Senin, 03 Agustus 2020

Pelajaran Literasi Dari Tuan Joko Tjandra Dan Orang-Orang Rugi

Heboh, kata kawan saya. Saat tahu Tuan Joko Tjandra (JT) ditangkap Polri. Konon JT itu orang tajir melintir. Kaya-nya kebangetan. Sampai bisa berbuat sesuka hati, seenak dia berpikir. Pak Polisi pun bilang Tuan JT itu licin dan licik. Hebat sekali beliau ya. Tapi sayang, di mata saya, JT tak lain hanya “orang-orang yang merugi”. Termasuk orang-orang yang berkawan dan membantunya. Istilahnya, Al Muflis alias orang yang bangkrut.

 

Gimana tidak rugi Tuan JT dan kawan-kawannya?

Pertama, Tuan JT itu hanya dihukum 2 tahun lalu kabur selama 11 tahun. Masa kaburnya saja berkali-kali lipat dari masa hukumannya. Sekarang ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Pasal salahnya berlapis-lapis dan mungkin dipenjara lama. Rugi tenan. Kedua, gara-gara Tuan JT pula ada lurah dicopot, 2 jenderal polisi dicopot dan dihukum, pengacaranya pun jadi tersangka. Bahkan ada jaksa cantik dicopot dan bakal jadi masalah pula. Tuan JT bikin banyak orang merugi. Kok mau orang-orang itu merugi. Ketiga, bangsa sebesar Indonesia cuma ngurusin 1 orang JT, mengerahkan tenaga puluhan orang dan melibatkan pikiran jutaan manusia. Bisa jadi, kita ini bangsa yang merugi. Ahh, semua itu pantaslah disebut Tuan JT dan orang-orang rugi. Literasinya rendah.

 

Tuan JT dan orang-orang rugi. Itu hanya realitas. Lalu, apa pentingnya?

Tidak ada yang penting dari fakta Tuan JT yang ditangkap itu. Selain menegaskan pentingnya manusia untuk bersikap. Karena sikap memang lebih penting daripada fakta. Kok mau-maunya merugi akibat Tuan JT. Mungkin, mereka itu hidupnya selalu diukur dari untung-rugi. Untung bila kaya, untung bila populer, untung bila bisa senang untuk diri sendiri. Tapi merasa rugi bila miskin, rugi bila tidak popoler. Bahkan merasa rugi bila peduli atau membantu orang lain yang membutuhkan. 

 

Tuan JT dan orang-orang rugi itu pelajaran.

Bahwa kerugian yang sesungguhnya itu bukan soal harta, pangkat, jabatan atau status sosial. Tapi rugi itu soal amal ibadah. Seberapa mampu harta atau ilmu bisa bermanfaat untuk memberdayakan orang lain. Banyak orang lupa. Amal ibadah itu tidak berarti bila tidak diikuti dengan amal sosial. Ibadah ritual keren tapi sayang ibadah sosial kosong.  Seperti Tuan JT dan kawan-kawannya itu. Untuk apa bersekongkol bila tidak ada manfaat sosialnya. Bersekongkol hanya untuk diri mereka sendiri, bersekongkol tapi menyusahkan orang lain. Ahh, sudahilah. Hidup kok yang dicari untung rugi.

 

Orang rugi itu bukan orang belajar keras tapi nilainya kecil. Bukan pula orang yang belinya mahal tapi jualnya murah. Orang rugi juga bukan orang gajinya lebih kecil dari pengeluarannya. Atau bukan pula orang yang makan di resto mahal tapi rasanya tidak enak. Rugi itu bukan pula orang yang keren di medsos tapi aslinya tidak sekeren yang diomongkan. Itu semua bukan rugi, sama sekali bukan rugi.

 

Orang rugi itu ya seperti Tuan JT dan kawan-kawan yang membantunya. Mereka yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai hukum, tidak sesuai kaidah. Bahkan jadi sebab sengsara orang lain atau jutaan manusia jadi ikut ngomongin. Rugi itu terjadi pada orang-orang yang gemar melakukan perbuatan sia-sia. Tiudak produktif dan minim kepedulian. Berbuat hanya untuk diri sendiri tanpa mampu menyenangkan orang lain. Makin rugi, karena mereka menyangka sudah berbuat yang paling hebat dan mengagumkan. Sangat rugi bila merasa sudah berbuat banyak padahal hanya sedikit saja. Jadi, orang-orang rugi itu ada persoalan dengan akhlak. Masalahnya di akhlak.

 

Jangankan harta dan pangkat. Ilmu tinggi pun bila tidak dilandasi akhlak akan jadi rusak. Akhlak itu di atas segalanya; di atas ilmu bahkan harta dan pangkat. Tuan JT dan kawan-kawannya itu apa tidak kaya? Apa tidak berilmu? Justru mereka punya semua. Tapi yang tidak ada pada mereka adalah akhlak. Akhlak baiknya bermasalah.

 

Bila tidak mau rugi. Lalu, bagaimana bisa jadi orang yang beruntung?

Orang beruntung itu disebut Al Muflih. Mereka yang ikhtiar secara konsisten untuk amal ibadah dan amal sosial selagi di dunia. Tetap istiqomah di jalan baik, penuh syukur dan tetap sabar menjalaninya. Selalu menghindar dari persangkaan buruk, apalagi perbuatan buruk.  Selalu menghindar untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Itulah orang yan beruntung.

 

Maka Tuan JT dan kawan-kawannya, layak disebut orang merugi. Kaya di dunia tapi miskin di akhirat. Maka jangan pernah berhenti menghiasi diri dengan akhlak yang baik. Bukan memperbesar eksistensi ataupun sensasi. Pasti rugi dan sia-sia.

 

Senang itu bukan untuk diri sendiri. Tapi juga untuk orang lain yang membutuhkan. #TGS #BudayaLiterasi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar