Semarak peringatan HUT ke-16 Forum TBM tahun 2021 ini patut diacungi jempol. Bertajuk “Menengok Diri, Menguatkan Literasi untuk Semua”, Forum TBM sebagai organsiasi penggerak giat membaca dan gerakan literasi di Indonesia terus-menerus manggaungkan eksistensi TBM. Beragam acara seperti praktik baik TBM wilayah dan daerah, panggung boneka muhibah dongeng, sapa TBM digelar. Puncak acara HUT ke-16 Forum TBM pada Minggu 11 Juli 2021 ini pun digelar secara virtual. Sarasehan literasi, penyerahan kartu anggota Forum TBM, peluncuran buku petualangan tekno, Betari dan Maleo, serta pemutaran parade video jadi bukti semarak Forum TBM di Indonesia.
Cukupkah semua itu untuk membangkitkan
keberadaan TBM dan gerakan literasi di Indonesia?
Baiklah, sebutlah ini
catatan kritis Forum TBM di hari ulang tahunnya. Semoga bisa memberi energi
baru dan atensi kepada pegiat literasi dan aktivis Forum TBM di mana pun di
Indonesia. Wabil khusus untuk sahabat saya, Kang Nero Taopik sebagai Ketua
Forum TBM dan jajarannya. Itu pun bila berkenan.
Catatan kritis ini, saya
mulai dari tema yang dipilih “Menengok Diri, Menguatkan Literasi untuk Semua”.
Memaknai tema tersebut, maka ada dua frase yang harus dicermati.
Pertama, frase “menengok
diri”. Menengok itu artinya menjenguk; melihat; menilik; memperhatikan bukan menonton. Dalam bahasa
Jawa “delengan” atau “tingali” dalam bahasa Sunda. Jadi, menengok diri harus
dimaknakan untuk menilik diri sendiri, bukan menilik orang lain. Sebuah spirit
untuk introspeksi diri, evaluasi atas apa yang telah dilakukan. Sehingga
ujungnya, sudah cukup atau belum atas apa yang dilakukan.
Kedua, frase “menguatkan literasi”. Menguatkan
berarti “menjadikan lebih kuat” atau bisa juga mengukuhkan, meneguhkan. Tapi bukan mengeraskan. Apa
yang dikuatkan? Yaitu “literasi”. Secara subjektif, saya memaknai literasi sebagai
keterampilan membaca, menulis, berbicara, menghitung,untuk memecahkan masalah dan memahami
realitas. Maka di situ, TBM tidak cukup hanya “tempat membaca”. Tapi juga harus
jadi tempat menulis, berbicara, dan berhitung. Jadi, menguatkan literasi
sebagai spirit untuk memperkuat aktivitas literasi. Agar jadi literat.
Alih-alih
TBM di Indonesia memang belum lagi dalam eksistensi yang ideal. Maka ke depan,
ada agenda penting Forum TBM yang patut jadi perhatian bersama. Demi tegaknya
tradisi baca dan geraka literasi di tengah gempuran era digital. Forum TBM harus
siap menjadi pelopor dan inkubator gerakan literasi yang lebih masif, terbuka,
dan berdaya guna. Melalui Forum TBM, para pegiat literasi dan TBM di Indonesia
harus lebih militan dan sepenuh hati dalam menggerakkan misi giat membaca dan
gerakan literasi ke masyarakat. Militansi terhadap TBM sangat diutuhkan hari
ini. Karena tanpa militansi, TBM bukan tidak mungkin akan tergilas zaman dan
kian terpinggirkan.
MILITAN,
adalah kata kunci TBM dan pegiat literasi ke depan.
Jangan
kasih kendor, jebret. Gaungkan terus eksistensi TBM, tebarkan terus praktik
baik gerakan literasi, dan kampanyekan terus apa yang dilakukan pegiat literasi
di mana pun. Lagi-lagi, jangan kasih kendor. Baik jiwa, sikap, dan perilaku
dalam ber-literasi. Karena kata banyak orang selama ini, TBM hanya “jalan sunyi”
dari panggung gemerlap gaya hidup dan popularitas.
Jangan
kasih kendor. Begitu kata, orang-orang militan. Mereka yang bersemangat tinggi;
penuh gairah; berhaluan keras dalam menggerakkan giat membaca. Forum TBM harus
berani menyatakan bahwa minat baca anak Indonesia tidak rendah. Tapi akses bacaan dan militansi gerakan literasi yang belum
optimal. Maka semua pihak bertanggung jawab untuk meningkatkan akses bacaan dan
menambah energi militansi untuk “hidup” di TBM.
Secara
subjektif, saya pun merekomendasikan catatan kritis di hari ulang tahun Forum
TBM ke-16 tahun 2021 ini tentang beberapa hal yang mengusik eksistensi TBM di
Indonesia, antara lian:
1.
Pentingnya melakukan konsolidasi keanggotan Forum TBM di seluruh Indonesia,
khususnya dalam hal keberadaan dan keaktifan, profil program dan demografi
TBM-nya, serta peluang dan kendalanya. Apapun kondisinya, TBM-TBM yang ada
harus mengerucut pada “data bersih” yang terus-menerus disaring dan diperkuat. TBM
di Indonesia itu “kekuatan besar” yang harus mulai diperhatikan oleh bangsanya
sendiri.
2.
Mencarikan solusi terhadap soal perizinan TBM-TBM di seluruh Indonesia. Agar
eksistensi TBM di mana pun tidak dipersoalkan pihak-pihak tertentu yang berseberangan
atau setidaknya dapat memberikan “ketenangan” para pegiat literasi dalam
berkiprah di masyarakat. Siapa yang berwewenang memberikan izin operasional TBM
di suatu daerah?
3.
Memperbanyak praktik-praktik baik dan terobosan baru terhadap aktivitas dan
progra di TBM-TBM yang ada. Tentu berbasis kearifan lokal, kawasan, dan inklusi
sosial. Praktik baik TBM, bila dikelola dengan baik, pastinya akan menjadi
nilai tambah dan nilai promosi yang luar biasa. Sehingga mampu mengundang
kepedulian pihak luar terhadap aktivitas TBM.
4.
Mencari formula terbaik dalam pola kemitraaan dan kolaborasi antara TBM-TBM
dengan pemerintah daerah, korporasi, dan komunitas. Apa sinergi yang dapat
dilakukan Bersama? Apa peran TBM untuk eksekusi program kemitraan?
5.
Meningkatkan kemampuan menulis pegiat literasi dan pengelola TBM. Hal ini
penting karena setelah membaca harus diikuti dengan menulis lalu berbicara.
Jadi jangan sampai pegiat literasi, banyak berbicara tanpa menuliskan. Bahaya
bila sekadar retorika. Praktik baik TBM yang dituliskan pada akhirnya akan
memberi pencerahan dan memperkuat TBM lainnya. Dan di era begini, menulis
pastinya akan jadi rekam jejak digital yang abadi. Karena yang terucap akan hilang
dan yang tertulis akan abadi.
Terakhir catatan
kritis saya untuk Forum TBM. Persoalan fundamental TBM saat ini, menurut saya,
ada 3 hal, yaitu 1) ada anak tidak ada buku, 2) ada buku tidak ada anak, dan 3)
komitmen pengelola yang masih setengah hati. Mak agenda penting ke depan adalah
“menyeimbangkan” ketiga hal tersebut agar selalu bersemayam di TBM-TBM.
Menengok diri, memperkuat literasi semestinnya bertumpu pada tiga hal
fundamental tersbut di setiap TBM. Dan untuk itu, menurut saya lagi, hanya bisa
diraih dengan menambah energi “militansi” aktivitas di TBM.
Militan
itu sikap. Sikap bangga terhadap perjuangan di TBM. Sikap berani membangun
tradisi membaca. Dan sikap sepenuh hati berada di “jalan sunyi” literasi yang
jaduh dari panggung gaya hidup dan popularitas. Militansi di taman bacaan.
Adalah “membangun kehebatan dan keunggulan maasing-masing TBM”. Ungkap dan
nyatakan yang hebat dan yang unggul dari masing-masing TBM. Milan yang elegan.
Forum
TBM, jangan kasih kendor. Teruskan militansi yang sudah ada. Bertempurlah
dengan elegan di grakan literasi Indonesia. Asal tetap objektif realistis.
Karena “jangan sampai kita menghabiskan waktu untuk memukuli dinding lalu
berharap bisa mengubahnya menjadi pintu”. Selamat Ulang Tahun ke-16 Forum TBM. Apapun,
jadilah lebih baik. Tetaplah berkiprah dan bersemangat! Salam literasi,
jebrett…. #TBMLenteraPustaka #ForumTBM #TamanBacaan #PegiatLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar