Saat ini tidak kurang 70-an ibu-ibu di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor selalu mengantar anaknya untuk membaca di taman bacaan. Ada yang seminggu 5 hari atau paling minimal 3 kali seminggu, para ibu berada di taman bacaan. Hanya untuk mengantar anaknya membaca buku atau belajar calistung dan bermain. Kenapa ibu-ibu itu mau mengantar anaknya ke taman bacaan?
Mungkin
sekadar ilustrasi saja. Banyak orang tua rela membayar mahal sekolah anaknya. Bukan
demi Pelajaran, kurikulum, atau fasilitas. Tapi karena sadar lingkungan anaka
yang positif itu penting. Memilih sekolah berarti memilih lingkungan yang mendukung.
Persis sama dengan TBM (Taman Bacaan Masyarakat), sekalipun gratis, berarti
kita sedang memilih lingkungan yang baik untuk anak.
Taman bacaan
bukan hanya tempat membaca atau belajar. Tapi tempat untuk membentuk cara berpikir,
cara bersikap, dan cara untuk melihat dunia. Selama 2 jam berada di TBM cukup
sebagai penyeimbang waktu di sekolah yang 6-8 jam sehari. Membiasakan dekat
dengan buku, sudah cukup bagi anak-anak untuk berada di lingkungan yang baik.
Seperti di sekolah,
di taman bacaan pun anak-anak kita akan: 1) dengar omongan teman dan akan
mempengaruhi gaya bicaranyayang akan tiru, 2) punya nilai-adab yang akan
tertanam dalam dirinya, 3) dapat energi lingkungan yang akan mereka bawa pulang,
dan 4) lihat cara wali baca – relawan membimbing mereka. Saat mengajak anak ke
TBM berarti orang tua atau ibu sedang memilih: a) siapa yang akan jadi teman
anaknya, b) bagaimana cara anak menyikapi masalah, dan c) pola komunikasi yang
akan dibawa ke rumah?
Lingkungan
sekolah, lingkungan taman bacaan sama dengan “circle” anak. Mereka akan tumbuh bersama,
saling mempengaruhi, dan saling membentuk keptribadian. Sekolah dan taman
bacaan sama pentingnya. Mereka akan saling: 1) menguatkan atau menjatuhkan, 2) menjadi
tempat berbagi cerita atau sumber tekanan, dan 3) memberi dukungan atau
membentuk rasa takut pada anak.
Ketika anak
sedang mencari jati diri, “circle” itu bisa menjadi cermin yang menentukan.
Soal bagaimana anak memandang dirinya sendiri? Di sekolah atau di taman bacaan,
anak akan selalu menerima setiap kata yang mereka dengar. Dan setiap perlakuan
yang mereka terima, pelan pelan menjadi suara batin yang mereka bawa sampai
dewasa nanti.
Jadi begitu
penting, cara orang tua atau para ibu melihat taman bacaan. Bahwa taman bacaan
bukann cuma tempat baca buku, tempat membentuk kebiasaan baca atau bermain bersama.
Tapi taman bacaan itu soal tempat 1) apakah anak dihargai sebagai individu, 2) bagaimana
pedulinya wali baca dan relawan kepada anak-anak, dan 3) apakah anak-anak
belajar empati bukan hanya kompetisi?
Zaman
begini, jujur saja, susah cari tempat pendidikan anak yang gratis seperti TBM.
Anak-anak dikasih kaos seragam minimal 2 buah, ibu-ibunya punya seragam, ada event
ceria setiap hari Minggu, ada motivasi dari orang dewasa, ada kampanye ayo
baca, ada jajanan kampung gratis bulanan, bahkan fasilitasnya tergolong
memadai. Ada kebun bacam, ada ruang baca, ada rooftop baca, hingga literasi
digital. Ada toilet dan ada musala serta parkiran khusus pengguna layana TBM.
Semuanya itu ada di TBM Lentera Pustaka yang kini melayani 223 anak pembaca aktif
dan 360-an pengguna layanan setiap minggunya.
Sekali lagi,
taman bacaan bukan cuma tempat baca buku. Tapi tentang “value” yang ditanamkan
kepada anak-anak kita. Nilai-niali kebaikan yang dibawa pulang ke rumah. BUkan
hanya cari ilmu tapi juga rasa aman dan dukungan kita untuk “memberi lingkungan
yang baik dan sehat untuk masa depan anak-anak”. Soal menyediakan “circle” yang
berkualitas untuk anak.
Lalu, kenapa
masih menganggap baca buku tidak penting? Kenapa menyangka TBM biasa-biasa saja?
Sama sekali salah, TBM itu soal memilih “circle” untuk masa depan anak. Salam
literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar