Kamis, 11 November 2021

Jatuh Bangun Pegiat Literasi di Taman Bacaan, Potret Mirisnya Gerakan Literasi

Berkiprah di taman bacaan itu penuh jatuh bangun. Jadi pegiat literasi pun harus tahan banting. Karena begitu banyak tantangan dan gangguan yang menghadang. Maklum, membangun kegemaran membaca memang tidak mudah. Selalu saja ada gangguannya. Dari yang tidak peduli sama sekali hingga merecoki program literasi. Agar taman bacaan tidak berkembang. Bila perlu musnah alias tutup.

 

Jatuh bangun taman bacaan, begitu judulnya.

Sekalipun niat dan ikhtiar baik, taman bacaan pun tidak luput dari “musuh”. Orang-orang yang tidak setuju anaknya ada di taman bacaan.  Ada juga orang-oran yang tidak mau membantu. Tapi kerjanya ngomongin taman bacaan. Gibah,, fitnah bahkan iri-benci ke taman bacaan. Jadi, sangat berat ber-sosial di taman bacaan. Terlalu pasang-surut. Masyarakat sekitar yang tidak peduli. Pemerintah yang cuek. Hingga tidak membolehkan anak membaca buku pun aa. Itu fakta yang dialami TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Bahkan akibat ke-frustrasi-an, saya pun sempat mau menutup TBM Lentera Pustaka akibat ada mahasiswa KKN yang kehilangan motor 3 buah sekaligus. Kecewa berat, kok “tamu” yang datang tidak dilindungi. Tapi karena di-demo anak-anak pembaca dan ibu-ibu. Akhirnya, berdialog dan diputuskan taman bacaan tidak jadi ditutup. Sangat aneh memang, niat dan ikhtiar baik di taman bacaan ternyata tidak selalu dimaknai dengan baik. Ada saja orang-orang yang kontra, apalagi yang tidak peduli. Itulah jatuh bangun taman bacaan.

 

Jadi mengelola taman bacaan memang harus tahan banting. Jadi pegiat literasi pun harus bermental baja, harus pantang menyerah. Akibat banyaknya hambatan dan gangguan. Dan satu lagi, abaikan saja orang-orang yang hanya banyak bicara tanpa bisa berbuat. Di taman bacaan, dilarang fokus pada hambatan dan gangguan. Lebih baik fokus pada program literasi dan cara bagaimana membuat taman bacaan jadi asyik dan menyenangkan.

 


Seperti yang dialami TBM Lentera Pustaka, setelah 4 tahun berdiri di kaki Gunung Salak. Awalnya, hanya ada 14 anak yang bergabung dan punya program taman bacaan. Tapi kini, tidak kurang 250 anak dan warga telah bergabung jadi pengguna layanan di taman bacaan setiap harinya. Ada 12 program literasi yang dijalankan TBM Lentera Pustaka, seperti taman bacaan, berantas buta aksara, kelas prasekolah, TBM difabel, yatim binaaan, jompo binaan, koperasi lentera, donasi buku, literasi digital, literasi finansial, dan literasi adab. Bahkan setiap tahunnya, selalu ada CSR koprorasi sebagai sponsor yang membiayai operasional taman bacaan. Anak pembaca aktif terus bertambah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukaya). Relawan pun makin banyak, kini ada 23 orang dan fasilitas-nya makin kinclong karena memiliki kebun baca, suaru lentera, toilet. Di samping senia budaya seperti angklung, marawis, dan gitar.

 

Jatuh bangun di taman bacaan pasti ada. Sulit dibantah dan sulit dihindari. Tapi taman bacan di mana pun, tetaplah berkiprah. Kata kuncinya adalah komitmen dan konsistensi, jalankan apa-apa yang sudah menjadi cita-cita taman bacaan sepenuh hati. Karena di taman bacaan, ada hal yang datang dengan sendirinya. Tapi ada pula yang memang harus diperjuangkan. Sambil terus menata diri untuk lebih baik, lebih berkualitas. Agar manfaatnya dirasakan para pengguna layanan taman bacaan.

 

Saat taman bacaan sudah berdiri. “Biarlah beras gagal menjadi nasi, tapi buatlah ia menjadi bubur yang enak". Biarlah gangguan meghadang tapi taman bacaan harus terus tetap bergerak. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Karena memang, kulit dari literasi itu pahit. Tapi buahnya sangat manis dan aromanya pasti wangi di kemudian hari. Salam literasi. #BacaBukanMaen #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar