Sabtu, 10 Juli 2021

Lebih Militan, Catatan TBM Lentera Pustaka untuk HUT ke-16 Forum TBM

Semarak peringatan HUT ke-16 Forum TBM tahun 2021 ini patut diacungi jempol. Bertajuk “Menengok Diri, Menguatkan Literasi untuk Semua”, Forum TBM sebagai organsiasi penggerak giat membaca dan gerakan literasi di Indonesia terus-menerus manggaungkan eksistensi TBM. Beragam acara seperti praktik baik TBM wilayah dan daerah, panggung boneka muhibah dongeng, sapa TBM digelar. Puncak acara HUT ke-16 Forum TBM pada Minggu 11 Juli 2021 ini pun digelar secara virtual. Sarasehan literasi, penyerahan kartu anggota Forum TBM, peluncuran buku petualangan tekno, Betari dan Maleo, serta pemutaran parade video jadi bukti semarak Forum TBM di Indonesia.

 

Cukupkah semua itu untuk membangkitkan keberadaan TBM dan gerakan literasi di Indonesia?

Baiklah, sebutlah ini catatan kritis Forum TBM di hari ulang tahunnya. Semoga bisa memberi energi baru dan atensi kepada pegiat literasi dan aktivis Forum TBM di mana pun di Indonesia. Wabil khusus untuk sahabat saya, Kang Nero Taopik sebagai Ketua Forum TBM dan jajarannya. Itu pun bila berkenan.

 

Catatan kritis ini, saya mulai dari tema yang dipilih “Menengok Diri, Menguatkan Literasi untuk Semua”. Memaknai tema tersebut, maka ada dua frase yang harus dicermati.

Pertama, frase “menengok diri”. Menengok itu artinya menjenguk; melihat; menilik; memperhatikan bukan menonton. Dalam bahasa Jawa “delengan” atau “tingali” dalam bahasa Sunda. Jadi, menengok diri harus dimaknakan untuk menilik diri sendiri, bukan menilik orang lain. Sebuah spirit untuk introspeksi diri, evaluasi atas apa yang telah dilakukan. Sehingga ujungnya, sudah cukup atau belum atas apa yang dilakukan.

Kedua, frase “menguatkan literasi”. Menguatkan berarti “menjadikan lebih kuat” atau bisa juga mengukuhkan, meneguhkan. Tapi bukan mengeraskan. Apa yang dikuatkan? Yaitu “literasi”. Secara subjektif, saya memaknai literasi sebagai keterampilan membaca, menulis, berbicara, menghitung,untuk memecahkan masalah dan memahami realitas. Maka di situ, TBM tidak cukup hanya “tempat membaca”. Tapi juga harus jadi tempat menulis, berbicara, dan berhitung. Jadi, menguatkan literasi sebagai spirit untuk memperkuat aktivitas literasi. Agar jadi literat.

 

Alih-alih TBM di Indonesia memang belum lagi dalam eksistensi yang ideal. Maka ke depan, ada agenda penting Forum TBM yang patut jadi perhatian bersama. Demi tegaknya tradisi baca dan geraka literasi di tengah gempuran era digital. Forum TBM harus siap menjadi pelopor dan inkubator gerakan literasi yang lebih masif, terbuka, dan berdaya guna. Melalui Forum TBM, para pegiat literasi dan TBM di Indonesia harus lebih militan dan sepenuh hati dalam menggerakkan misi giat membaca dan gerakan literasi ke masyarakat. Militansi terhadap TBM sangat diutuhkan hari ini. Karena tanpa militansi, TBM bukan tidak mungkin akan tergilas zaman dan kian terpinggirkan.

 

MILITAN, adalah kata kunci TBM dan pegiat literasi ke depan.

Jangan kasih kendor, jebret. Gaungkan terus eksistensi TBM, tebarkan terus praktik baik gerakan literasi, dan kampanyekan terus apa yang dilakukan pegiat literasi di mana pun. Lagi-lagi, jangan kasih kendor. Baik jiwa, sikap, dan perilaku dalam ber-literasi. Karena kata banyak orang selama ini, TBM hanya “jalan sunyi” dari panggung gemerlap gaya hidup dan popularitas.

 

Jangan kasih kendor. Begitu kata, orang-orang militan. Mereka yang bersemangat tinggi; penuh gairah; berhaluan keras dalam menggerakkan giat membaca. Forum TBM harus berani menyatakan bahwa minat baca anak Indonesia tidak rendah. Tapi akses bacaan dan militansi gerakan literasi yang belum optimal. Maka semua pihak bertanggung jawab untuk meningkatkan akses bacaan dan menambah energi militansi untuk “hidup” di TBM.

 


Secara subjektif, saya pun merekomendasikan catatan kritis di hari ulang tahun Forum TBM ke-16 tahun 2021 ini tentang beberapa hal yang mengusik eksistensi TBM di Indonesia, antara lian:

1.      Pentingnya melakukan konsolidasi keanggotan Forum TBM di seluruh Indonesia, khususnya dalam hal keberadaan dan keaktifan, profil program dan demografi TBM-nya, serta peluang dan kendalanya. Apapun kondisinya, TBM-TBM yang ada harus mengerucut pada “data bersih” yang terus-menerus disaring dan diperkuat. TBM di Indonesia itu “kekuatan besar” yang harus mulai diperhatikan oleh bangsanya sendiri.

2.      Mencarikan solusi terhadap soal perizinan TBM-TBM di seluruh Indonesia. Agar eksistensi TBM di mana pun tidak dipersoalkan pihak-pihak tertentu yang berseberangan atau setidaknya dapat memberikan “ketenangan” para pegiat literasi dalam berkiprah di masyarakat. Siapa yang berwewenang memberikan izin operasional TBM di suatu daerah?

3.      Memperbanyak praktik-praktik baik dan terobosan baru terhadap aktivitas dan progra di TBM-TBM yang ada. Tentu berbasis kearifan lokal, kawasan, dan inklusi sosial. Praktik baik TBM, bila dikelola dengan baik, pastinya akan menjadi nilai tambah dan nilai promosi yang luar biasa. Sehingga mampu mengundang kepedulian pihak luar terhadap aktivitas TBM.

4.      Mencari formula terbaik dalam pola kemitraaan dan kolaborasi antara TBM-TBM dengan pemerintah daerah, korporasi, dan komunitas. Apa sinergi yang dapat dilakukan Bersama? Apa peran TBM untuk eksekusi program kemitraan?

5.      Meningkatkan kemampuan menulis pegiat literasi dan pengelola TBM. Hal ini penting karena setelah membaca harus diikuti dengan menulis lalu berbicara. Jadi jangan sampai pegiat literasi, banyak berbicara tanpa menuliskan. Bahaya bila sekadar retorika. Praktik baik TBM yang dituliskan pada akhirnya akan memberi pencerahan dan memperkuat TBM lainnya. Dan di era begini, menulis pastinya akan jadi rekam jejak digital yang abadi. Karena yang terucap akan hilang dan yang tertulis akan abadi.

 

Terakhir catatan kritis saya untuk Forum TBM. Persoalan fundamental TBM saat ini, menurut saya, ada 3 hal, yaitu 1) ada anak tidak ada buku, 2) ada buku tidak ada anak, dan 3) komitmen pengelola yang masih setengah hati. Mak agenda penting ke depan adalah “menyeimbangkan” ketiga hal tersebut agar selalu bersemayam di TBM-TBM. Menengok diri, memperkuat literasi semestinnya bertumpu pada tiga hal fundamental tersbut di setiap TBM. Dan untuk itu, menurut saya lagi, hanya bisa diraih dengan menambah energi “militansi” aktivitas di TBM.

 

Militan itu sikap. Sikap bangga terhadap perjuangan di TBM. Sikap berani membangun tradisi membaca. Dan sikap sepenuh hati berada di “jalan sunyi” literasi yang jaduh dari panggung gaya hidup dan popularitas. Militansi di taman bacaan. Adalah “membangun kehebatan dan keunggulan maasing-masing TBM”. Ungkap dan nyatakan yang hebat dan yang unggul dari masing-masing TBM. Milan yang elegan.

 

Forum TBM, jangan kasih kendor. Teruskan militansi yang sudah ada. Bertempurlah dengan elegan di grakan literasi Indonesia. Asal tetap objektif realistis. Karena “jangan sampai kita menghabiskan waktu untuk memukuli dinding lalu berharap bisa mengubahnya menjadi pintu”. Selamat Ulang Tahun ke-16 Forum TBM. Apapun, jadilah lebih baik. Tetaplah berkiprah dan bersemangat! Salam literasi, jebrett…. #TBMLenteraPustaka #ForumTBM #TamanBacaan #PegiatLiterasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar