Mengenaskan kondisi taman bacaan di Indonesia. Mengapa?
Sekalipun gerakan literasi
nasional (GLN) menjadi program pemerintah, namun faktanya dana operasional
taman bacaan 82% berasal dari swadaya pendiri/pengelola taman bacaan, 18% dari
donator, dan andil pemerintah nol. Maka wajar, banyak taman bacaan di Indonesia
yang seakan “mati suri”. Sulit berkembang karena tidak adanya dukungan biaya
atau anggaran dari pihak eksternal.
Minimnya
dana operasional untuk menjalankan aktivitas taman bacaan, harus diakui menjadi
kendala besar. Karena tanpa dana, maka sulit taman bacaan untuk dikelola dengan
baik. Bahkan anggaran untuk membeli buku pun tidak ada. Apalagi sekadar “uang
kopi” bagi pegiat literasi yang membimbing aktivitas membaca anak-anak di taman
bacaan. Berangkat dari realitas itulah, pihak pemerintah daerah atau donatur
perlu ikut peduli terhadap “kebertahanan” eksistensi taman bacaan di Indonesia.
Itulah simpulan Survei
Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia yang dilakukan Taman Bacaan Masyarakat
(TBM) Lentera Pustaka pada tahun 2019 lalu. Survei ini diikuti oleh 54 pegiat
literasi dari 33 lokasi di Indonesia, seperti dari Bogor -- Sukoharjo-
Banyuwangi- Sumba Tengah -- Jambi -- Purwokerto - Nias Selatan - Buru Selatan -
Sorong Selatan - Kab. Gowa -- Asahan - Padang Panjang -- Rappang -- Cirebon -
Seram - Mamuju Tengah - Tapanuli Utara -- Matawae - Landak - Manggarai Barat --
Grobogan -- Wonogiri - Buton Tengah - Kota Baru -- Boyolali - Aceh Barat -
Probolinggo -- Purworejo -- Malang - Semarang - Lampung Timur -- Tanggamus –
Jeneponto – Sumba Barat.
Tidak
dapat dipungkiri. Taman bacaan sebagai aktivitas sosial yang bersifat nonformal
pun membutuhkan dana operasional. Baik untuk biaya listrik, honor alakadarnya
petugas baca, dan membeli buku koleksi taman bacaan. Tanpa dukungan dana atau
anggaran, bisa dipastikan taman bacaan menjadi tidak menarik bagi anak-anak di
lokasinya berada. Maka sekali lagi, kepedulian pemerintah dan donatur/korporasi
terhadap aktivitas taman bacaan harus digerakkan.
“Survei ini membuktikan,
taman bacaan sulit berkembang dan diminati anak-anak karena tidak adanya
dukungan dana operasional. Sumbernya hanya dari kantong pendiri atau donatur.
Maka pemerintah atau korporasi harus ikut peduli. Bila tidak akan banyak taman
bacaan yang mati. Kasihan pegiat literasi di Indonesia” ujar Syarifudin Yunus,
Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor.
Di
tengah gempuran era digital, harusnya pemerintah dan masyarakat mendukung
gerakan untuk “membaca secara manual” di kalangan anak-anak usia sekolah. Agar
tercipta tradisi baca dan budaya literasi yang memadai. Karena budaya literasi
adalah aspek yang paling penting dalam membentuk peradaban masyarakat. Maraknya
hoaks dan ujaran kebencian seperti sekarang, harus diakui akibat budaya
literasi masyarakat atau pengguna media sosial yang rendah. Maka salah satu
solusinya adlaah menghidupkan tradisi membaca dan budaya literasi di
masyarakat.
TBM
Lentera Pustaka agak beruntung. Karena sejak berdiri tahun 2017, tiap tahun
selalu melibatkan CSR korporasi sebagai sponsor. Sehingga biaya operasional dan
kebutuhan membeli buku baru tetap berjalan setiap bulan. Bahkan 2 petugas baca
yang “buka tutup warung taman bacaan” pun diberi honor walau tidak besar.
Bahkan dengan mengembangkan konsep “TBM Edutainment”, taman bacaan yang di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari
di Kaki Gunung Salak Bogor saat ini memiliki 60 anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu. Dan
rata-rata setiap anak mampu “melahap” 5-10 buku per minggu. Aktivitas di TBM
Lentera Pustaka pun didukung oleh puluhan relawan mahasiswa dan individu yang
rutin mengabdi setiap 2 mingguan. Melalui ciri-ciri: 1) salam literasi, 2) doa
literasi, 3) senam literasi, 4) membaca bersuara, 4) laboratorium baca, 5)
event bulanan, dan 6) jajanan kampung gratis, TBM Lentera Pustaka berkomitmen
untuk terus menegakkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah
di kampung. Agar tidak ada anak yang putus sekolah.
“Sebagai pegiat literasi, saya kelola TBM Lentera Pustaka ini dengan
cara kreatif dan menyenangkan. Agar anak-anak senang berada di taman bacaan. Di
sini tersedia wifi gratis tiap sabtu dan minggu dan ada kebun baca untuk
membaca di alam terbuka” tambah Syarifudin Yunus, yang berprofesi sebagai Dosen
Unindra dan kandidat Doktor Taman Bacaan dari S3 Manajemen Pendidikan di
Pascasarjana Universitas Pakuan.
Mau tidak mau, pemerintah
dan korporasi di Indonesia harus ikut peduli terhadap aktivitas taman bacaan.
Demi masa depan anak-anak Indonesia. Agar taman bacaan tidak sepi lagi … Salam
Literasi! #SurveiTamanBacaan #TBMLenteraPustaka #BudayaLiterasi
Numpang promo ya gan
BalasHapuskami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*
ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
BalasHapushanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^