Pandemi Covd-19 menyisakan kisah pilu. Anak-anak yang jadi yatim piatu karena kehilangan orang tuanya akibat Covid-19. Seperti seorang anak berusia 10 tahun yang sedang isoman pun harus mendapat kabar duka. Saat ayah ibunya meninggal dunia di rumah sakit. Kini si anak termenung sendiri di rumah. Langit mendung menyelimuti hari-harinya ke depan.
Kisah pilu anak lainnya pun bisa terjadi di taman
bacaan. Sedikit cerita tentang Dek Zahra, seoarang anak pembaca aktif di TBM
Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sudah sejak kecil, Dek Zahra terkendala mata. Tidak dapat
membaca seperti anak-anak pada umumnya. Sekalipun pernah berobat, hingga kini Dek
Zahra harus mendekatkan matanyda dengan buku bacaan. Saat membaca, teks buku
harus didekatkan ke matanya. Walau matanya mengalami kesulitan dibanding
kawan-kawannya, Dek Zahar tergolong anak pembaca aktif yang paling konsisten.
Sudah empat tahun di TBM Lentera Pustaka, sejak kelas 2 SD dan kini di kelas 5
SD. Dari tidak bisa membaca, lalu perlahan mengeja kata demi kata. Dan kini,
Dek Zahra sudah bisa membaca walau lambat.
Kesungguhan Dek Zahra membaca buku di taman bacaan
adalah kata kuncinya. Sekalipun matanya tidak normal, Dek Zahra selalu rajin
datang ke taman bacaan. Seminggu 3 kali selalu datang ke taman bacaan. Dan yang
paling penting, dia tidak menyerah dengan keadaan matanya. Bahkan berlatar
belakang dari keluarga yang tidak mampu. Dek Zahra, sungguh bisa menjadi contoh
bagi anak-anak lainnya di taman bacaan.
Suatu kali, saya pun pernah bertanya. “Dek Zahra, kamu
kan matanya agak masalah. Untuk melihat huruf dan membaca seperti anak-anak
lainnya. Tapi kenapa kamu tetap rajin datang ke TBM Lentera Pustaka?”. Dia pun
menjawab denga nagak malu. “Iya Pak. Saya memang tidak bisa membaca secepat
teman-teman. Tapi saya harus rajin ke TBM. Agar tetap bisa baca dan sekarang
lama-kelamaan pun lancar” ujarnya.
Belajar dari kisah Dek Zahra.
Kesungguhan, apapun bentuknya termasuk membaca buku, bila dilakukan
terus-menerus maka akan membuahkan hasil. Di taman bacaan, kebiasaan anak-anak
membaca pada akhirnya dapat dibentuk. Sekalipun sebelumnya tidak terbiasa. Tapi
saat akses bacaan tersedia, Dek Zahra pun rajin dan membiasakan diri. Jadi apapun,
bila dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti akan mencapai tujuan. Membaca
memang butuh kesungguhan.
Begitu pula taman bacaan. Bila dikelola dengan
sungguh-sungguh pasti akan berdampak bagi masyarakat. Asal dikelola sepenuh
hati. Seperti ibadah sholat pun harus dilakukan dengan sepenuh hati. Hingga jadi
terbiasa dan mudah dikerjakan. Apalagi taman bacaan yag sifatnya sosial dan
informal. Di taman bacaan, tidak ada rapor. Tidak ada kenaikan kelas, tidak ada
presensi. Anak-anaknya datang sesuka hati. Maka taman bacaan pun harus dikelola
dengan sepenuh hati.
Berkaca dari kisah Dek Zahra. Maka taman bacaan di
mana pun harus dikelola dengan sungguh-sungguh. Pengelola dan para relawan
taman bacaan harus sepenuh hati. Karena taman bacaan adalah “jalan sunyi” yang tidak
dipedulikan orang banyak. Taman bacaan tidak sepatutnya dikelola dengan “sambil
lalu”. Sehingga tidak dilandasi komitmen dan konsistensi pengelolanya.
Berkiprah di taman bacaan. Bila niatnya
baik, ikhtiarnya baiak, bahkan tujuannya baik. Maka “kesungguhan dalam
mengelola” harus diperjuangkan, harus dipaksakan. Agar memberi manfaat kepada
masyarakat sekitar. Seperti Dek Zahra, dari tidak bisa membaca kini mampu
membaca walau terkendala mata. Kesungguhan Dek Zahra patut diacungi jempol.
Maka dalam hal apapun. Kadang, kita hanya
kurang satu saja, yaitu “kesungguhan” untuk melakukannya. Salam literasi #TBMLenteraPustaka
#TamanBacaan #PegiatLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar