Berkiprah di taman bacaan itu penuh jatuh bangun. Jadi pegiat literasi pun harus tahan banting. Karena begitu banyak tantangan dan gangguan yang menghadang. Maklum, membangun kegemaran membaca memang tidak mudah. Selalu saja ada gangguannya. Dari yang tidak peduli sama sekali hingga merecoki program literasi. Agar taman bacaan tidak berkembang. Bila perlu musnah alias tutup.
Jatuh bangun taman bacaan, begitu judulnya.
Sekalipun niat dan ikhtiar baik,
taman bacaan pun tidak luput dari “musuh”. Orang-orang yang tidak setuju
anaknya ada di taman bacaan. Ada juga
orang-oran yang tidak mau membantu. Tapi kerjanya ngomongin taman bacaan.
Gibah,, fitnah bahkan iri-benci ke taman bacaan. Jadi, sangat berat ber-sosial di taman
bacaan. Terlalu pasang-surut. Masyarakat sekitar yang tidak peduli. Pemerintah yang cuek. Hingga tidak
membolehkan anak membaca buku pun aa. Itu fakta yang dialami TBM Lentera Pustaka
di kaki Gunung Salak Bogor. Bahkan akibat ke-frustrasi-an, saya pun sempat mau
menutup TBM Lentera Pustaka akibat ada mahasiswa KKN yang kehilangan motor 3
buah sekaligus. Kecewa berat, kok “tamu” yang datang tidak dilindungi. Tapi karena di-demo anak-anak pembaca dan ibu-ibu. Akhirnya, berdialog dan diputuskan taman bacaan tidak
jadi ditutup. Sangat aneh memang, niat dan ikhtiar baik di taman bacaan ternyata tidak selalu dimaknai dengan baik. Ada saja orang-orang yang kontra, apalagi yang tidak peduli. Itulah jatuh
bangun taman bacaan.
Jadi mengelola taman bacaan memang harus tahan banting. Jadi pegiat literasi pun harus bermental baja, harus
pantang menyerah. Akibat banyaknya hambatan dan gangguan. Dan satu lagi, abaikan
saja orang-orang
yang hanya banyak bicara tanpa bisa berbuat. Di taman bacaan, dilarang fokus pada hambatan dan
gangguan. Lebih baik fokus pada program literasi dan cara bagaimana membuat
taman bacaan jadi asyik dan menyenangkan.
Seperti yang dialami TBM Lentera
Pustaka, setelah 4 tahun berdiri di kaki Gunung Salak. Awalnya, hanya ada 14 anak yang bergabung dan punya program taman bacaan. Tapi kini, tidak kurang 250 anak
dan warga telah bergabung
jadi pengguna
layanan di taman bacaan
setiap
harinya. Ada 12 program literasi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka, seperti taman bacaan, berantas
buta aksara, kelas prasekolah, TBM difabel, yatim binaaan, jompo binaan,
koperasi lentera,
donasi buku, literasi digital, literasi finansial, dan literasi adab. Bahkan
setiap tahunnya, selalu ada CSR koprorasi sebagai sponsor yang membiayai operasional taman bacaan. Anak pembaca aktif terus bertambah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukaya). Relawan pun makin banyak, kini ada 23 orang dan fasilitas-nya makin kinclong karena memiliki kebun baca, suaru lentera, toilet. Di
samping senia budaya seperti angklung, marawis, dan gitar.
Jatuh bangun di taman bacaan
pasti ada. Sulit dibantah dan sulit dihindari. Tapi taman bacan di mana pun,
tetaplah berkiprah. Kata kuncinya adalah komitmen dan konsistensi, jalankan
apa-apa yang sudah menjadi cita-cita taman bacaan sepenuh hati. Karena di taman bacaan, ada hal
yang datang dengan sendirinya. Tapi ada pula yang memang harus diperjuangkan.
Sambil terus menata diri untuk lebih baik, lebih berkualitas. Agar manfaatnya
dirasakan para pengguna layanan taman bacaan.
Saat taman bacaan sudah berdiri. “Biarlah beras
gagal menjadi nasi, tapi buatlah ia menjadi bubur yang
enak". Biarlah gangguan meghadang tapi taman bacaan harus terus tetap bergerak.
Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Karena memang, kulit dari literasi itu pahit. Tapi buahnya sangat manis dan aromanya pasti wangi di kemudian hari. Salam
literasi. #BacaBukanMaen #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar