Makin canggih zaman, makin banyak orang yang doyan ngomong. Orang-orang yang jadi tukang ngomong. Lebih banyak bicara daripada kerja. Lebih banyak cari alasan daripada lakukan perbuatan. Bahkan cenderung jadi fitnah, gibah, dan gosip. Tukang ngomong, terlalu banyak omong.
Tukang
ngomong, biasanya hanya mencari sensasi dari esensi. Lihat saja di TV-TV, di
seminar-seminar bahkan di kampung-kampung, ada banyak tukang ngomong. Segala
hal boleh diomongkan. Walau tidak tahu banyak atau tidak punya ilmunya. Apalagi
ditambah gaya dan mimic ngomongnya, wow kesannya luar biasa. Sambil mencibir,
sambil matanya melotot. Begitulah ciri tukang ngomong. Sehari-harinya
dihabiskan untuk ngomong walau sia-sia.
Tukang
ngomong itu artinya “jago ngomong”. Kerjaannya hanya bicara. Tidak punya kerjaan
lain. Persis seperti jago bola, jago lukis. Sayangnya, tukang ngomong hanya
jago ngomong doang. Tidak jago kerja, tidak jago berbuat. Dan akhirnya, segala
rupa diomongin. Jadilah, omong kosong.
Tukang
ngomong itu selalu merasa benar. Sementara orang lain selalu salah. Negara harusnya
begini, pandemi Covid-19 semestinga begini. Presiden harusnya begini. DPR disuruh
begini. Semuanya harus begini, harus begitu. Begitu kata tukang ngomong. Terlalu
banyak omong, jadi seolah semuanya bisa kelar karena omongan. Maklum, tukang
ngomong.
Namanya
tukang ngomong, Hanya bisa bicara tanpa bisa berbuat. Banyak alasan tanpa ada tindakan.
Semunya hanya omong kosong. Tukang ngomong sering lupa, bahwa mulutmu
harimaumu. Penuh keluhan, sumpah-serapah, hingga menyalahkan orang lain. Hingga
tinggal tunggu waktunya, jadi
bumerang untuk diri sendirinya.
Sudahlah,
jangan banyak omong. Tapi perbanyaklah perbuatan baik. Atau minimal diam. Bila
ada masalah yang beri solusi atau kerjakan saja. Karena apa pun, tidak ada yang
bisa kelar bila hanya diomongkan. Ngomong memang gampang. Tapi lebih gampang
menjaga lisan, sedikitkan ucapan. Karena di situ, ada keselamatan ada
keberkahan.
Maka
spirit itulah yang dibangun TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.
Mengajarkan anak-anak untuk banyak membaca buku, bukan banyak omong. Agar tidak
mudah ngomong yang tidak ada ilmunya. Apalagi berkeluh-kesah dan berkoar-koar
seperti orang benar. Agar terwujud anak-anak dan masyarakat yang literat. Mampu
memahami realitas dan fokus pada perbuatan bukan omongan. Karena sejatinya, lebih
baik membaca buku atau diam daripada banyak omong dan berkata-kata tanpa makna.
Jadi
tukang ngomong itu boleh. Asal diikuti perbuatan. Bukan malah diperdebatkan. Lalu
jadi viral dan menambah kisruh. Tukang ngomong lupa akibat dari omongannya.
Hanya jago ngomong tanpa jago berbuat. Harusnya apa yang diomong sama dengan
apa yang diperbuat. Maka berhati-hatilah. Jangan banyak omong. Karena biasanya,
tukang ngomong itu orang frsutrasi. Banyak ngomong karena mereka sedang
memperjuangkan mimpi-mimpi mereka yang tidak tercapai.
Jangan
banyak omong, banyaklah berbuat. Karena hadist Nabi Muhammad SAW menyebut “yang
paling aku takuti atas kamu sesudah aku tiada adalah orang munafik yang pandai
bersilat lidah." Terlalu banyak omong, salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi
#TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar