Di era digital dan media sosial sekarang ini, boleh jadi minat membaca itu semakin memudar. Kemajuan teknologi jadi sebab banyak orang terjebak pada hiburan instan dan konten singkat yang mudah diakses. Gawai dan tontonan TV jadi “idola”, sementara membaca buku kian terabaikan. Akakah aktivitas membaca kian terpinggirkan?
Membaca kian tidak diminati. Karena
membaca dianggap kurang asyik dan membosankan. Lebih baik main gawai dan bisa
ekspresi di media sosial. Nonton apapun yang diinginkan. Hingga menghabiskan
waktu berjam-jam di gawai. Sekalipun tidak ada manfaat dan menghabiskan pulsa
tidak masalah. Asal eksis, asal kesohor walau tekor. Lagi-lagi, membaca kian ditinggalkan.
Mungkin, ada yang belum diketahui
banyak orang soal membaca. Membaca dianggap hanya dapat menambah ilmu
pengetahuan. Membaca sebatas dianggap membuka jendela dunia. Maka orang yang rajin
membaca dianggap sebagai “kutu buku”. Punya wawasan luas, pengetahuan banyak
akibat gemar membaca. Apa membaca buku hanya sebatas urusan kognitif?
Lebih dari itu, membaca sebenarnya mengandung
muatan akhlak dan adab seseorang. Selain terlibat aktivitas positif dan bermanfaat,
siapapun saat membaca buku justru sedang menjaga lisan. Membaca yang
membebaskan diri dari omongan dan pembicaraan yang sia-sia. Maka membaca adalah
menjaga lisan. Agar terhindar dari omongan yang tidak perlu, bahkan mungkin
menyakitkan orang lain.
Menjaga lisan, tentu sangat penting
di era media sosial. Agar terhindar dari godaan pembicaraan yang tidak ada
manfaat. Terhindar dari postingan yang maksiat. Maka membaca dapat dipastikan
mampu menjaga lisan seseorang. Hingga akan berbuah manis dalam kehidupannya. Setidaknya
ada 3 (tiga) pentingnya menjaga lisan akibat membaca buku, yaitu:
1. Menjaga lisan bisa jadi sebab diampuniya
dosa-dosa sekaligus untuk memperbaiki amal seseorang. Seperti ditegaskan, “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.“ (Al Ahzab: 70-71).
2. Menjaga lisan sebagai
jaminan untuk masuk surga. Seperti dinyatakan Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa
yang menjamin untukku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di
antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.” (HR.
Bukhari).
3. Menjaga lisan jadi sebab keselamatan di dunia
dan di akhirat. Seperti diriwayatkan, ““Jaga lisanmu, tetaplah tinggal di
rumahmu, dan tangisilah dosa-dosamu.“ (HR. Tirmidzi).
Sebagai bagian dari menegakkan menjaga lisan itulah, Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor selalu
membudayakan kegiatan membaca di kalangan anak-anak usia sekolah. Ada sekitar
80-an anak pembaca aktif yang secara rutin 3 kali seminggu membaca buku di
taman bacaan. Setiap Rabu, Jumat, dan Minggu, selalu “mengakrabi” buku bacaan. Selain
untuk menekan angka putus sekolah, kegiatan membaca di TBM Lentera Pustaka pun menjadi
saran untuk membentuk akhlak-adab anak-anak, khususnya untuk menjaga lisan. Agar
tidak terlalu banyak omong, tidak banyak bicara yang tidak diperlukan.
Menariknya di TBM Lentera
Pustaka, kegiatan membaca “ditradisikan” membaca bersuara secara massal.
Jadi, membaca buku bukan hanya untuk
menambah ilmu pengetahuan. Tapi lebih dari itu, membaca pun menjadi cara untuk
menjaga lisan. Sebagai akhlak dan adab untuk menyelamatkan siapaun dari
belenggu era digital dan media sosial yang “memabukkan”. Karena saat membaca
dan menjaga lisan, siapapun dapat tercerahkan pikiran dan keberkahan dalam
kehidupannya. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar