Heboh,
kata kawan saya. Saat tahu Tuan Joko Tjandra (JT) ditangkap Polri. Konon JT itu
orang tajir melintir. Kaya-nya kebangetan. Sampai bisa berbuat sesuka hati,
seenak dia berpikir. Pak Polisi pun bilang Tuan JT itu licin dan licik. Hebat
sekali beliau ya. Tapi sayang, di mata saya, JT tak lain hanya “orang-orang
yang merugi”. Termasuk orang-orang yang berkawan dan membantunya. Istilahnya,
Al Muflis alias orang yang bangkrut.
Gimana
tidak rugi Tuan JT dan kawan-kawannya?
Pertama,
Tuan JT itu hanya dihukum 2 tahun lalu kabur selama 11 tahun. Masa kaburnya
saja berkali-kali lipat dari masa hukumannya. Sekarang ditangkap dan
dijebloskan ke penjara. Pasal salahnya berlapis-lapis dan mungkin dipenjara
lama. Rugi tenan. Kedua, gara-gara Tuan JT pula ada lurah dicopot, 2 jenderal
polisi dicopot dan dihukum, pengacaranya pun jadi tersangka. Bahkan ada jaksa
cantik dicopot dan bakal jadi masalah pula. Tuan JT bikin banyak orang merugi.
Kok mau orang-orang itu merugi. Ketiga, bangsa sebesar Indonesia cuma ngurusin 1
orang JT, mengerahkan tenaga puluhan orang dan melibatkan pikiran jutaan
manusia. Bisa jadi, kita ini bangsa yang merugi. Ahh, semua itu pantaslah
disebut Tuan JT dan orang-orang rugi. Literasinya rendah.
Tuan
JT dan orang-orang rugi. Itu hanya realitas. Lalu, apa pentingnya?
Tidak
ada yang penting dari fakta Tuan JT yang ditangkap itu. Selain menegaskan
pentingnya manusia untuk bersikap. Karena sikap memang lebih penting daripada
fakta. Kok mau-maunya merugi akibat Tuan JT. Mungkin, mereka itu hidupnya
selalu diukur dari untung-rugi. Untung bila kaya, untung bila populer, untung
bila bisa senang untuk diri sendiri. Tapi merasa rugi bila miskin, rugi bila
tidak popoler. Bahkan merasa rugi bila peduli atau membantu orang lain yang
membutuhkan.
Tuan
JT dan orang-orang rugi itu pelajaran.
Bahwa
kerugian yang sesungguhnya itu bukan soal harta, pangkat, jabatan atau status
sosial. Tapi rugi itu soal amal ibadah. Seberapa mampu harta atau ilmu bisa
bermanfaat untuk memberdayakan orang lain. Banyak orang lupa. Amal ibadah itu
tidak berarti bila tidak diikuti dengan amal sosial. Ibadah ritual keren tapi
sayang ibadah sosial kosong. Seperti Tuan JT dan kawan-kawannya itu.
Untuk apa bersekongkol bila tidak ada manfaat sosialnya. Bersekongkol hanya
untuk diri mereka sendiri, bersekongkol tapi menyusahkan orang lain. Ahh,
sudahilah. Hidup kok yang dicari untung rugi.
Orang
rugi itu bukan orang belajar keras tapi nilainya kecil. Bukan pula orang yang
belinya mahal tapi jualnya murah. Orang rugi juga bukan orang gajinya lebih
kecil dari pengeluarannya. Atau bukan pula orang yang makan di resto mahal tapi
rasanya tidak enak. Rugi itu bukan pula orang yang keren di medsos tapi aslinya
tidak sekeren yang diomongkan. Itu semua bukan rugi, sama sekali bukan rugi.
Orang
rugi itu ya seperti Tuan JT dan kawan-kawan yang membantunya. Mereka yang
melakukan perbuatan yang tidak sesuai hukum, tidak sesuai kaidah. Bahkan jadi
sebab sengsara orang lain atau jutaan manusia jadi ikut ngomongin. Rugi itu
terjadi pada orang-orang yang gemar melakukan perbuatan sia-sia. Tiudak
produktif dan minim kepedulian. Berbuat hanya untuk diri sendiri tanpa mampu
menyenangkan orang lain. Makin rugi, karena mereka menyangka sudah berbuat yang
paling hebat dan mengagumkan. Sangat rugi bila merasa sudah berbuat banyak
padahal hanya sedikit saja. Jadi, orang-orang rugi itu ada persoalan dengan
akhlak. Masalahnya di akhlak.
Jangankan
harta dan pangkat. Ilmu tinggi pun bila tidak dilandasi akhlak akan jadi rusak.
Akhlak itu di atas segalanya; di atas ilmu bahkan harta dan pangkat. Tuan JT
dan kawan-kawannya itu apa tidak kaya? Apa tidak berilmu? Justru mereka punya
semua. Tapi yang tidak ada pada mereka adalah akhlak. Akhlak baiknya
bermasalah.
Bila
tidak mau rugi. Lalu, bagaimana bisa jadi orang yang beruntung?
Orang
beruntung itu disebut Al Muflih. Mereka yang ikhtiar secara konsisten untuk
amal ibadah dan amal sosial selagi di dunia. Tetap istiqomah di jalan baik,
penuh syukur dan tetap sabar menjalaninya. Selalu menghindar dari persangkaan
buruk, apalagi perbuatan buruk. Selalu menghindar untuk menyakiti atau
merugikan orang lain. Itulah orang yan beruntung.
Maka
Tuan JT dan kawan-kawannya, layak disebut orang merugi. Kaya di dunia tapi
miskin di akhirat. Maka jangan pernah berhenti menghiasi diri dengan akhlak yang
baik. Bukan memperbesar eksistensi ataupun sensasi. Pasti rugi dan sia-sia.
Senang
itu bukan untuk diri sendiri. Tapi juga untuk orang lain yang membutuhkan. #TGS
#BudayaLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar