Kamis, 05 Desember 2019

Literasi Ekonomi, Cara Memperlakukan Uang?


Bahwa kondisi ekonomi saat ini secara umum dirasakan sulit, tentu sesuatu yang sulit dibantah. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun pun dengan tegas menyatakan kondisi ekonomi saat ini berat (CNBC News, 14 November 2019). Ekonomi global melemah. Bahkan indikator perdagangan internasional menunjukkan angka terlemahnya sejak 20 tahun.

Maka imbasnya, perekonomian nasional Indonesia pun mengalami pelemahan. Perdagangan barang dan jasa, arus modal termasuk dana secara psikologis dan sentiment pun terus tertekan. Kinerja neraca perdagangan pun kian lesu, baik ekspor maupun impor.

Lalu, apa artinya itu semua? Tentu, urusan negara dan pemerintah untuk mencarikan solusi terbaiknya. Namun, kondisi ini pun bisa jadi momentum bagi masyarakat untuk merefleksi diri tentang “literasi ekonomi” yang dipahami dan dijalankan selama ini. Bila ekonomi dalam kondisi sulit, adakah kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku ekonominya sendiri?

Maka di situlah pentingnya literasi ekonomi. Sebuah budaya literasi untuk lebih mengedepankan “kesadaran” memahami kondisi, kesadaran belajar tentang apapun dalam kehidupan, termasuk masalah ekonomi. Melalui literasi ekonomi yang kokoh, masyarakat diharapkan mampu bertahan dalam situasi ekonomi seperti apapun. Utamanya, manakala ekonomi sedang sulit.

Karena literasi ekonomi, setidaknya masyarakat diajarkan dan diajak untuk tahu dan paham dalam mengelola uang. Paham tentang cara mengendalikan kebutuhan dan keinginan manusia yang tidak terbatas. Sementara sumber daya yang ada tetap terbatas.  Peran penting literasi ekonomi inilah yang seharusnya disajikan ke tengah masyarakat. Agar lebih paham, lebih mampu mengendalikan diri dalam urusan ekonomi.


Karena ekonomi, hakikatnya bukanlah “kekuasaan” manusia terhadap uang atau modal. Tapi literasi ekonomi lebih menekankan tentang pemahaman bahwa ekonomi harus lebih bertumpu pada 1) rasionalitas komposisi biaya versus manfaat (cost vs benefit), 2) tahu mana yang jadi kebutuhan – mana yang jadi keinginan, dan 3) sikap manusia itu sendiri terhadap uang.

Melalui literasi ekonomi yang mumpuni, setidaknya masyarakat mampu sadar dan tahu dalam mengambil keputusan ekonomi. Pemanfaatan ekonomi atau uang yang lebih berorientasi pada “manfaat” yang lebih besar daripada “biaya”. Bukan sebaliknya, lebih besar “pasak” daripada “tiang”.

Misal saja. Bila kita ke pasar ingin membeli kebutuhan lauk pauk, lalu mengapa begitu mudah tergoda dengan “diskon 50%” buah-buahan impor. Sehingga lupa membeli kebutuhan lauk pauk yang utama ketimbang buah-buahan impor yang hanya sebatas keinginan.  Kemudahan berbelanja online pun sering kali hanya untuk “pelampiasan nafsu konsumtif” yang sebatas keinginan. Karena belum tentu barang yang dibeli online itu dibutuhkan. Fakta inilah yang kian menegaskan pentingnya literasi ekonomi.

“Suka tidak suka, budaya literasi ekonomi sangatlah penting. Agar masyarakat bisa menjadi konsumen yang cerdas. Konsumen yang lebih “dominan” dalam membuat keputusan yang mementingkan manfaat atau benefit daripada biaya. Bukan sebaliknya, mengeluarkan biaya mahal untuk urusan yang manfaatnya kecil” ujar Syarifudin Yunus, pegiat literasi TBM Lentera Pustaka saat menjadi narasumber di TV Parlemen.

Sejatinya, literasi ekonomi memainkan peranan penting untuk memacu pengendalian diri dalam mengelola sumber daya atau uang yang terbatas. Sementara keinginan dan nafsu konsumsi tidak terbatas. Pengendalian diri terhadap ekonomi inilah yang akan berpengaruh pada sikap mental dan perilaku ekonomi masyarakat. Literasi ekonomi yang lebih fokus pada tujuan keuangan di masa mendatang. Literasi yang mampu mengendalikan diri dalam urusan ekonomi; tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang sebaiknya dihindari. Cara memperlakukan uang untuk tujuan ekonomi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang secara proporsional.

Akhirnya, target akhir literasi ekonomi adalah kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam membedakan antara “kebutuhan dan keinginan” secara ekonomis. Kebutuhan yang bertumpu pada pemanfaatan barang atau jasa yang memang dibutuhkan. Sedangkan keinginan hanya bertumpu pada hasrat untuk memiliki suatu barang atau jasa.

Maka di tengah ekonomi sulit. Sangat tidak bijak bila masyarakat hanya mempersoalkan kondisi ekonomi nasional apalagi global. Jauh lebih penting, untuk terus membangun kesadaran akan pentingnya “literasi ekonomi”. Tentang cara bagaimana bisa lebih paham dalam membuat keputusan ekonomi yang berbasis kebutuhan, bukan keinginan.

Literasi ekonomi, bolehlah dikatakan sebagai cara sederhana untuk berpikir dahulu sebelum bertindak dalam urusan ekonomi. Agar mampu membuat pilihan yang cerdas yang efektif, bukan yang keliru tapi tidak efisien. Salam literasi ekonomi …. #BudayaLiterasi #LiterasiEkonomi #PegiatLiterasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar