Ada saaatnya kita harus bertindak. Ada saatnya kita harus diam dan menunggu. Tanpa perlu banyak omong …
Kalimat di atas, hanya sindiran untuk orang-orang yang merasa
pintar. Mereka yang jarang mau bila ucapannya lebih baik dari tindakannya. Banyak
omong tapi aksi kosong. Segala hal dikomentarin. Tanpa pernah bisa memberi solusi.
Katanya membaca buku itu penting. Tapi tidak pernah dilakoninya. Orang pintar
kadang hanya bisa banyak omong.
Orang pintar ada di mana-mana. Di televisi, di media sosial bahkan
di grup-grup WA. Saat bicara seperti manusia paling benar sedunia. Tapi giliran
aksi nyata, harus dilihat apa untung ruginya, Bila tidak ada untungnya ya,
orang pintar sama sekali tidak mau melakoninya. Logika dianggap segalanya.
Sementara hati tergantung situasinya.
Pandai mencari kesalahan orang lain, pandai berdebat. Itulah
ciri orang pintar. Apapun soalnya, asal ditambah “bumbu” argumen ilmiah sedikit.
Orang pintar bertekad memaksa pikiran dan kehendaknya. Untuk memengaruhi orang
lain. Orang di sekelilingnya dianggap nggak pintar, Hanya orang pintar yang
merasa paling benar, lebih benar, dan merasa benar.
Orang pintar sering lupa. Bahwa apa yang diomongkan dan
digunjingkannya adalah cara dia mengejar mimpi-mimpinya yang tidak tercapai. Saat
benci pemimpin, maka dicari-carilah kesalahan orang yang dibencinya, Saati tidak
suka orang lain, maka dikupas tuntas apapun tentang orang yang tidak disukainya.
Orang pintar sama sekali tidak suka melihat orang yang dibencinya berhasil. Kata
pikirannya, siapa pun boleh berhasil asal jangan orang yang dibencinya.
Mentalitas orang pintar itu sering “merasa jadi korban”.
Hebatnya orang pintar. Bila sudah membahas orang yang dibencinya,
dia seperti tahu segalanya. Sampai orang yang digunjingkannya pun tidak tahu
tentang dirinya sendiri. Orang pintar lebih tahu segalanya, sementara orang
lain justru tidak tahu sama sekali. Orang pintar sering tidak literat. Karena
banyak omong bukan banyak aksi.
Tahu sedikit, omong banyak. Sering terjadi pada orang-orang yang
merasa pintar. Sekalipun pikirannya salah, tetap ngotot merasa benar. Suka
ngeyel. Karena logika dianggap tuhannya. Agamanya otak. Orang pintar sering
lupa. Bahwa logika yang salah itu terlalu mudah berubah jadi keyakinan. Yakin
atas logika yang salah. Maka wajar, orang pintar sering banyak omong sedikit
aksi.
Orang-orang yang merasa pintar sering lupa. Ciri orang pintar
beneran itu cenderung diam, tidak suka menggurui, baru menjawab bila ditanya, tidak
pernah ngotot membuktikan kecerdasannya, ingin terus belajar, selalu
introspeksi, dan lebih senang bertindak daripada banyak omong. Tapi sebaliknya,
bila ada orang yang suka pamer keunggulan, gemar menggurui, doyan bicara tanpa
ditanya, ngotot merasa pintar, merasa benar, merasa paling pintar, sering
mencari kesalahan orang lain, dan lebih suka ngomong daripada bertindak itu
justru ciri orang sok tahu, bukan pintar beneran.
Atas dasar itu, pegiat literasi di taman bacaan selalu
menjadikan “orang yang merasa pintar” adalahnya musuhnya. Orang-orang yang
hanya banyak omong sedikit bertindak. Jadi, kerjakan saja apa ynag harus
dikerjakan. Tanpa perlu banyak omong. Ubah niat baik jadi aksi nyata, Agar
esok, jadi lebih literat, lebih realistis seperti yang terjadi di taman bacaan,
Demi tegaknya tradidi baca dan budaya literasi masyarakat. Salam literasi
#TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar