Legalitas organisasi, termasuk taman bacaan pasti penting. Sebagai realisasi keadaan sah atau keabsahan suatu organisasi atas perbuatan yang diakui keberadaannya dan sesuai dengan aturan yang normatif. Lalu, bagaimana legalitas taman bacaan di Indonesia saat ini?
Faktanya, 57% taman bacaan di Indonesia
saat ini belum memiliki legalitas dan 43% sudah memiliki legalitas, baik
berbentuk badan hukum (Akte
Notaris/Yayasan) atau memiliki izin operasional dari pemerintah daerah
(Kabupaten/Kota). Itulah simpulan Survei Tata Kelola Taman Bacaan
tahun 2022 yang dilakukan TBM Lentera Pustaka Bogor dan diikuti 172 pegiat
literasi dari 97 kabupaten/kota di Indonesia (13/7/2022).
Belum adanya legalitas taman bacaan, mungkin
disebabkan oleh 1) karena aktivitas taman bacaan dianggap kegiatan sosial, 2)
tidak adanya biaya untuk mengurus legalitas, dan 3) legalitas menjadi
kewenangan pemerintah daerah. Maka menjadi “pekerjaan rumah” ke depan, taman
bacaan pada akhirnya memang harus memiliki legalitas. Karena legalitas adalah
jawaban atas pertanyan, “apakah aktivitas taman bacaan sudah memiliki izin?”.
Patut diketahui, legalitas taman bacaan justru memberi ruang gerak yang lebih leluasa. Sebagai bentuk penerimaan dan pengakuan atas kewenangan yang diberikan oleh masyarakat dan hukum positif dalam pengelolaan taman bacaan. Agar dalam menjalankan aktivitas taman bacaan dan program literasi, taman bacaan memiliki kepastian hukum dan memiliki keabsahan dalam tindakan yang dilakukan.
“Memang legalitas taman bacaan agak dilematis. Karena taman bacaan
bersifat sosial dan wujud gerakan berbasis tanggung jawab moral. Tapi di sisi
lain, hukum positif mengharuskan ada perizinan. Maka mau tidak mau, taman
bacaan sedapat mungkin harus ada dokumen legal, baik badan hukum atau izin
operasional. Apalagi untuk keperluan administrasi dan kerja sama dengan pihak
lain” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan
Kepala Program TBM Lentera Pustaka sekaligus pelaksana Survei Tata Kelola Taman
Bacaan tahun 2022 ini.
Survei tata kelola taman bacaan ini dilakukan melalui kuesioner dan diikuti
172 pegiat literasi dari 97 Kabupaten/Kota di 27
provinsi di Indonesia. Ke-27 provinsi tersebut adalah 1) Jatim, 2) Jabar, 3)
NTT, 4) Jambi, 5) Jateng, 6) Sumut, 7) Maluku, 8) Papua Barat, 9) Sulsel, 10,
Sumbar, 11) Kalbar, 12) Sulbar, 13) Sultra, 14) NTB, 15) Aceh, 16) Banten, 17)
Lampung, 18) Sumsel, 19) Riau, 20) Sulteng, 21) DKI Jakarta, 22) Maluku Utara,
23) Bengkulu, 24) Kalteng, 25) Kalut, 26) Yogyakarta, dan 27) Bali. Selain
untuk memperoleh infomasi berbasis data, survei ini bertujuan untuk memetakan
realitas objektif di taman bacaan di Indonesia.
Dapat disimpulkan, legalitas taman bacaan memang penting, Khususnya
untuk membangun kepercayaan masyarakat dan perlindungan hukum organisasi.
Sekaligus sebagai cerminan taman bacaan dikelola secara profesional dan
memiliki struktur organisasi yang jelas. Sehingga program literasi dan aktivitas
yang dijalankan taman bacaan menjadi lebih sah, lebih mudah
dipertanggungjawabkan. Maka menjadi tanggung jawab semua pihak untuk
berkolaborasi dalam mewujudkan taman bacaan yang memiliki legalitas, baik badan
hukum atau izin operasional.
Sebagai ujung tombak meningkatkan kegemaran
membaca dan budaya literasi masyarakat, tentu taman bacaan pada akhirnya harus
memiliki landasan legal. Ibaratnya, siapa pun dilarang masuk ke rumah orang
tanpa izin. Salam literasi #TamanBacaan
#TBMLenteraPustaka #SurveiTataKelolaTBM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar