PADA SECANGKIR KOPI, SEMUA SAMA SAJA
Siapapun, di usia tua, akan tiba masanya mau berjalan
ke pintu saja susah. Mudah lelah, olahraga sedikit saja capek. Maka carilah
kawan yang menyehatkan. Sempatkan waktu dan pergi ke tempat-tempat untuk
mengingatkan kita tentang kebesaran Allah SWT, di mana pun itu.
Jangan susahkan diri memikirkan hal-hal yang tidak
penting. Jangan pula berlebihan karena semua sudah ada waktunya. Maka
nikmatilah yang ada, tentu dengan rasa syukur dan doa yang baik. Bukan
keluh-kesah, gibah, atau hanya obrolan yang tidak punya manfaat sedikitpun.
Karena semua hakikatnya sama saja. Kaya atau miskin,
pintar atau bodoh, kampung atau kota sama. Di gunung – di laut atau di dalam
rumah. Prosesnya tetap sama, mereka awalnya lahir - bayi - anak-anak - remaja -
dewasa - tua - sakit dan akhirnya mati.
Persis kata orang pintar
nan bijak, tidak ada yang sempurna. Ada sehat ada sakit. Ada suka ada duka.
Maka ada hidup pun akan ada mati. Maka tidak perlu adu argumen dengan orang
yang mempercayai kebenciannya sendiri. Tidak pula perlu memberi alasan pada orang
membenarkan pikirannya sendiri. Karena bisa jadi, mereka “buta” dari melihat
kebaikan yang ada di sekitarnya.
Lebih baik ngopi. Karena
secangkir kopi, pahit dan manis selalu bertemu dalam kehangatan. Secangkir
kopi, lebih indah diseruput dalam diam. Dan kopi tidak pernah berhenti memberi
inspirasi tentang hebatnya sebuah perjalanan. Karena kopi, pahitnya saja
bisa dinikmati. Apalagi manis.
Pada secangkir kopi, semua sama saja. Maka di mana
pun, pilihlah tempat dan kawan yang menyenangkan. Jangan cari kawan yang
seperti uang logam, "di depan lain, di belakang lain". Salam literasi
#RenunganPagi #PegiatLiterasi #TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar