Senin, 04 November 2024

Ketika Kita Dinyatakan Bangkrut

 

Tahu nggak, pada akhirnya ada yang disebut orang yang bangkrut? Orang yang dalam kondisi pailit, ketika asetnya tidak cukup untuk membayar utang-utangnya. Istilahnya disebut “muflis”. Sebutan untuk orang yang bangkrut.

 

Bangkrut itu bukan hanya soal harta atau uang. Tapi juga soal amal. Ketika amal baiknya lebih sedikit dari amal buruk. Sedekah jarang tapi kerjanya menggunjing orang lain. Bertingkah baik belum tentu tapi menebar aib orang justru disukai. Pasti bangkrut nantinya di hari perhitungan. Muflis, lagi-lagi bangkrut. Ketika di dunia, justru lebih banyak amal buruknya daripada baiknya.

 

Kita sering lupa. Kehidupan ini adalah medan ujian ada banyak cobaan selagi di masih di dunia. Maka setiap kita, selalu diberikan peluang untuk berbuat baik dan mengumpul pahala sebagai bekal untuk “pulang”. Tapi sayang, tidak sedikit amal dan pahala ya g sudah dirintis justru lenyap akibat kita menzolimi orang lain. Merusak hak orang lain di dunia.

 

Dalam hadis Nabi SAW, diceritakan tentang seseorang yang kelihatan kaya dengan pahala di akhirat. Namun akhirnya menjadi bangkrut atau muflis. Akibat pahalanya habis dipakai untuk menganiaya orang lain. Tanpa disadari, hari-harinya dipakai untuk mengurusi hidup orang lain lalu berturut tentang yang buruk-buruk. Lupa diri, bahwa kita sama sekali tidak tahu banyak tentang orang lain. Tahu hanya sedikit saja, tapi bicara banyak sekali seperti yang menyekolahkan orang lain. Muflis alias bangkrut.

 

Kok bisa bangkrut? Iya karena hidupnya lebih banyak dipakai untuk mengumpat, memfitnah, atau menzalimi orang lain. Selain berkeluh kesah dan gampang iri, hidupnya digunakan untuk “menyudutkan” orang lain. Bila orang lain salah, seolah-olah dirinya selalu benar. Begitulah orang yang pailit.

 


Jadi buat apa baik hanya tampak depan? Sementara saat di belakang kebalikannya. Segala kebaikan yang sudah terkumpul sepanjang hidup langsung sirna. Lenyap pahalanya akibat dimangsa kezaliman atau aniaya yang dibuatnya sendiri.

 

Mengerikan. Semua pahala yang dimiliki jadi  tidak cukup untuk membayar dosa-dosa orang yang dianiaya-nya. Habis akibat fitnah dan ghibah yang dilakukannya.

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan sangkaan (dugaan terhadap sesamamu), karena sesungguhnya sebagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan orang lain; dan janganlah sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain. Adakah salah seorang daripada kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Mengasihani.”

 

Kita sering lupa. Mengumpat atau berghibah mungkin tampak ringan di dunia. Hanya sekadar nongkrong di warung kopi pun bisa terjadi ghibah. Hanya di grup WA pun bisa memfitnah. Ringan sekali tapi sayangnya itu semua berat di mata Allah.

 

Fitnah, ghibah, bahkan aniaya bukan sekadar dosa antara kita dan Allah. Tapi melibatkan hak manusia lain, ada mental orang lain yang dizolimi. Bayangkan di akhirat nanti, wajah-wajah orang yang kita zolimi akan ditayangkan di hadapan kita sendiri. Dan mereka berhak menuntut pahala kita sebagai ganti atas kerusakan yang telah kita lakukan terhadap mereka. Mengenaskan dan akhirnya muflis alias bangkrut.

 

Maka, teruslah perbaiki diri. Tidak ada manusia yang sempurna termasuk diri kita.

Jagalah lidah, jagalah hak sesama manusia. Jagalah agar banyak orang lain tidak sedih dan kecewa karena kita. Karena kelak, semuanya akan dituntut kembali. Semuanya akan kita pertanggungjawabkan.

 

Jangan sampai muflis alias bangkrut. Teruslah berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama, seperti membimbing anak-anak membaca di taman bacaan. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #TamanBacaan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar