Pak Darto adalah pegawai administrasi di sebuah instansi pemerintah. Selama 35 tahun, ia datang paling pagi, pulang paling sore. Tak pernah korupsi, tak pernah titip absen. Ia dikenal sebagai pegawai teladan, sederhana, jujur, dan pekerja keras. Selama bekerja Pak Darto, tidak neko-neko. Semuanya serba lurus-lurus saja.
Setiap
bulan, gajinya pas-pasan, tapi ia selalu menafkahi istri dan tiga anaknya
dengan cukup. Ia tidak pernah liburan mewah, tidak punya rumah besar, dan
hingga pensiun pun, motornya masih motor lama yang ia beli cicilan belasan
tahun lalu.
Sebagai pegawai
negeri, Pak Darto selalu percaya, "Nanti kalau pensiun, negara pasti urus
kita." Namun kenyataan kini, tak seindah harapannya.
Tahun pertama
pensiun. Begitu pensiun di usia 58, Pak Darto yang dikenal lurus saat bekerja
menerima uang pensiun bulanan yang hanya sepertiga dari gajinya dulu. Sekitar
Rp. 1.800.000 per bulan. Awalnya ia tidak keberatan, toh anak-anaknya sudah
besar. Tapi ternyata, biaya hidup naik jauh lebih tinggi dari yang dia kira.
Obat tekanan darahnya mahal, listrik dan sembako makin mahal, dan istri pun mulai
sakit-sakitan.
Merasa uang
pensiunnya sama sekali tidak cukup untuk biaya hidup bulana. Pak Darto, pernah
mencoba melamar jadi petugas keamanan dan admin paruh waktu, tapi tidak banyak
perusahaan yang mau merekrut orang seusianya. Maklum, sudah tua dan pensiun. Hari
ke hari, Pak Darto semakin bingung. Harus bagaimana lagi? Dari mana dia bisa mencari
uang tambahan untuk untuk biaya hidup di masa pensiunnya?
Kenapa hidup
PakDarto jadi susah di masa pensiun? Karena dulu saat bekerja, Pak Darto yakin
uang pensiunnya dari negara cukup. Sama sekali tidak memperhitungkan inflasi
dan kondisi ekonomi yang bisa pasang-surut. Pak Darto dulu tidak pernah ikut
program pensiun tambahan. Ia tidak punya tabungan yang cukup, karena gajinya
selalu habis untuk kebutuhan bulanan. Tidak punya asuransi kesehatan tambahan.
Tidak ada investasi. Tidak ada perencanaan keuangan apalagi ikut dana pensiun.
Sebagai
pegawai yang jujur dan lurus, Pak Darto hanya punya uang pensiun dari negara
yang makin tidak cukup. Rumah sederhana yang sudah tua. Dan anak-anak yang
sibuk berjuang dengan keluarganya masing-masing.
Waktu terus
berputar. Tidak terasa kini usia Pak Darto sudah menginjak 65 tahun, Pak Darto masih
harus bekerja menjaga warung kecil di depan rumahnya. Setiap sore, ia duduk
sendiri sambil menghitung recehan, mengenang masa mudanya yang penuh dedikasi
di kantorya. Sambil membatin dalam hatinya, “Saya kerja 35 tahun untuk negara. Tapi
saya lupa memikirkan hidup setelahnya, saat tiba masa pensiun." Pak Darto
merasakan betul, saat kerja lurus namun saat pensiun terluka.
----
Kisah Pak Darto
bisa terjadi pada siapapun. Karena memang tidak ada jaminan orang yang bekerja di masa muda
akan tetap punya uang di masa tua. Saat kerja bisa saja beli ini beli itu tapi
begitu pensiun sudah tidak punya gaji lagi, mau dari mana uangnya? Pak Darto
bukan soal kurang kerja keras saat bekerja. Tapi tidak punya perencanaan
pensiun yang matang. Kerja keras seumur hidup tidak menjamin masa pensiun
tenang. Hanya dana pensiun yang bisa membuat tenang menjalani hari tua. Maka
siapkan dana pensiun sejak dini, mumpung masih ada waktu. Salam
#YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar