Era digital dan era media sosial menghantui anak-anak Indonesia hari ini. Berkedok globalisasi dan teknologi, anak-anak kini harus dibentukan pada budaya atau tradisi. Terasing dari dunia nyata, dan lebih akrab dengan dunia maya. Era digital telah mengubah anak-anak lebih gandrung pada ponsel atau gawai daripada membaca buku.
Belum lag serbuan drakor (drama korea) yang berhasil merasuk ke
anak-anak. Tidak sedikit dari mereka yang lebih senang disuguhi aksi heroisme
kesatria baja hitam daripada satria madangkara. Lalu berubah jadi pribadi lebih
individualis daripada bersosial. Egois tanpa simpati. Atas nama globalisasi,
semua boleh untuk anak-anak. Hingga mengubah anak-anak dari mentalitas simpatik
menjadi antipatif. Bisa jadi ke depan, apa yang dialami anak-anak Indonesia
akan berubah menjadi beban peradaban. Akibat dinamika kehidupan yang tidak lagi
bisa dikontrol.
Anak-anak yang tergilas zaman. Tergiur gim online hingga bersemayam di media
sosial. Anak-anak yang sebentar lagi kehialngan jati diri. Akibat hilangnya
tradisi membaca buku. Anak-anak yang kian sulit mendapat akses buku bacaan.
Lalu terperangkap dalam jebakan ponsel. Buku pun tertindas kecanggihan gawai. Tempat-tempat
membaca seperti taman bacaan atau rumah baca pun semakin terhimpit eksistensinya.
Lalu, siapa yang harus peduli?
Tradisi membaca, bisa jadi kian langka. Akibat
tidak adanya akses terhadap buku bacaan untuk anak-anak Indonesia. Taman bacaan
yang kian terpinggirkan. Sehingga jadi sebab “perginya” minat baca anak-anak.
Panorama anak-anak yang membaca buku jadi makin langka. Mungkin, sudah tidak
ada lagi anak-anak memegang dan membaca buku di tempat-tempat umum, di angkot, bahkan
di jalanan.
Mau tidak mau, kini saatnya mengembalikan
anak-anak Indonesia. Untuk membaca buku di tengah gempuran era digital. Karena selain
menambah pengetahuan, membaca buku pun dapat menyelematkan masa depan mereka. Untuk
menjadi lebih baik, lebih kompetitif. Anak-anak yang mampu “bertahan hidup”
sesuai dengan alam pikiran dan potensi yang dimilikinya.
Tersedianya akses bacaan itulah jawaban. Bertumbuhnya
taman bacaan itulah harapan. Seiring dengung gerakan literasi di bumi
Indonesia. Karena literasi tidak pantas diulas di atasa ruang diskusi atau seminar.
Literasi adalah gerakan yang harus membumi. Karena tanpa baca, anak-anak akan
merana di masa depan. Jauhnya anak-anak dari buku, akan jadi momok yang terus
melanggengkan kebodohan dan kemiskinan. Akrabkan anak dengan buku bacaan, di
situ ada peran dan eksistensi taman bacaan.
Akses bacaan dan taman bacaan, bsa jadi “lawan
tanding” gim online atau narkoba. Bahkan taman bacaan pun mampu jadi lawan putus
sekolah dan pernikahan dini. Karena membaca buku, semua jadi tersadarkan dan
lebih realistis dalam hidup. Setidaknya, ada 8 (delapan) manfaat yang diperoleh
anak-anak saat membaca buku:
1.
Membentuk karakter dan mentalitas yang lebih sadar dan bijak. Apalagi
bila dipilihkan buku-buku yang berkuatlitas.
2.
Mengisi waktu dengan kegiatan yang positif dan berdaya guna. Daripada
bermain ponsel atau gim online yang tidak produktif bahkan cenderung
kamuflastis.
3.
Memperkaya pengetahuan dan wawasan. Sesuia denga nisi buku bacaan dan dapat
memperkaya khasanah keilmuan.
4. Mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Sehingga memacu
daya imajinasi dan rasa ingin tahu yang lebih tinggi.
5. Menambah rasa percaya diri. Dengan membaca buku, anak
dapat menemukan potensi dirinya sehingga
lebih percaya diri.
6. Meningkatkan budaya baca. Sebagai perilaku positif untuk
memanfaatkan waktu luang.
7. Menambah kosakata baru. Sehingga bermanfaat untuk
keterampilan komunikasi, baik lisan maupun tulisan.
8. Menyelamatkan masa depan anak-anak. Karena buku dapat
lebih bersaing untuk masa depan.
Spirit
itulah yang ditancapkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki
Gunung Salak Bogor. Bertekad menyediakan akses bacaan, kini TBM Lentera Pustaka
memiliki 168 anak pembaca aktif usia sekolah, dari sebelumnya hanya 60 anak di
tahun 2020 dan 14 anak saat berdiri di tahun 2017. Selain membaca buku seminggu
3 kali, anak-anak yang berasal dari 3 desa, yaitu Sukaluyu, Tamansari, dan
Sukajaya Kec. Tamansari Bogor pun kini terbiasa membaca. Menariknya lagi, TBM
Lentera Pustaka kini meluaskan aktivitas literasi melalui program-program
lainnya seperti 1) Gerakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) dengan 9 warga
belajar, 2) Kelas PRAsekolah (Kepra) dengan 25 anak, 3) Sosialisais Anak
Difabel 3 anak, 4) YAtim BInaan (YABI) dengan 16 anak yatim, 5) JOMpo BInaan
(JOMBI) dengan 8 lansia, 6) Koperasi Lentera dengan 25 anggota, 7) gerakan
RAjin menaBUng (RABU), 8) DONasi BUKu, dan 9) LITerasi DIGital rutin seminggu
sekali sebagai sentra pemberdayaan masyarakat, di samping menjadi taman bacaan
yang inklusif dan ramah anak difabel. TBM Lentera Pustaka bertekad menjadi
taman bacaan yang kreatif dan menyenangkan.
Maka siapa pun, saatnya
bahu-membahu untuk menyedikan akses bacaan kepada anak-anak. Bukan hanya
menuding mint abaca bangsa Indonesia rendah. Karena tidak ada minat tanpa
adanya akses bacaan. Akrabkan anak dengan buku bacaan, giatkan eksistensi taman
bacaan.
Tanpa baca kita merana, salam literasi #TBMLenteraPustaka
#BacaBukanMaen #TamanBacan #GerakanLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar