar itu, maka taman bacaan harus
memperbaiki diri. Pegiat literasi-nya harus introspeksi diri.
Berbekal spirit menjadikan sebagai taman
bacaan yang presisi itulah, TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor
mengembangkan model “TBM Edutainment” sebagai pijakan organisasi dan tata kelola
taman bacaan. Buktinya, dari awalnya sejak berdiri hanya memiliki satu program
yaitu Taman BAcaan (TABA). Tapi kini telah berkembang dan menjalankan 12
program literasi yang mencakup: 1) TAman BAcaan (TABA) dengan 130
anak pembaca aktif usia sekolah yang berasal dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari,
Sukajaya) dan terbiasa membaca 3-8 buku per minggu per anak, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar,
3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14
anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai sekolah/kuliah, 5)
JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3
anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 33 ibu-ibu anggota, 8) DonBuk (Donasi
Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng) melalui celengan, 10) LITDIG (LITerasi DIGital)
seminggu sekali, 11) LITFIN (LITerasi FINansial) sebagai edukasi keuangan, dan
12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan akhlak dan kesantunan. Tidak kurang
dari 250 orang menjadi penerima layanan literasi TBM Lentera Pustaka setiap
minggunya.
Alhasil, pada
tahun 2021 lalu, TBM Lentera Pustaka pun menorehkan berbagai prestasi, seperti:
1) Terpilih "Jagoan 2021" dari RTV (tayang 29 Des 2021), 2)
Sosok Inspiratif Spiritual Journey dari PLN (Okt 2021), 3) Terpilih "31
Wonderful People 2021" dari Guardian Indonesia (24 Sept 2021), 4) Terpilih
"Ramadhan Heroes" dari Tonight Show NET TV (6 Mei 2021), dan 5)
Terpilih program "Kampung Literasi 2021" dari Dit. PMPK Kemdikbud RI
(14 Nov 2021).
Maka ke depan, taman bacaan di mana pun, harus
menjadikan “presisi” sebagai spirit dan energi baru dalam ber-literasi. Agar
taman bacaan yang presisi, berubah dari yang tadinya “tidak mungkin” jadi “mungkin”.
Salam literasi #TamanBacaanPresisi
#PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar