Sebuah “pengakuan”
di Hari Buku Sedunia, hari ini 23 April 2020. Persis jelang 1 Ramadhan 1441 H,
bulan puasa. Bulannya kaum muslim untuk menahan diri, memperbanyak ibadah.
Pengakuan,
bisa jadi hal yang paling langka di dunia ini. Hari-hari belakangan ini.
Sebuah keberanian,
bagi siapapun, untuk mengaku atau mengakui. Mengaku tentang apa saja. Tentang
cara atau perbuatan untuk mengaku, dalam hal apapun. Sesuatu yang harus diakui,
megakui realitas yang terjadi. Sebut saja sebuah pengakuan.
Siapapun,
harus mengakui. Hingga hari ini tidak kurang dari 568 hoaks atau kabar bohong
terkait Covid-19 telah beredar. Covid-19 bukan dicegah atau disembuhkan. Tapi
di-eksplor jadi bahan kebohongan. 1 dari 2 orang Indonesia pun kini punya akses
terhadap internet. Tapi sayang, tradisi bacanya tidak lebih dari 1 jam sehari.
Sementara berselancar di dunia maya bisa 5,5 jam sehari. PSBB akibat wabah
virus corona Covid-19 pun sudah diterapkan. Tapi keramaian dan lalu-lalang
masih ada di jalanan, di tempat nongkrong. Mudik sudah dilarang tapi pemudik
terus mengalir. Hingga semua bingung, gimana kita seharusnya sebagai bangsa?
Sungguh, semua itu harus diakui. Sebuah pengakuan yang harus diakui.
Sebuah
pengakuan lagi.
Hari
ini #DiRumahAja tapi hati galau, pikiran bete. Persis seperti orang yang puyeng tapi berlagak
tenang. Iya, seperti orang gak punya duit tapi bergaya selangit. Seperti kaum
jomblo yang sibuk ingin berduaan. Seperti orang serius kuliah tapi pas ditanya
tidak tahu apa-apa. Orang-orang yang merasa peduli. Tapi tidak berbuat apa-apa,
tidak pernah terjun ke lapangan untuk peduli. Ibarat “orang yag memegang buku
tapi tidak pernah dibacanya”. Realitas itu harus diakui, sebuah pengakuan.
Sebuah
pengakuan. Entah, kenapa sulit sih untuk mengakui kekurangan dalam diri? Kenapa
harus sulit meminta maaf bila terjadi kesalahan? Dan kenapa pula harus membenci
pada orang yang tidak seharusnya dibenci? Tanya kenapa? Itu sebuah pengakuan.
Suatu
kali. Ada orang-orang pintar ngobrol di kedai kopi. Orang-orang hebat ngobrol
bareng. Lalu, mereka bilang gini “Kenapa ya, bangsa Indonesia yang kaya raya
gini kok penduduknya masih banyak yang miskin?”
Buat saya,
itu obrolan orang keder. Karena mereka yang ngobrol, lalu mereka yang tanya
pula. Tapi anehnya, tidak ada yang bisa menjawab. Padahal jawabannya sederhana.
Karena mereka tidak mau mengakui bahwa mereka itu tidak bisa ngapa-ngapain.
Mereka yang banyak bicara tapi sangat sedikit berbuat.
Maka
mumpung mau puasa. Harus diakui, momen pengakua telah tiba.
Bahwa
orang kalah itu bukan berarti salah. Orang tidak sepaham itu bukan berarti benci.
Tidak akrab itu bukan musuh. Lagi pula, urusan surge atau neraka itu atas
kehendak Allah SWT. Bukan karena pikiran atau sangkaan manusia. Entah, kenapa
sulit mengakui?
PENGAKUAN
itu penting.
Seperti
adanya Hari Buku Sedunia, 23 April ini. Hari
yang ditetapkan untuk mengakui bahwa membaca itu penting. Budaya literasi
harusnya jadi bagian hidup setiap anak manusia. Pentingnya buku-buku yang bukan
hanya dipajang atau ditumpuk. Tapi dibaca dan diterapkan ilmunya. Sebuah
pengakuan terhadap tradisi baca dan budaya literasi. Agar jangan ada lagi
hoaks, jangan ada ujaran kebencian. Dan jangan ada hujatan tanpa ada perbuatan
baik. Bak tubuh tanpa jiwa, itu persis Seperti ruangan tanpa buku; hidup tanpa baca.
Sebuah
pengakuan. Untuk introspeksi diri, muhasabah diri.
Bahwa
kita tidak lebih baik dari orang lain yang disangkakan. Bahwa tidak sama itu bukan
berarti tidak boleh beda. Bahwa hidup itu atas apa yang kita perbuat bukan atas
yang kita omongkan. Untuk apa berbanyak-banyak dalam keburukan. Lebih baik sendiri
dalam kebaikan. Itulah sebuah pengakuan.
Di
bulan puasa tahun ini, saat wabah virus corona Covid-19 merebak.
Harus
diakui, banyak hal yang harus terus diperbaiki. Sebagai diri, sebagai lingkungan
maupun sebagai bangsa. Untuk berpikir lebih positif dan berbuat baik. Bukan
berpikiri negatif dan tidak ada yang diperbuat. Ubah niat baik jadi aksi nyata.
Walau hanya membaca buku #DiRumahAja.
Sebuah
pengakuan, itulah catatan penting Hari Buku Sedunia.
Untuk
tetap membangun tradisi baca dan budaya literasi. Untuk selalu membersihkan
hati, meningkatkan iman. Karena tidak ada iman yang baik tanpa hati yang bersih.
Bahwa baik dan
buruk manusia itu bukan dilihat dari penampilan atau omongan. Tetapi dilihat
dari hatinya.
Jadi
kerjakan saja yang seharusnya dikerjakan.
Sungguh, pengakuan
itu lebih terhormat daripada mencari pembenaran. Karena pengakuan itu bukan
mencari kesalahan orang lain. Tapi mengakui kesalahan diri sendiri. Bahwa kita
mengakui diri kita apa adanya, bukan berjuang menjadi seperti yang ingin diakui
orang lain… tabik #HariBukuSedunia #BudayaLiterasi #BulanPuasa #PegiatLiterasi
ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
BalasHapushanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^