Ini hanya cerita pilu seorang karyawan swasta di masa Covid-19. Agar bisa jadi pelajaran. Dicky, bukan nama sebenarnya. Ia selevel manajer dan bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Sejak Juli 2020 ini, ia jadi salah satu karyawan swasta yang merasakan pedihnya guncangan ekonomi akibat wabah corona.
Sangat tidak terduga. Ia
bertutur, sejak muncul virus corona Maret 2020 lalu, aktivitas kantornya masih
berjalan normal. Lalu di bulan April, tempatnya bekerja mulai ada penyesuaian
secara bertahap. Jam dan hari kerja mulai dikurangi, tentu dengan dengan
konsekuensi pengurangan gaji. Seiring menguatnya wabah Covid-19 dan
pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kantornya
mengumumkan jumlah hari kerja dipangkas 50%. Otomatis, gajinya pun hanya
dibayarkan hanya separuh dari biasanya. THR bulan Mei lalu pun hanya diberikan
50% kepada semua karywan. Wabah Covid-19 memang menghentak semua orang. Bukan
hanya pasien positif yang bertambah, korban yang meninggal dunia pun terus
bertambah. Banyak orang hanya bisa pasrah.
Di bulan Juni, kantor
tempat bekerja Dicky pun tetap memangkas 50% jam dan hari kerja. Pemberitahuan
kepada karyawan hanya dapat dilakukan via WhatsApp secara berantai. Dan karena
perusahaan tempat ia bekerja di sektor ritel, keadaan kian sulit untuk membangun
bisnis normal kembali. Mau tidak mau, perusahaannya pun mulai melakukan PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja). Dan Dicky menjadi salah satu karyawan yang di-PHK.
Hari ini Dicky sudah
tidak bekerja lagi. Karier yang dijalani lebih dari 8 tahun pun sirna. Berkarier
dari staf, supervisor hingga manajer. Kini, tidak berbekas lali. Virus corona
telah mengubah segalanya. Mungkin, cerita pilu ini pun menghantui banyak karyawan
swasta lainnya di antero nusantara.
Apakah cukup sampai di
situ? Tidak, cerita pilu Dicky dan keluarga kecilnya berubah jadi elegi
kehidupan. Pesangonnya belum tahu akan dibayarkan atau tidak. Program pensiun
selama bekerja pun tidak punya. Sementara sejak jadi manajer, gaya hidup dan
kebutuhan hidupnya pun meningkat. Maklum, menyesuaikan dengan pangkat seorang
manajer. Dan kini, Dicky berada di titik ketidakpastian. Ada nelangsa yang
harus dirasa. Dicky itu bukan pekerja di kalangan bawah, bukan pula pekerja
informal. Ia di manajerial level, entry middle employee. Elegi seorang
karyawan swasta di Jakarta, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sungguh, cerita pilu Dicky
ini bukan satu-satunya. Masih banyak lagi karyawan level menengah yang
mengalami nasib seperti Dikcy. Bahkan ribuan karyawan swasta level menengah di
banyak kantor pun kini dihantui keadaan takut seperti Dicky. Lalu, apa yang bisa
diambil hikmahnya dari cerita pilu seorang karyawan swasta?
Hikmahnya adalah banyak karyawan swasta “gagah” di saat bekerja. Tapi
sayang, sebagian besar dari mereka justru “loyo” di masa pensiun, di saat tidak
bekerja lagi. Akibat lupa mempersiapkan masa tidak bekerja. Tidak mau menyisihkan
sebagian gajinya untuk masa pensiun atau hari tua. Maka survei membuktikan, 7
dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan. Bahkan hari ini, 9
dari 10 pekerja yang ada sama sekali tidak siap untuk berhenti bekerja, apalagi
pensiun atau di-PHK.
Saat bekerja, banyak karyawan bisa “membeli”
segalanya. Punya gaya hidup yang mentereng. Lebih gemar pada keinginan bukan
kebutuhan. Bahkan untuk sebuah eksistensi pun rela merogoh kocek yang tidak
kecil. Atas nama gaya hidup.
Karyawan sering lupa. Masa pensiun sejahtera itu
harus diciptakan, perlu diupayakan. Pensiun yang sejahtera bukan nasib. Maka,
tidak akan ada karyawan yang pensiun sejahtera bila tidak berani menabung dari
sekarang. Menyisihkan Sebagian gaji untuk program pensiun, dan hanya bisa
diambil saat masa pensiun tiba.
Bercermin dari cerita pilu Dicky. Maka siapapun selagi
masih karyawan, siapkanlah masa pensiun, menabunglah untuk hari tua. Sejahtera
atu tidaknya karyawan di mas apensiun, bukan tanggung jawab kantornya bukan pula
tanggung jawab negara. Tapi tanggung jawab dirinya sendiri. Karena pensiun,
bukan “gimana nanti” tapi “nanti gimana”. Jangan terlambat untuk mempersiapkan
masa pensiun yang nyaman.
Sungguh, tidak ada jalan pintas untuk meraih masa
pensiun yang sejahtera. Masa tidak bekerja lagi itu harus dipersiapkan dari
sekarang. Nah, salah satu cara untuk memulainya adalah berani menabung untuk
masa pensiun dan hari tua. Melalui program pensiun yang disebut DPLK (Dana
Pensiun Lembaga Keuangan).
Kenapa DPLK?
Karena DPLK merupakan program pensiun yang dirancang
untuk mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera. Agar tiap karyawan dapat
memenuhi kebutuhan hidup saat tidak bekerja lagi. Di samping sedikit mampu
mempertahankan gaya hidupnya. Setidaknya,
ada 6 (enam) alasan agar karyawan swasta mulai menyiapkan masa pensiun melalui
DPLK karena:
1.
Adanya pendanaan yang bersifat “pasti” untuk
masa pensiun atau masa tidak bekerja lagi. Agar gaji tidak hanya habis untuk
keperluan hidup dan perilaku konsumtif.
2.
Adanya kesinambungan penghasilan saat pensiun.
Karena dana yang terkumpul dapat dibayarkan sekaligus atau dibayarkan secara
bulanan saat masa pensiun tiba.
3.
Adanya fasilitas perpajakan. Karena
setiap iuran yang disetor untuk program pensiun mendapat insentif pajak, hanya 5%
pajaknya.
4.
Adanya hasil investasi yang optimal. Karena
dana selama menjadi peserta program pensiun akan diinvestasikan dan berpotensi
memperoleh imbal hasil yang optimal, apalagi dalam jangka waktu yang panjang.
5.
Ada kepastian untuk karyawan. Karena iuran
yang disetor untuk program pensiun secara prinsip dibukukan langsung atas nama
karyawan. Artinya, seluruh dana yang tersedia menjadi hak karyawan dan siap
dibayarkan saat masa pensiun tiba.
6.
Ada uang di saat tidak bekerja lagi. Karena
karyawan jadi lebih disiplin menabung untuk hari tua. Program pensiun prinsipnya
hanya dicairkan saat pensiun tiba.
Maka jangan lagi terbuai gaya hidup. Apalagi di masa
Covid-19 seperti sekarang. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Agar kisah
pilu Dicky tidak terulang lagi. Selagi masih karywan, harus ada keberanian
untuk menyisihkan sebagian gaji untuk masa pensiun. Dan langkah yang bisa
ditempuah adalah menjadi peserta program pensiun DPLK (Dana Pensiun Lembaga
Keuangan) yang ada di pasaran.
Ketahuilah, tidak satupun dari karyawan yang akan
bekerja terus-menerus. Cepat atau lambat masa pensiun pasti tiba. Bahkan keadaan
tidak bekerja lagi bisa datang kapan saja, dan atas sebab apapun. Maka
persiapkanlah masa pensiun diri sendiri. Agar jangan ada kisah pilu seorang
karyawan di masa pensiunnya, di masa tidak bekerja lagi.
Mau seperti apa di masa pensiun, kini pilihannya ada di
tangan Anda sendiri …. #EdukasiPensiun #LiterasiPensiun #PDPLK
#YukSiapkanPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar