Menarik bila membahas tentang kepesertaan baru di dana pensiun, khususnya di
DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Mencermati statistik dana pensiun dari
OJK, industri DPLK, aset kelolaan DPLK per Desember 2024 tumbuh 9%, dari Rp.
134,6 triliun (2023) menjadi Rp. 146,1 triliun (2024). Akan tetapi, dari jumlah
peserta mengalami penurunan 1%, dari 2,9 juta peserta (2023) menjadi 2,8 juta
peserta (2024). (Simak: https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/dana-pensiun/Pages/Statistik-Bulanan-Dana-Pensiun-Desember-2024.aspx).
Harusnya kan aset kelolaan DPLK naik apabila jumlah pesertanya bertambah? Jadi,
gimana menjelaskan aset DPLK naik tapi jumlah pesertanya turun?
Aset kelolaan DPLK naik tapi jumlah peserta turun? Maka untuk menjawab
fenomena ini, ada beberapa hal yang bisa menjadi alasan kenapa aset kelolaan
DPLK bisa naik sementara jumlah pesertanya justru turun, antara lain sebagai
berikut:
1. Tingkat
konsistensi pembayaran iuran peserta lama tergolong bagus. Peserta DPLK
disiplin membayar iuran secara berkala (bulanan). Iuran yang diterima DPLK dari
pesertanya lebih ajeg atau konsisten sekalipun iuran peserta baru tidak ada.
2. Kinerja
investasi yang memadai. Arahan investasi DPLK yang dipilih peserta, tetap
tumbuh. Dalam 6 tahun terakhir (2019-2024), rata-rata ROI DPLK tumbuh 6,09%.
Hal ini berarti imbal hasil investasi DPLK tetap bertumbuh meskipun jumlah
peserta tidak bertambah.
3. Tiap
tahun peserta DPLK naik gaji, maka iuran bulanannya pun naik. Konsekuensinya,
peserta eksisting DPLK iurannya menjadi lebih besar sehingga menambah aset
kelolaan DPLK sekalipun peserta barunya tidak signifikan.
4. Fokusnya
hanya mengelola peserta lama atau aktif tanpa tambahan peserta baru. Hal ini
menjadi bukti jumlah "peserta lama" yang mencairkan manfaat pensiun
tidak sebanding dengan "peserta baru" di DPLK. Aset kelolaan tetap
tumbuh tapi peserta justru turun. Bahkan mungkin peserta baru DPLK tergolong
stagnan, tidak tumbuh.
5. Kurangnya
edukasi untuk meningkatkan literasi dan inklusi DPLK. Bila dicermati, tidak
banyak aktivitas edukasi DPLK di ruang publik. Maka SNLIK tahun 2025 yang
dirilis OJK dan BPS menyebut tingkat literasi dana pensiun turun (2,67%)
menjadi 27,79% dibandingkan tahun 2022. Sedangkan tingkat inklusi turun (0,05%)
menjadi 5,37% dibanding tahun 2022.
Jadi, boleh saja aset kelolaan DPLK tumbuh tapi faktanya tidak berbanding
lurus dengan pertambahan "peserta baru" DPLK. Tumbuhnya aset kelolaan
lebih dipengaruhi oleh kenaikan iuran peserta DPLK eksisting, hasil investasi
yang pasti positif, dan konsistensi pembayaran iuran yang baik. Kondisi ini
belum didukung oleh pertambahan peserta baru DPLK karena justru jumlah peserta
DPLK mengalami penurunan 1%, dari 2,9 juta peserta (2023) menjadi 2,8 juta
peserta (2024). Peserta DPLK saat ini boleh dibilang "stagnan".
Karena itu ke depan, DPLK harus fokus pada "kepesertaan baru"
yang bertambah, bukan hanya hasil investasi yang berkontribusi terhadap
meningkatnya aset kelolaan DPLK. Tingkat inklusi dana pensiun, bisa dikatakan
berhasil apabila "bertambahnya peserta baru DPLK", bukan naiknya aset
kelolaan.
Mau tidak mau, DPLK harus aktif edukasi publik dan membuka akses digital
untuk memudahkan peserta baru membeli DPLK, di samping menyasar pekerja sektor
secara individual dan pekerja informal tang jumlahnya sangat besar, mencapai 90
juta orang. Jadi bertanyalah tentang berapa jumlah peserta baru DPLK kita,
bukan berapa aset kelolaan DPLK kita? Salam #YukSiapkanPensiun
#EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar