Bertajuk “Rencana Harmonisasi Program Pensiun”, Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) menggelar sosialisasi harmonisasi program pensiun dengan menghadirkan Ronald Yusuf, Analis Kebijakan Sektor Keuangan BKF Kemenkeu RI dengan moderator Marianty di DPLK TMLI (1/3/2024). Dibuka oleh Tondy Suradiredja (Ketua Umum Asosiasi DPLK) dan dihadiri 80 peserta dari 24 pelaku DPLK, BKF memaparkan secara objektif tentang rencana harmonisasi program pensiun, khusunya terkait program pensiun tambahan yang bersifat wajib untuk meningkatkan “replacement rate” manfaat pensiun yang diterima pekerja.
Acara
ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang tujuan dan bagaimana
harmonisasi program pensiun kepada para pelaku DPLK. Turut hadir di acara ini:
Firdaus Djaelani, Uke Giri Utama, Firmansyah, (Penasihat ADPLK), Steven Tanner
(Pengawas ADPLK), Syarifudin Yunus (Direktur Eksekutif ADPLK), pengurus dan
pendiri DPLK yang ada di Indonesia sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan
pertumbuhan bisnis DPLK ke depan, di samping upaya berbenah dana pensiun
menyambut harmonisasi program pensiun.
Sesuai pemaparannya, Ronald Yusuf secara blak-blakan menyebut bahwa tingkat
manfaat pensiun di Indonesia saat ini sangat rendah. Karena itu, diperlukan
upaya meningkatkannya. Minimal seperti rekomendasi ILO mencapai 40% dari gaji
terakhir. Karena itu, pemerintah tengah menggodok Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) terkait harmonisasi dana pensiun, khususnya tingkat
penghasilan yang dikenakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Inilah
skema terbaik dengan berbagai pertimbangan, silakan bila ada masukan. Karena
urusan pensiun memang harus terbuka untuk semua pemegang kepentingan.
Melalui
harmonisasi program pensiun, nantinya akan ada “program pensiun tambahan yang
bersifat wajib”. Sesuai legalitas yang berlaku saat ini, seharusnya program
pensiun tambahan yang bersifat wajib ini sepatutnya diselenggarakan oleh Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan tetap fokus pada program pensiun yang bersifat
wajib seperti JHT dan JP sebagai bagian sistem jaminan sosial nasional.
Terlepas dari kapan peraturan pemerintah tentang
harmonisasi program pensiun akan dirilis, dana pensiun, baik DPLK maupun DPPK
patut bersiap diri dan “mempercantik” berbagai hal yang diperlukan seperti
kesiapan sumber daya manusia, teknologi informasi, hasil investasi, layanan
peserta, produk, dan edukasi. Untuk memastikan program pensiun tambahan yang
bersifat wajib harus tetap berorientasi pada 1) kepentingan peserta, 2) tata
kelola yang baik, dan 3) manajemen risiko yang efektif.
Harmonisasi
program pensiun, khususnya program pensiun tambahan yang bersifat wajib tentu
bukan “hadiah”. Tapi harus diikuti segala hal yang dapat mendukung
keberlangsungan masa pensiun dan hajat hidup jutaan pekerja di Indonesia.
Karena itu, dana pensiun harus berani meningkatkan nilai kompetitif di mata
publik. Termasuk untuk mengubah cara pandang dari menabung untuk hari ini
menjadi berinvestasi untuk esok. Untuk tidak lagi melihat iuran program pensiun
sebagai faktor pengurang pendapatan. Tapi sebagai ikhtiar untuk memperoleh
manfaat pensiun secara berkala di hari tua. Maka strategi manajemen investasi,
efisiensi biaya, komunikasi, edukasi, tata kelola yang baik, dan sistem
teknologi informasi yang mutakhir sangat diperlukan untuk mendukung program pensiun
tambahan yang bersifat wajib.
Pesan
penting dari acara ini adalah yuk sambut harmonisasi program pensiun dengan
optimis, sambil bersiap secara internal untuk peserta baru di atas penghasilan
tertentu yang ditetapkan melalui harmonisasi program pensiun. Karena tanpa
harmonisasi, bisa jadi DPLK berada hanya bertumbuh “terbatas”. Namun dengan
harmonisasi bisa tumbuh lebih signifikan. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK
#DanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar