Anak-anak difabel dan orang-orang lemah, faktanya memang belum mendapat perhatian di negeri ini. Mereka dapat disebut kaum yang tersingkirkan. Padahal tidak satu pun dari kita, mau dilahirkan dalam keadaan difabel. Kondisi yang mengalami keterbatasan, baik secara fisik maupun mental.
Sebut saja di Bogor. Anak-anak difabel hampir sulit
mendapat tempat di masyarakat. Mau main denga teman sebaya, di-bully. Mau
sekolah, biayanya sangat-sangat mahal dan lokasinya pun jauh. Maka wajar, orang
tua yang anaknya difabel atau “anak berkebutuhan khusus” jadi pusing. Mau ke mana
membawa anaknya aktualisasi diri? Agar belajar interaksi dengan orang lain, di
samping mampu aktualisasi diri.
Hingga suatu kali di tahun
2021 lalu, seorang ibu pun mengantarkan anaknya yang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ke Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Setelah mengutarakan kegundahannya,
sang ibu bermaksud meminta izin anaknya bisa datang rutin dan menjadi bagian di
TBM Lentera Pustaka. Setelah bicara banyak hal dan Panjang lebar, intinya
adalah: 1) kenapa ada ibu yang akhirnya meminta anaknya yang difabel untyk
menjadi bagian taman bacaan? Dan 2) taman bacaan sebagai tempat membaca buku
anak-anak, kok bisa sampai diminta untuk jadi tempat belajar anak difabel?
Atas
niat dan ikhtiar baik, TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak pun melayani 2
anak difabel perempuan. Sebut saja si A dan si T yang sangat rajin datang ke
taman bacaan. Selain agar dekat dengan buku, kedua anak difabel TBM Lentera
Pustaka menjadikan taman bacaan sebagai tempat interaksi sosial dan aktualisasi
diri. Agar hidupnya lebih semangat dan merasa dihargai oleh lingkungan sekitar.
Lalu
apa hasilnya, anak difabel berada di taman bacaan?
Untuk
membuktikannya, Silakan datang ke TBM Lentera Pustaka. Bicara dan bergaullah
dengan kedua anak difabel tersebut, si A dan si T. Setelah setahun di TBM
Lentera Pustaka, kini kedua anak difabel tersebut begitu ceria dan serasa hidupnya
lebih punya harapan. Rajin datang dan tidak lagi “kuper” akibat keterbatasan
fisik dan mental yang dialaminya.
Jujur
saja, anak difabel di taman bacaan memnag tidak membaca. Tapi mereka bermain
dengan rekan sebaya. Terjadi interaksi dengan anak-anak normal lainnya. Mampu
aktualisasi diri dan yang paling penting, “ada rasa dimanusiakan oleh manusia
lainnya”. Karena di luar sana, mungkin, anak-anak difabel kian tersingkir dari
lingkungan sosial. Anak difabel yang didiskualifikasi “tanpa sengaja” dari akses dan aktivitas kehidupan
sosial.
Ini
hanya contoh. Bahwa taman bacaan bisa memainkan peran sosial yang lebih besar.
Untuk membangun dan memotivasi anak-anak difabel di sekitarnya. Ketika
seseorang datang meminta bantuan, maka taman bacaan bisa membantu sebisanya
sekalipun anak-anak difabel. Agar anak-anak difabel tidak lagi merasa disingkirkan
dan akhirnya merasa diperhatikan dan punya harapan ke depan. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar