“Semoga tahun ini kita menjadi lebih baik”. Begitulah doa yang dilantunkan banyak orang dalam memperingati 1 Muharram 1442 H. Di grup WA, di facebook atau di media sosial lainnya. Seraya kita menjawab, “amiin”.
Menjadi lebih
baik, itu berarti siapapun yang berdoa. Pasti merasa tahun sebelumnya belum
baik atau kurang baik. Atau sudah baik tapi belum optimal, maka ingin lebih
baik lagi. Kira-kira begitu. Karena ada niat dan tekad, untuk menjadikan tahun
ini lebih baik. Dari keadaan yang sepenuhnya belum baik menjadi lebih baik
lagi. Betul begitu kan? Nah itu berarti, banyak orang pun memaknai 1 Muharram
sebagai hijrah. Hijrah yang berarti 'meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah
tempat'. Kata
anak zaman now, “move on”. Hijrah atau move
on ada berbagai sisi kehidupan yang diniatkan untuk lebih baik. Sampai di sini
sepakat ya.
Maka
bolehlah disebut, muharram itu hijrah.
Hijrah dari
suatu keadaan sekarang ke keadaan lain yang lebih baik. Tapi soalnya, tidak
sedikit orang yang memaknai hijrah hanya sebatas lahir butan batin, sebatas fisik
bukan nonfisik. Maka betapa banyak perubahan lahir yang diuber banyak orang.
Tapi tidak berpengaruh terhadap batinnya. Ada yang makin pintar karena
sekolahnya tinggi. Ada pula yang makin kaya karena kariernya maju. Ada pula yang makin tampan. Tapi sayang, hanya
sebatas fisik. Tapi batinnya tetap kosong, batin yang tidak bersyukur. Bahkan batin
yang gersang. Seperti di wabah Covid-19 sekarang. Makin banyak orang OTG (Orang
Tanpa Gejala). Artinya, fisiknya sehat namun ternyata sakit. Wajahnya ceria namun
hatinya duka. Kata-katanya indah, namun perbuatannya tidak indah. Begitulah
realitasnya. Semua itu berarti, belum ada hijrah.
Urusan lahir
atau fisik itu sangat mudah diukur. Cukup menggunakan mata. Saat lihat indah, begitulah
kesan yang timbul. Seperti kata Imam Ghazali, penyakit lahir atau fisik itu banyak pakarnya. Sakit
cancer ada dokternya, sakit kulit ada dokternya, sakit jantung pun ada dokter jantung.
Tapi penyakit batin, sama sekali belum ada dokternya. Di jalan-jalan di rumah
sakit di klinik, tidak ada dokter penyakit sombong. Tidak ada dokter penyakit
dengki. Atau kita ingin berobat ke dokter penyakit benci? Sama sekali tidak
ada.
Hijrah itu bukan soal lahir.
Tapi batin. Lahir dan batin bersinergi untuk lebih baik.
Seperti penyakit lahir, pada
siapapun, bisa dideteksi dan bisa didiagnosis. Orang yang sakit kepala tandanya
pusing. Orang yang sakit flu pasti terasa tidak enak badan. Tapi penyakit
batin, banyak orang mengidapnya tanpa tahu gejala sakitnya. Siapa di antara kita
yang bisa mendeteksi penyakit sombong, dengki atau benci di diri sendiri?
Fisiknya ngobrol tapi akhirnya bersusah payah mencari kejelekan orang lain.
Bersikap sombong yang merasa wajar karena itu semua hasil jerih payahnya. Orang-orang
yang mengaku hemat untuk menutupi kekikirannya. Maaf bila tidak berkenan ya.
Jadi jelas, hijrah tidak hanya
soal lahir atau fisik. Tapi hijrah harus dan harus melibatkan batin, menggunakan
hati. Bila ada orang sombong masih tetap galau. Bila ada orang kaya tapi merasa
miskin. Bila ada orang yang sudah berbuat tapi hatinya tidak tenang. Kata kuncinya,
mereka belum berhjrah. Belum berpindah dari keadaan lahir menuju ke batin.
Lebih bersifat fisik, bukan psikis.
Maka dengan tegas, hijrah atau berpindah tempat bukan
soal lahir. Menjadi lebih baik di tahun ini daripada tahun sebelumnya bukan
soal material. Tapi soal batin, soal psikis. Dan itu semua, hijrah hanya bisa
terjadi bila kita berpegang kepada agama Allah. Hijrah dari belum dengan kepada
Allah menjadi lebih dekat dan khusyuk bersama Allah.
Jadi bagaiaman bisa berhijrah?
Sederhana saja. Mungkin kemarin-kemarin kita sudah
hebat dan mampu mencapai yang kita inginkan. Tapi sayang apa yang kita capai
itu belum punya manfaat banyak orang lain. Atau bahkan malah menyakitkan orang
lain. Sekali lagi hijrah bukan hanya lahir tapi batin. Maka 1 Muharram 1`441
H ini jadi momen hijrah, untuk siapapun. Berhijrahlah untuk 1)
memberikan bantuan kepada orang lain, sekolahkan anak-anak yatim yang terancam
putus sekolah, 2) buatlah orang lain senang bukan malah jadi benci atau hasud,
dan 3) tebarkan manfaat kepada orang lain, bukan justru memanfaatkan orang
lain. Bersikap untuk menghargai bukan menghina, bersikap untuk mengangkat bukan
menjatuhkan. Itu semua cara sederhana untuk
hijrah, momen tahun baru Islam yang lebih bermakna.
Muharram itu hijrah. Tentang kesadaran dan kesdiaan untuk
berubah. Berpindah tempat dari yang belum baik menuju ke yang lebih baik. Dan
untuk berhijrah, cukup dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Tidak
perlu banyak mengeluh, tidak perlu membenci. Apalagi membicarakan kejelekan
orang lain hingga menghujat orang lain. Hijrah cukup dengan melibatkan hati, memperbaiki
batin. Karena sela mini, mungkin kita terlalu banyak memperbagus lahir atau
fisik semata.
Jadi sungguh.
Bila tahun ini tidak lebih baik dari tahun kemarin. Maka kita bukan termasuk
kaum yang berhijrah. Dan semua itu, nanti dibuktikan oleh waktu. Itupun bila
masih diberi umur panjang. Tetaplah ikhtiar dan berdoa untuk terus-mnerus mencari
jalan menuju kehidupan yang lebih baik; lebih bermanfaat untuk agama dan orang
lain. Bukan malah sebaliknya. Karena hijrah memang butuh kesungguhan, siapapun.
Hijrah, memang harus "meninggalkan" apa yang
dirasakan untuk bersegera menuju ke tempat yang harus “didapatkan”. Sebelum
ajal tiba. Wallahu a’lam bishowab, insya Allah.
#Muharram1442H #TahunBaruIslam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar