Sabtu, 11 Maret 2023

Tantangan Literasi, Musuhi Gaya Hidup Mewah dan Arogansi Kekayaaan

Lagi ramai nih. Orang-orang bergaya hidup mewah jadi pembicaraan publik. Apalagi di kalangan ASN. Mulai dari pejabat pajak yang anaknya arogan dan bergaya hidup mewah. Akhirnya menganiaya orang lain. Ada lagi kepala bea cukai di Yogyakarta, Pkepala BPN di Jaktim, dan masih banyak lagi. Polemik soal “kekayaann tidak wajar” ASN pun diduga mencapai R. 300 triliun. Gila banget dah gaya hidup mewah.

 

Memang mengerikan gaya hidup mewah. Hanya fokus pada kesenangan sesaat. Mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Akhirnya jadi hedonis. Banyak orang lupa, gaya hidup mewah dan hedonis itu jadi bikin orangnya sombong. Bawaannya arogan dan meremehkan orang lain. Seolah-olah orang kaya dan hedonis itu boleh berbuat apa saja kepada orang lain. Disangkanya, uang, harga dan barang-barang mahal adalah segalanya. Mengerikan kaum hedonis, tuhannya uang dan harta.

 

Orang bergaya hidup mewah, sebut saja panggilannya si “Hedon”. Nama panjangnya “Hedonisme Panglima Hidup”, anggota komunitas hedonism yang bergaya hidup mewah. Pamer sana pamer sini. Niatnya, agar dibilang orang kaya. Si Hedon itu tinggalnya di kota besar. Dia tidak suka urusan politik. Agama pun cukup biasa-biasa saja. Hidupnya hanya untuk kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan. Di mata si Hedon, tidak masalah bila ada orang yang bilang “hidup hanya untuk kepentingan dunia”. Karena egoisme dan individualis adalah falsafah hidupnya.

 

Bukan hanya di ASN, kaum hedonis itu merajalela. Ada di mana-mana papalagi di media sosial. Nongkrong sana-sini dan berfoto ria agar dibilang mentereng. Apalagi dikasih harta yang lebih, pasti bertindak lebih ekstrem lagi. Sejatinya, kaum hedon itu ada di mana-mana. Hanya gemar kesenangan sesaat. Biiasany, titik kumpul kaum hedon ada di mal-mal, di kafe-kafe, dan di luar negeri. Kaum hedonis, nyata ada di tempat senang-senang, Ada di tempat-tempat gaya hidup dan berperilaku konsumtif.

 


Hedon itu bisa jadi sifat, bisa jadi perilaku. Katanya, menyesuaikan kemajuan zaman. Gaya hidup yang disesuaikan status sosial. Konsumsinya, mulai dari fashion, gadget, koleksi mobil mewah dan motor gede, pelesiran ke luar negeri, dan lainnya yang dipandang sebagai “kemewahan”. Hura-hura sesaat namun bebas tanpa batas, tanpa etika. Resep hidupnya pun sederhana. Semau gue saja. Alias demi enaknya sendiri. Bisa jadi moralitas dan kemanusiaaan hanya jadi pajangan, bukan kenyataan.

 

Kaum hedon berbeda dengan kaum pegiat literasi di taman bacaan. Pegiat literasi hidupnya sederhana. Cukup membaca buku di sungai, di kebun atau di taman bacaan. Uangnya dipakai untuk menyenangkan anak-anak yang membaca buku. Kaum pegiat literasi yang hingga kini tetap berjuang dan berkorban demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Agar tetap bertahan dan eksis di tengah gempuran era digital, di era hedonisme. Kaum pegiat literasi, tekadnya hanya untuk memperbaiki diri melalui buku bacaan. Kemewahanya ada di buku dan taman bacaan.  Bukan di media sosial. Arogansinya urusan literasi, bukan urusan fashion atau gaya hidup.

 

Orang kaya itu hedonis. Karena derajat manusia hanya diukur dari penampilan fisik dan materi semata. Hidup hanya untuk mencintai dunia. Bukan akhlak, bukan etika. Urusan moral dan kepedulian sosial jadi barang yang tidak laku. Kesenangan dunia adalah segalanya. Sudi mempertontonkan gaya hidup mewah walau hanya kamuflase. Hingga lupa bahwa hidup di dunia itu sementara. Terlalu hedonis dan perilakunya konsumtif, bukan sedekah atau amal.

 

Jujur saja, kaum hedonis bisa jadi tidak suka dengan tulisan ini. Dan itu tidak masalah. Kan demokrasi. Apa saja boleh. Mau hedon boleh, tidak hedon pun boleh. Toh, uang-uang dia. Tapi secara moral, kaum hedonis pun harus sadar. Bahwa gaya hidup mewah pun hanya simbol. Harta dan kesenangan sesaat pun hanya kamuflase. Tidak lebih hanya untuk status sosial. Begitulah kaum hedon bertindak.

 

Dan kaum hedon harus paham. Saat mempertontonkan gaya hidup mewah, Pasti bawaannya jadi arogan, sombong, dan gemar merendahkan orang lain. Di saat yang sama, kaum hedon lupa. Bahwa manusia di mana pun tetap bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Kecuali kemanfaatannya kecuali ketakwaannya.

 

Kaum hedon harus tahu, Hidup itu tidak cukup hanya akal sehat. Tapi harus ada hati nurani. Salam literasi #KampanyeLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar