Lagi ramai nih. Orang-orang bergaya hidup mewah jadi pembicaraan publik. Apalagi di kalangan ASN. Mulai dari pejabat pajak yang anaknya arogan dan bergaya hidup mewah. Akhirnya menganiaya orang lain. Ada lagi kepala bea cukai di Yogyakarta, Pkepala BPN di Jaktim, dan masih banyak lagi. Polemik soal “kekayaann tidak wajar” ASN pun diduga mencapai R. 300 triliun. Gila banget dah gaya hidup mewah.
Memang mengerikan gaya hidup mewah. Hanya
fokus pada kesenangan sesaat. Mencari kesenangan dan
kepuasan tanpa batas. Akhirnya jadi hedonis. Banyak orang lupa, gaya hidup
mewah dan hedonis itu jadi bikin orangnya sombong. Bawaannya arogan dan meremehkan
orang lain. Seolah-olah orang kaya dan hedonis itu boleh berbuat apa saja
kepada orang lain. Disangkanya, uang, harga dan barang-barang mahal adalah
segalanya. Mengerikan kaum hedonis, tuhannya uang dan harta.
Orang bergaya
hidup mewah, sebut saja panggilannya si “Hedon”. Nama panjangnya “Hedonisme
Panglima Hidup”, anggota komunitas hedonism yang bergaya hidup mewah. Pamer
sana pamer sini. Niatnya, agar dibilang orang kaya. Si Hedon itu tinggalnya di
kota besar. Dia tidak suka urusan politik. Agama pun cukup biasa-biasa saja.
Hidupnya hanya untuk kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan. Di mata si Hedon, tidak
masalah bila ada orang yang bilang “hidup hanya untuk kepentingan dunia”. Karena
egoisme dan individualis adalah falsafah hidupnya.
Bukan hanya di ASN, kaum hedonis itu
merajalela. Ada di mana-mana papalagi di media sosial. Nongkrong sana-sini dan
berfoto ria agar dibilang mentereng. Apalagi dikasih harta yang lebih, pasti
bertindak lebih ekstrem lagi. Sejatinya, kaum hedon itu ada di mana-mana. Hanya
gemar kesenangan sesaat. Biiasany, titik kumpul kaum hedon ada di mal-mal, di
kafe-kafe, dan di luar negeri. Kaum hedonis, nyata ada di tempat senang-senang,
Ada di tempat-tempat gaya hidup dan berperilaku konsumtif.
Hedon itu bisa jadi sifat, bisa jadi
perilaku. Katanya, menyesuaikan kemajuan zaman. Gaya hidup yang disesuaikan
status sosial. Konsumsinya, mulai dari fashion, gadget, koleksi mobil mewah dan
motor gede, pelesiran ke luar negeri, dan lainnya yang dipandang sebagai
“kemewahan”. Hura-hura sesaat namun bebas tanpa batas, tanpa etika. Resep
hidupnya pun sederhana. Semau gue saja. Alias demi enaknya sendiri. Bisa jadi
moralitas dan kemanusiaaan hanya jadi pajangan, bukan kenyataan.
Kaum hedon
berbeda dengan kaum pegiat literasi di taman bacaan. Pegiat literasi hidupnya
sederhana. Cukup membaca buku di sungai, di kebun atau di taman bacaan. Uangnya
dipakai untuk menyenangkan anak-anak yang membaca buku. Kaum pegiat literasi
yang hingga kini tetap berjuang dan berkorban demi tegaknya tradisi baca dan
budaya literasi masyarakat. Agar tetap bertahan dan eksis di tengah gempuran era
digital, di era hedonisme. Kaum pegiat literasi, tekadnya hanya untuk
memperbaiki diri melalui buku bacaan. Kemewahanya ada di buku dan taman
bacaan. Bukan di media sosial.
Arogansinya urusan literasi, bukan urusan fashion atau gaya hidup.
Orang kaya itu hedonis. Karena derajat
manusia hanya diukur dari penampilan fisik dan materi semata. Hidup hanya untuk
mencintai dunia. Bukan akhlak, bukan etika. Urusan moral dan kepedulian sosial jadi
barang yang tidak laku. Kesenangan dunia adalah segalanya. Sudi mempertontonkan
gaya hidup mewah walau hanya kamuflase. Hingga lupa bahwa hidup di dunia itu sementara.
Terlalu hedonis dan perilakunya konsumtif, bukan sedekah atau amal.
Jujur saja, kaum hedonis bisa jadi tidak
suka dengan tulisan ini. Dan itu tidak masalah. Kan demokrasi. Apa saja boleh.
Mau hedon boleh, tidak hedon pun boleh. Toh, uang-uang dia. Tapi secara moral, kaum
hedonis pun harus sadar. Bahwa gaya hidup mewah pun hanya simbol. Harta dan
kesenangan sesaat pun hanya kamuflase. Tidak lebih hanya untuk status sosial. Begitulah
kaum hedon bertindak.
Dan kaum hedon harus paham. Saat mempertontonkan
gaya hidup mewah, Pasti bawaannya jadi arogan, sombong, dan gemar merendahkan
orang lain. Di saat yang sama, kaum hedon lupa. Bahwa manusia di mana
pun tetap bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Kecuali kemanfaatannya kecuali
ketakwaannya.
Kaum hedon harus tahu, Hidup itu tidak
cukup hanya akal sehat. Tapi harus ada hati nurani. Salam literasi
#KampanyeLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar